Home / Pernikahan / Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung: Chapter 81 - Chapter 90

154 Chapters

80. Dialog MALAM (2)

Jenar terdiam di tempatnya. Julio masuk ke dalam rumah tanpa kata-kata dan memutuskan pembicaraan mereka begitu saja. Mungkin dia mulai jengkel dan muak dengan keras kepalanya seorang Jenar.  "Coklat panas?" Tiba-tiba saja Julio kembali menghampirinya dengan cangkir coklat panas yang ada dalam genggamannya.  Jenar tersentak tidak percaya ini. "Aku kira kamu masuk untuk tidur dan beristirahat, kenapa malah keluar lagi?" tanya Jenar.  Julio mengabaikan kalimat Jenar. Dia menyodorkan secangkir coklat panas untuk Jenar. "Ambil dulu, aku tidak kuat menahan dua gelas panas." Jenar manggut-manggut. "Terimakasih." "Aku terbiasa begadang. Apalagi kala
Read more

81. Pelukan suami

Jenar tiba-tiba saja merasakan pelukan hangat pada tubuhnya. Saat dia melirik, tangan Julian sudah melingkar di atas pinggangnya. Sepertinya dia bisa merasakan kemarahan bercampur dengan kekecewaan yang dirasakan oleh Jenar pagi ini. "Aku minta maaf, Jenar." Julian berbisik di sisi telinga Jenar. "Aku tahu kalau aku salah, seharusnya aku mengabari kamu."Jenar sampai tidak bisa berkata-kata. Dia hanya terdiam seribu bahasa. Kekecewaan dan kemarahan menahan ribuan umpatan yang ada di dalam benaknya. Sebelum kepulangan Julian subuh ini, dia sudah menyiapkan ribuan pertanyaan. Dia bahkan menyiapkan umpatan demi umpatan yang akan dia berikan pada suaminya nanti, tetapi sayangnya itu semua tertahan saat melihat Julian pulang. "Kamu boleh marah padaku, asal jangan mendiamkan aku." Julian memohon. Julian menggelengkan kepalanya. "Jujur kalau aku tidak bisa didiamkan, Jenar. Aku tidak tahan jika diabaikan."Jenar tersenyum tipis. Perlahan-lahan dia melepaskan pelukan Julian. "Mas ...." Je
Read more

82. Keluarga bahagia?

Jenar hanya bisa memandang kepergian suaminya. Julian harus kembali bekerja, meskipun kehadirannya pagi ini tidak benar-benar melegakan hati Jenar.  "Papa pulang kemarin malam atau tadi pagi?" Jasmine tiba-tiba membuyarkan lamunan Jenar. Jenar menoleh dan menatap ke arahnya. "Kamu katanya mau pergi."  "Tidak usah mengubah topik pembicaraan," kekeh Jasmine. "Jawab dulu pertanyaanku yang tadi." Jenar menghela nafasnya. "Kamu mau mempengaruhi aku lagi seperti kemarin malam?" tanyanya. "Sudah aku katakan kalau itu tidak akan mempengaruhi diriku. Jangan buang-buang waktumu untuk ini." Setelah menyelesaikan kalimatnya, Jenar melenggang pergi dari hadapa
Read more

83. Rumah kecemasan

Jenar memandang Julio. "Aku mengizinkan Jasmine pergi bukan ingin diam menatapmu begini," ucapnya. "Aku meminta penjelasan dari kata-kata yang kamu katakan tadi."Julio bergeming. "Kamu bisa mengatakan apapun itu yang kamu tahu, aku akan mencoba untuk memahaminya." Jenar memohon padanya. Pemuda itu menarik nafasnya dan menghela dengan kasar. "Bisa kita tidak membicarakan ini sekarang? Aku rasa tidak ada yang perlu dibicarakan."Jenar tersenyum tipis. "Aku ingin mengetahui faktanya." Jenar mulai ragu pada dirinya sendiri, seharusnya dia tidak bertindak sejauh ini. "Aku hanya ingin tahu sebagai istri dari papamu. Apa yang kamu ketahui tentang kegiatannya kemarin?" tanya Jenar lagi. Pandangan matanya sedikit mendesak. "Jenar, aku tidak bisa mengatakannya." Julio mulai berpikir ulang. "Aku bukannya tidak mau peduli, tetapi aku tidak mau ikut campur urusan kalian.""Julio aku mohon padamu." Jenar meminta lagi. "Apa yang tidak aku ketahui di rumah ini?""Kamu tidak tahu apapun, Jenar."
Read more

84. Adu domba?

Suara ketukan pintu membiarkan fokus Jenar siang ini tersita. Jenar terpaksa harus mengungkapkan pintu untuk siapa yang baru saja datang. Dia terkejut melihat kedatangan temannya."Sarah?" Jenar tak henti-hentinya memandang ke arah Sarah. "Kamu ngapain datang ke sini tiba-tiba?"Sarah tersenyum manis. "Memangnya aku tidak boleh datang ke rumah temanku sendiri?" "Kamu belakangan ini jadi lupa denganku setelah menikah dengan Julian," tandasnya. "Jadi aku yang memutuskan untuk mampir siang ini."Jenar hanya mengangguk. "Masuklah." Dia mempersilahkan Sarah untuk masuk ke dalam.Sarah mengambil tempat duduk kosong. Pandangan matanya menyapu seluruh sudut ruangan. "Pantas saja kamu betah di rumah ini, rumahnya besar dan mirip istana.""Kamu pasti tidak mau meninggalkan kenyamanan di sini," kekeh Sarah pada Jenar. Jenar mengabaikan kalimatnya. "Kamu mau minum apa?" tanyanya. "Aku akan buatkan dulu."Sarah langsung mencegah Jenar pergi. "Duduk saja. Aku juga tidak akan lama di sini." Sarah
Read more

85. Keresahan Ibu Sambung

Jenar merasa resah sepanjang hari, pikirannya tak tenang dibawa kemana-mana. Semua aktivitasnya terganggu setelah Sarah meninggalkan tempat ini. "Bu Jenar sepertinya lagi banyak pikiran?" Bi Mariani datang dari pintu dapur, berdiri di sisi Jenar sembari memandanginya.Jenar menoleh lalu diam sejenak, sebelum memutuskan untuk menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak ada.""Aku dengar dari Jean katanya Pak Julian tidak pulang kemarin," ucap Mariani lagi. "Katanya juga tidak ada kabar."Jenar sedikit terkejut mendengar kalimat itu. "Jean yang mengatakan itu semua?" Mariani tertawa kecil. "Meskipun dia hanya anak kecil, terkadang dia memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik."Jenar hanya manggut-manggut. "Seharusnya aku tidak mengatakan keresahanku padanya kemarin. Sekarang malah jadi seperti ini.""Kalau boleh tahu memangnya kenapa Pak Julian tidak pulang dan tidak ada kabar?" Mariani mencoba untuk menggali informasi.Jenar hanya dia menatapnya. Ketimpangan luar biasa mencekram pi
Read more

86. Perkara Ibu Sambung : Anak Tiri

Hal yang paling mengejutkan untuk Jenar sore ini adalah dia mendapatkan panggilan suara dari Luce. Katanya, Jasmine dalam bahaya. Gadis itu kembali terlibat masalah, tetapi dia tidak bisa membantunya. Luce hanya mengirimkan alamat pada Jenar mengenai keberadaan Jasmine.  Jenar celingukan ke sana dan kemari, tentu saja dia mencari keberadaan Jasmine. Hingga akhirnya pandangan mata tertuju pada satu titik, Jasmine di sana bersama beberapa pria dewasa.  "Kembalikan uang kita kalau lo gak mau celaka!" Suara terdengar samar-samar memasuki telinga Jenar ketika dia melangkah menjauh. "Cepat!" Sekarang suara itu begitu lantang "Jasmine!" Jenar memanggil Jasmine, entah kebodohan apa yang merasuki dirinya seharusnya dia minta tolong terlebih dahulu. 
Read more

87. Alif : Pahlawan Kesiangan

Alif memandang Jasmine yang berdiri jauh dari mereka. Sesekali menoleh pada Jenar yang sedang fokus membalut lukanya sendiri. "Anak tirimu itu sama sekali tidak tahu sopan santun, Mbak," gumam Alif. Niat hati ingin berbicara sendiri, tetapi Jenar mendengar suaranya. Jenar tertawa kecil. "Begitulah dia. Entah mirip siapa," ujarnya.Alif memandang Jenar dengan teliti. Ingin membantu, tetapi Jenar mengatakan kalau dia bisa melakukan sendiri. Sudah cukup merepotkan Alif harus berlari ke minimarket di ujung jalan untuk membelikan obat merah dan plester luka, Jenar enggan menambah kerepotan lagi. "Suamimu?" tanya Alif tiba-tiba. "Maksudku, dia tahu kalau putrinya ugal-ugalan begitu?" Jenar tertawa lagi, cekikikan padahal tubuhnya merasakan nyeri akibat luka gores yang dia dapatkan. "Menurutku, Jasmine tidak sejauh itu. Dia hanya nakal, tidak ugal-ugalan.""Apa bedanya?" sambung Alif. "Dia bahkan tidak datang ke sini lalu berterima kasih."Alif mendesah panjang. "Paling tidak tanya keada
Read more

88. Kenangan Buruk

"Mau kemana?" tanya Jenar ketika Jasmine melangkah pergi dari tempatnya. Jasmine menoleh dan memandang ke arahnya dengan ragu. "Ke rumah temanku. Aku ada urusan dengannya."Jenar tidak memberi banyak jawaban, dia hanya terdiam sambil menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu hati-hati di jalan. Jangan pulang terlalu malam."Setelah menyelesaikan kalimatnya, Jenar memutuskan untuk pergi dari sana. Akan tetapi, Jasmine mencegah kepergiannya. "Kamu langsung mau pulang?"Jenar menghentikan langkah kaki. Kembali menoleh menatap Jasmine.Jasmine gelagapan di tempatnya, seperti sedang tertangkap basah melakukan hal aneh. "Aku hanya bertanya saja. Sepertinya kamu perlu ke rumah sakit. Orang tadi sepertinya tidak bisa mengobati lukamu."Jenar perlahan mengembangkan senyum. "Dia berpengalaman tentang itu dulu ketika aku terluka di rumah, dia yang selalu membantuku." "Sepertinya kalian begitu dekat. Sampai-sampai kamu membelanya." Jasmine menyeringai tipis dan dia tidak bisa melanjutkan percakapa
Read more

89. Istri dan Mantan Istri

Sepasang bola mata Jenar menatap teliti bangunan mewah di depannya. Sebenarnya terlalu berlebihan, kalau dikata bangunan ini hanya ditempati oleh seorang wanita yang bahkan jarang pulang ke rumahnya sendiri. Luce Wileen. "Kenapa aku harus datang ke sini?" Jenar bergumam pada dirinya sendiri, Setelah dia menyadari kebodohannya. Jenar melirik kertas yang ada dalam genggamannya. Alamat di dalam kertas itulah yang membuatnya bisa sampai di tempat ini. "Harusnya aku pergi saja, bodohnya aku." Jenar berbalik setelah dia mendapatkan kembali kesadarannya. Namun, hampir melangkahkan kakinya, sebuah suara datang menghadang kepergian Jenar."Aku penasaran siapa yang mencariku dan meminta alamat rumahku." Luce adalah wanita yang baru saja berbicara. Kedatangannya sedikit mengejutkan untuk Jenar, padahal seharusnya Jenar bisa memprediksi hal ini akan terjadi."Kenapa menatapku begitu?" Luce tertawa kecil. "Seakan adalah hal yang salah ketika aku pulang ke rumah aku sendiri."Jenar menggelengka
Read more
PREV
1
...
7891011
...
16
DMCA.com Protection Status