Semua Bab Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung: Bab 61 - Bab 70

154 Bab

60. Masa lalu Jenar

Jenar berusaha untuk menghilangkan perasaan aneh ini sekarang.  "Kamu, benar-benar sudah melupakan aku?" Adam bertanya sembari mengulas ingatan di masa lalu. "Dulu kamu mencintaiku dengan segenap hatimu. Kamu bahkan menangis dan memohon padaku agar aku lebih memilih kamu." Jenar memandang Adam yang terkesan tidak tahu malu. Seharusnya dia tidak diberi kelonggaran seperti ini.  "Keadaannya sudah berbeda, Dam. Aku bukan Jenar yang dulu kamu kenal," jawab Jenar. "Aku sudah berubah dan waktu pun juga sudah mengubah hubungan di antara kita." Adam menghela napas penuh kecewa. "Kita bisa memperbaiki semuanya, Jenar." "Aku sudah belajar banyak hal di pern
Baca selengkapnya

61. Suami sah

Jenar tidak melakukan kesalahan apapun, tetapi dia juga tidak berani memandang Julian. Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam. "Kamu akan terus diam begini?" Julian yang pertama kali menyela pembicaraan di antara mereka. Dia tersenyum ketika Jenar menoleh padanya. "Kalau kamu diam begini, aku jadi merasa bersalah sudah mengusir mantan kekasihmu dan berbicara seperti itu tadi." Julian menambahkan. Jenar menggeleng. "Mas Julian tidak salah apapun. Yang kamu lakukan tadi sudah benar.""Lalu kenapa kamu diam sepanjang perjalanan?" tanya Julian lagi. "Jangan bilang kalau kamu marah padaku sebab aku terlambat menjemput," tandasnya. Julian tertawa kecil. Jenar menggelengkan kepala lagi. "Aku yang merasa tidak enak atas apa yang sudah terjadi tadi, Mas Julian." "Kenapa kamu merasa tidak enak?" Julian langsung menghentikan aktivitasnya. Dia memandang Jenar yang duduk di atas sofa sembari memandang ke arahnya.Julian berjalan mendekatinya dan memilih turun dari ranjang, pembicaraan tidak
Baca selengkapnya

62. Orang Asing : Hang

Jasmine berjalan seorang diri menyusuri gang komplek perumahannya. Di tengah perempatan jalan komplek, Jasmi melihat seorang pria berdiri di bawah tiang lampu jalan. Dia asyik memainkan sembari merokok. Tentu saja itu bukan hal yang aneh, Jasmine biasa menghadapi orang seperti itu. Lagian ini bukan kali pertamanya dia pulang malam. Jasmine melewatinya begitu saja. Namun, hanya berjalan mulus beberapa langkah. Pria itu memanggil Jasmine. "Hei! Nak!" Jasmine menoleh. Bodohnya dia malah berhenti di sana. "Bapak memanggilku?" Jasmine menunjuk pada dirinya sendiri, memastikan kalau memang pria itu memanggilnya."Namaku Hang," katanya. Hang adalah nama panggilannya, dia tidak memperkenalkan siapa nama lengkapnya. Hang juga yakin, Jasmine tidak aku mau peduli.Jasmine hanya manggut-manggut. Dia pria paling aneh yang pernah ditemui Jasmine. "Haruskah aku memperkenalkan namaku juga?" Jasmine meladeninya. Jasmine memang benar-benar tidak punya rasa takut, mirip seperti ibu kandungnya. Luce
Baca selengkapnya

63. Hang

"Sekarang katakan siapa kamu?" Jasmine memutuskan untuk ikut dengan dia ini. Dia berharap kalau dirinya akan mendapati informasi darinya. Jasmine memicingkan mata. "Sepertinya kamu sudah tidak asing dengan keluargaku. Akan tetapi, aku begitu asing denganmu."Hang menyeruput kopi yang ada di depannya. "Terima kasih untuk kopinya. Padahal aku yang mau mentraktir tadi.""Kamu mau mentraktirku?" Jasmine meremehkan. "Aku tidak yakin kamu punya uang."Hang terdiam dan mengembalikan kelas di atas meja. Dia memandang Jasmine tanpa kata-kata. Sepertinya sedang memahami siapa yang sedang duduk di depannya."Kamu tersinggung dengan kata-kataku tadi?" tanya Jasmine. "Itu adalah candaan anak muda. Kamu harus terbiasa jika ingin berbicara akrab denganku." Pria berambut sedikit ikal itu hanya mengangguk. Dia mengandalkan waktu yang tersisa untuk menjelaskan banyak hal. "Sebelum aku memperkenalkan diriku secara utuh, gimana keadaan kakakmu?" Hang fokus menata perubahan ekspresi wajah Jasmine. Sep
Baca selengkapnya

64. Ibu sambung yang mempesona

Julio menghampiri Jenar yang duduk di kursi dapur sembari menyantap mie rebus yang dia buat. "Di tengah malam." Julio memulai pembicaraan terlebih dahulu, sembari mengambil air putih dingin di dalam kulkas. Jenar menoleh ke arah Julio sembari menganggukkan kepalanya. "Itulah kenapa kamu masih berkeliaran di sini bukannya tidur karena besok kamu pasti ada kegiatan."Julio tersenyum tipis. Dia menutup pintu kulkas. "Dosenku izin dan kelas kosong. Aku berpikir untuk bangun lebih siang."Jenar manggut-manggut. Cukup mengerti dan dia tidak bisa membantahnya. Jenar kembali menikmati mie rebus yang dia buat.Ternyata Julio tidak langsung pergi dari sana, dia memutuskan menarik kursi di depan Jenar. "Mau mie rebusnya? Kita bagi dua kalau mau," tawar Jenar, seraya mendorong mangkuk mie. Julio menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak takut gendut makan tengah malam? Sama perempuan pasti memikirkan itu. Mereka rela menahan lapar sampai besok pagi hanya karena tidak ingin kehilangan tubuh yang ba
Baca selengkapnya

65. Adik yang licik

Terik menyinari bumi, cahayanya merambah lewat tirai jendela yang separuh terbuka. Julio bangun dari tidurnya. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan malas, sebelum memutuskan bangkit sembari mengusap wajahnya. "Aku sudah menunggumu dari tadi, Kak!" Suara itu mengejutkan Julio. Dia langsung menoleh ke arah sumber suara. Jasmine duduk di sana sembari tersenyum aneh padanya. "Kamu sejak kapan di situ?" tanya Julio lagi. "Jangan bilang kamu ada di sini sejak semalam? Sudah kukatakan berhentilah untuk menatapku ketika aku sedang tidur," tandas Julio.Julio turun dari ranjang, memakai sandal kaki dan berjalan malas menuju meja kecil di sudut ruangan. Dia biasa mengimplementasikan jiwa dan menyatukan raga di sana. Jasmine mendekatinya. Dia berjalan sambil melirik jam tangannya. "Sejak pukul enam?" kekehnya. "Mungkin lebih sedikit."Julio mengusap wajahnya. Dia menyambut kedatangan Jasmine. "Sekarang kenapa kamu tiba-tiba memata-matai aku begitu?""Biasanya kalau begitu kamu mau minta
Baca selengkapnya

66. Rumah mantan istri

Kediaman mewah Luce Wileen. Jakarta, Indonesia. Luce membukakan pintu untuk kedatangan Julian. Tentu saja sedikit mengejutkan untuknya, tetapi dia berusaha untuk menutupi itu semua. "Mau minum teh atau air dingin?" tanya Luce. "Aku punya jus alpukat kesukaanmu. Kamu mau?" Julian tak banyak berbicara, dia hanya menganggukkan kepalanya yakin. Setelah mendapat anggukan itu, Luce melenggang pergi masuk ke dalam dapur. Julian menunggu sembari memandang sekitarnya. Sejak perceraian mereka satu tahun yang lalu, ini adalah kali pertamanya dia datang ke rumah Luce Wileen. Tentu saja mewah seperti yang dia bayangkan. "Rumahku terasa asing untukmu?" Luce keluar dari ambang dapur membawa nampan berisi segelas jus alpukat dengan kue kering untuk menyambut kedatangan Julian. Julian tersenyum canggung. "Sedikit. Ini adalah kali pertamanya aku datang." Luce terkekeh. "Untuk itu seringlah datang ke sini agar kamu merasa tidak asing.""Jenar bisa salah paham juga dia tahu." Julian langsung menya
Baca selengkapnya

67. Ayah biologis

Area proyek menjadi tempat singgah Julio setelah mendapat informasi dari Jasmine tadi. Mata elang Julio menyapu setiap sudut tempat yang ada, berharap menemukan seorang pria yang wajahnya tidak familiar dengan ciri-ciri yang diberikan oleh Jasmine. "Cari seseorang, Nak?" tanya seorang pria. Julio langsung menoleh, hampir saja tersentak melihat pria berbadan lusuh penuh lumpur di belakangnya. Julio manggut-manggut ringan. Tersenyum seadanya. "Cari Pak Hang," kata Julio tak berbasa-basi."Oh, kamu anaknya Hang?" tanyanya. Julio terdiam sejenak. Ini sedikit canggung, pasalnya dia sendiri tidak yakin. Namun, apa boleh buat selain menganggukkan kepalanya? Dia tersenyum seadanya setelah itu."Hang ada di sana," katanya. "Kamu tinggal lurus aja, nanti ada pagar besi kecil kamu belok kanan, sepertinya dia beristirahat di bawah pohon."Julio tak berucap sepatah kata pun, hanya membungkukkan badannya ringan lalu pergi meninggalkannya. Dia hanya punya waktu beberapa menit sebelum harus kemb
Baca selengkapnya

68. Penerus tahta

Julio heran menatap tawa yang terdengar sekarang. Sepertinya pria ini memang sudah tidak waras. Keluar dari penjara selama bertahun-tahun mungkin membuat dirinya jadi seperti ini. "Kamu tidak percaya padaku sepertinya," kekeh Hang. "Kamu sudah tinggal lama bersama Julian, jadi wajar saja jika kamu lebih mempercayainya."Julio langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mempercayai siapa pun. Aku hanya mempercayai diriku sendiri dan pendirianku sendiri.""Aku akan percaya padamu jika kamu bisa memberikan aku bukti bahwa Julian lah yang mengambil diriku," kata Julio. "Juga, bagaimana bisa aku langsung percaya pada mantan narapidana?" Hang lagi-lagi tertawa mendengarnya. "Aku tidak bisa membuktikannya, karena kamu saja tidak percaya dengan ceritaku."Hang seakan pasrah dan tidak mau banyak bertingkah. "Kamu bisa mempercayaiku atau tidak. Itu semua terserah padamu dan aku tidak akan memaksa."Julio mendengus. "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi dan di mana Ibu kandungku?" Juli
Baca selengkapnya

69. Selingkuh di siang bolong

Julian keluar dari rumah Luce. Urusannya sudah selesai, kini saatnya kembali pada realita yang sesungguhnya bahwa dia dan Luce sudah tidak pantas berada dalam satu rumah seperti tadi. "Jika berselingkuh, lakukan dengan benar." Julian terkejut mendengar kalimat itu. Dia langsung menoleh ke arah sumber suara. Julio sudah berdiri di sisi ambang pintu gerbang rumah Luce. Julian memicingkan mata. "Kamu ngapain di sini?" tanya Julio berusaha untuk membuat topik pembicaraan baru. Tentu saja dia tidak mau membahas kedatangannya ke rumah mantan istrinya. "Bukankah seharusnya itu yang aku tanyakan sama Papa?" Julio tersenyum seringai. "Seharusnya Papa tidak ada di sini, selain ini adalah jam kerja ... ini juga rumahnya Mama Luce." Julian yang tidak bisa membohongi Julio lagi. Putranya ini sudah cukup dewasa untuk mendengar alasan yang tak masuk akal. "Papa ada urusan sebentar dengannya. Jadi Papa mampir ke sini, kebetulan sebelumnya Papa menemui klien yang tinggalnya tidak jauh dari sini
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
16
DMCA.com Protection Status