Alif memandang Jasmine yang berdiri jauh dari mereka. Sesekali menoleh pada Jenar yang sedang fokus membalut lukanya sendiri. "Anak tirimu itu sama sekali tidak tahu sopan santun, Mbak," gumam Alif. Niat hati ingin berbicara sendiri, tetapi Jenar mendengar suaranya. Jenar tertawa kecil. "Begitulah dia. Entah mirip siapa," ujarnya.Alif memandang Jenar dengan teliti. Ingin membantu, tetapi Jenar mengatakan kalau dia bisa melakukan sendiri. Sudah cukup merepotkan Alif harus berlari ke minimarket di ujung jalan untuk membelikan obat merah dan plester luka, Jenar enggan menambah kerepotan lagi. "Suamimu?" tanya Alif tiba-tiba. "Maksudku, dia tahu kalau putrinya ugal-ugalan begitu?" Jenar tertawa lagi, cekikikan padahal tubuhnya merasakan nyeri akibat luka gores yang dia dapatkan. "Menurutku, Jasmine tidak sejauh itu. Dia hanya nakal, tidak ugal-ugalan.""Apa bedanya?" sambung Alif. "Dia bahkan tidak datang ke sini lalu berterima kasih."Alif mendesah panjang. "Paling tidak tanya keada
Read more