Beranda / Pernikahan / Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung / 64. Ibu sambung yang mempesona

Share

64. Ibu sambung yang mempesona

Penulis: Lefkilavanta
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-21 20:53:40

Julio menghampiri Jenar yang duduk di kursi dapur sembari menyantap mie rebus yang dia buat.

"Di tengah malam." Julio memulai pembicaraan terlebih dahulu, sembari mengambil air putih dingin di dalam kulkas.

Jenar menoleh ke arah Julio sembari menganggukkan kepalanya. "Itulah kenapa kamu masih berkeliaran di sini bukannya tidur karena besok kamu pasti ada kegiatan."

Julio tersenyum tipis. Dia menutup pintu kulkas. "Dosenku izin dan kelas kosong. Aku berpikir untuk bangun lebih siang."

Jenar manggut-manggut. Cukup mengerti dan dia tidak bisa membantahnya. Jenar kembali menikmati mie rebus yang dia buat.

Ternyata Julio tidak langsung pergi dari sana, dia memutuskan menarik kursi di depan Jenar.

"Mau mie rebusnya? Kita bagi dua kalau mau," tawar Jenar, seraya mendorong mangkuk mie.

Julio menggelengkan kepalanya. "Kamu tidak takut gendut makan tengah malam? Sama perempuan pasti memikirkan itu. Mereka rela menahan lapar sampai besok pagi hanya karena tidak ingin kehilangan tubuh yang ba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   65. Adik yang licik

    Terik menyinari bumi, cahayanya merambah lewat tirai jendela yang separuh terbuka. Julio bangun dari tidurnya. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan malas, sebelum memutuskan bangkit sembari mengusap wajahnya. "Aku sudah menunggumu dari tadi, Kak!" Suara itu mengejutkan Julio. Dia langsung menoleh ke arah sumber suara. Jasmine duduk di sana sembari tersenyum aneh padanya. "Kamu sejak kapan di situ?" tanya Julio lagi. "Jangan bilang kamu ada di sini sejak semalam? Sudah kukatakan berhentilah untuk menatapku ketika aku sedang tidur," tandas Julio.Julio turun dari ranjang, memakai sandal kaki dan berjalan malas menuju meja kecil di sudut ruangan. Dia biasa mengimplementasikan jiwa dan menyatukan raga di sana. Jasmine mendekatinya. Dia berjalan sambil melirik jam tangannya. "Sejak pukul enam?" kekehnya. "Mungkin lebih sedikit."Julio mengusap wajahnya. Dia menyambut kedatangan Jasmine. "Sekarang kenapa kamu tiba-tiba memata-matai aku begitu?""Biasanya kalau begitu kamu mau minta

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   66. Rumah mantan istri

    Kediaman mewah Luce Wileen. Jakarta, Indonesia. Luce membukakan pintu untuk kedatangan Julian. Tentu saja sedikit mengejutkan untuknya, tetapi dia berusaha untuk menutupi itu semua. "Mau minum teh atau air dingin?" tanya Luce. "Aku punya jus alpukat kesukaanmu. Kamu mau?" Julian tak banyak berbicara, dia hanya menganggukkan kepalanya yakin. Setelah mendapat anggukan itu, Luce melenggang pergi masuk ke dalam dapur. Julian menunggu sembari memandang sekitarnya. Sejak perceraian mereka satu tahun yang lalu, ini adalah kali pertamanya dia datang ke rumah Luce Wileen. Tentu saja mewah seperti yang dia bayangkan. "Rumahku terasa asing untukmu?" Luce keluar dari ambang dapur membawa nampan berisi segelas jus alpukat dengan kue kering untuk menyambut kedatangan Julian. Julian tersenyum canggung. "Sedikit. Ini adalah kali pertamanya aku datang." Luce terkekeh. "Untuk itu seringlah datang ke sini agar kamu merasa tidak asing.""Jenar bisa salah paham juga dia tahu." Julian langsung menya

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-22
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   67. Ayah biologis

    Area proyek menjadi tempat singgah Julio setelah mendapat informasi dari Jasmine tadi. Mata elang Julio menyapu setiap sudut tempat yang ada, berharap menemukan seorang pria yang wajahnya tidak familiar dengan ciri-ciri yang diberikan oleh Jasmine. "Cari seseorang, Nak?" tanya seorang pria. Julio langsung menoleh, hampir saja tersentak melihat pria berbadan lusuh penuh lumpur di belakangnya. Julio manggut-manggut ringan. Tersenyum seadanya. "Cari Pak Hang," kata Julio tak berbasa-basi."Oh, kamu anaknya Hang?" tanyanya. Julio terdiam sejenak. Ini sedikit canggung, pasalnya dia sendiri tidak yakin. Namun, apa boleh buat selain menganggukkan kepalanya? Dia tersenyum seadanya setelah itu."Hang ada di sana," katanya. "Kamu tinggal lurus aja, nanti ada pagar besi kecil kamu belok kanan, sepertinya dia beristirahat di bawah pohon."Julio tak berucap sepatah kata pun, hanya membungkukkan badannya ringan lalu pergi meninggalkannya. Dia hanya punya waktu beberapa menit sebelum harus kemb

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-25
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   68. Penerus tahta

    Julio heran menatap tawa yang terdengar sekarang. Sepertinya pria ini memang sudah tidak waras. Keluar dari penjara selama bertahun-tahun mungkin membuat dirinya jadi seperti ini. "Kamu tidak percaya padaku sepertinya," kekeh Hang. "Kamu sudah tinggal lama bersama Julian, jadi wajar saja jika kamu lebih mempercayainya."Julio langsung menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mempercayai siapa pun. Aku hanya mempercayai diriku sendiri dan pendirianku sendiri.""Aku akan percaya padamu jika kamu bisa memberikan aku bukti bahwa Julian lah yang mengambil diriku," kata Julio. "Juga, bagaimana bisa aku langsung percaya pada mantan narapidana?" Hang lagi-lagi tertawa mendengarnya. "Aku tidak bisa membuktikannya, karena kamu saja tidak percaya dengan ceritaku."Hang seakan pasrah dan tidak mau banyak bertingkah. "Kamu bisa mempercayaiku atau tidak. Itu semua terserah padamu dan aku tidak akan memaksa."Julio mendengus. "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi dan di mana Ibu kandungku?" Juli

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-26
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   69. Selingkuh di siang bolong

    Julian keluar dari rumah Luce. Urusannya sudah selesai, kini saatnya kembali pada realita yang sesungguhnya bahwa dia dan Luce sudah tidak pantas berada dalam satu rumah seperti tadi. "Jika berselingkuh, lakukan dengan benar." Julian terkejut mendengar kalimat itu. Dia langsung menoleh ke arah sumber suara. Julio sudah berdiri di sisi ambang pintu gerbang rumah Luce. Julian memicingkan mata. "Kamu ngapain di sini?" tanya Julio berusaha untuk membuat topik pembicaraan baru. Tentu saja dia tidak mau membahas kedatangannya ke rumah mantan istrinya. "Bukankah seharusnya itu yang aku tanyakan sama Papa?" Julio tersenyum seringai. "Seharusnya Papa tidak ada di sini, selain ini adalah jam kerja ... ini juga rumahnya Mama Luce." Julian yang tidak bisa membohongi Julio lagi. Putranya ini sudah cukup dewasa untuk mendengar alasan yang tak masuk akal. "Papa ada urusan sebentar dengannya. Jadi Papa mampir ke sini, kebetulan sebelumnya Papa menemui klien yang tinggalnya tidak jauh dari sini

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-28
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   70. Pembuat onar

    Kantor polisi setempat.Jenar mengikuti langkah kaki Jasmine. Sama sekali tidak ada suara semenjak Jasmine keluar dari kantor polisi. Sepertinya gadis itu sedang kalut di dalam hatinya."Tidak mau makan siang?" tanya Jenar, nada bicaranya sedikit tinggi karena posisi mereka yang sedikit jauh.Jasmine tak menggubris. Dia hanya terus melangkah menjauh dari Jenar."Jasmine!" Jenar meneriakinya. Langkah kaki dipercepat, dia meraih tangan Jasmine.Jenar berhasil menghentikan Jasmine. Dia memandang penampilannya. "Aku akan membantumu beralasan dari papamu jika kamu mau makan siang sekarang. Aku yakin kalau belum ada nasi yang masuk k

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-28
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   71. Ayah dan Anak

    Restoran Jepang, Jakarta."Aku ke sini bukan ingin mengajak Papa makan siang, aku ingin mendengarkan penjelasan dari Papa." Julio memandang Julian tak henti. Pikirannya melayang, memaksa dirinya sendiri untuk mendesak Julian. Julio menghela napas. "Aku ada kelas setelah ini. Aku yakin Papa tidak setuju jika aku membolos," sambungnya. Julian malah tertawa kecil mendengar kalimat itu. Dia manggut-manggut ringan dan tersenyum melirik Julio. "Bukankah itu kebiasaanmu?""Kamu sudah sering membolos dan Papa tahu itu. Terakhir kali kamu bertengkar dengan temanmu, Papa biarkan kamu." Julian menukas. Dia kembali memasukkan satu gulung sushi ke dalam mulutnya. Julio mengerutkan kening. "Jenar mengatakan itu?""Panggil dia Mama," kata Julian ketus. "Meskipun usia kalian hampir sama, tetapi ingatlah kalau dia adalah mamamu. Dia istriku."Julio berdecak. "Jika tahu kalau Jenar adalah istrinya Papa, kenapa malah menemui Mama Luce?" tanya Julio. "Jenar pasti—"Kalimat Julio langsung terhenti kal

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29
  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   72. Suami dan Istri

    Jenar menyambut kepulangan Julian malam ini. Dia memandang suaminya dengan saksama, penampilannya sedikit kacau. Tidak seperti biasanya."Ada masalah di kantor, Mas?" tanya Jenar dengan hati+hati. Dia takut kalau malah menambah beban suaminya.Julian merebahkan diri di atas sofa, mengabaikan pertanyaan dari Jenar. Sepertinya permasalahan tidak bisa dibagikan dengan istrinya malam ini. Toh juga, Jenar hanya akan terbebani saja.Jenar memandang ke arahnya dengan senyuman. "Kamu bisa menceritakan apapun padaku jika memang kamu ingin bercerita. Kamu tidak perlu ragu."Julian memandang Jenar dengan sendu. Kelelahan membuatnya enggan untuk membuka mulutnya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-29

Bab terbaru

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   154. Ending : Keputusan Akhir

    Dua cangkir teh menemani diamnya mereka. Jenar tiba-tiba ingin berbicara serius, padahal kedatangan Julio hanya ingin melihat putranya. "Aku membelikan mainan baru," kata Julio mencoba untuk menghilangkan rasa canggung itu. "Aku tahu kalau putra kita belum bisa bermain, aku hanya ingin membelikannya saja."Julio seakan takut penolakan dari Jenar. "Aku juga merindukan putraku. Aku kebetulan lewat sini, jadi aku langsung mampir," ucapnya lagi. Jenar tersenyum. "Kamu baru datang kemarin. Bagaimana bisa merindukannya secepat itu? Kamu baru pulang dari rumah ini kemarin malam, belum ada satu hari."Julio manggut-manggut. "Rasanya sudah lama sekali tidak melihatnya," celetuknya."Julio, aku ingin ....""Aku tahu kalau aku berlebihan." Julio tiba-tiba memotong kalimat Jenar. "Aku tahu kalau tidak seharusnya aku datang setiap hari dan memberikan itu semua."Julio menghela napas. "Namun, seberapa kuat kamu menolak, itu tetap putraku.""Aku tetap punya hak untuk datang dan melihatnya. Member

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   153. Bimbang

    Luce's N Property, Jakarta.Jenar duduk sembari memandang keadaan sekitarnya. Suasana begitu asing ketika dia memutuskan untuk masuk ke dalam tempat ini. "Jadi, kamu datang untuk apa?" Luce menyambutnya dengan sedikit aneh, tatapan mata tidak suka melihat Jenar datang tiba-tiba. "Kebetulan aku sibuk hari ini."Jenar tersenyum seadanya. Kepalanya manggut-manggut ringan. "Maaf, karena aku mengganggumu hari ini, Nyonya Luce.""Jadi?" Luce mendesak Jenar untuk segera berbicara. Jujur saja, dia juga penasaran.Jenar menundukkan pandangan mata. Keraguan menyerbu dirinya. Sekarang, Jenar menyesali keputusannya datang kemari tanpa keyakinan dalam hatinya. "Kenapa malah diam?" Luce memecah keheningan. "Sudah aku bilang kalau aku sibuk hari ini. Jika kamu memang tidak ....""Ini tentang Julio." Jenar memberanikan diri untuk menatap Luce. "Sudah sejak beberapa hari yang lalu ketika dia memutuskan untuk pulang ke Indonesia."Luce mengangguk sekali. "Lantas?""Aku yang menyuruhnya untuk pulang k

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   152. Pertimbangkan!

    Jenar dikejutkan dengan kedatangan Jasmine pagi ini. Gadis itu membawa setumpuk buku yang tebal dan terlihat begitu berat. Jasmine meletakkannya di atas meja, lalu tersenyum pada Jenar."Kamu bisa membaca ini." Jasmine duduk di tengah sofa. Memberi perintah Jenar untuk duduk bersamanya.Jenar hendak pergi, sebenarnya. Sayang sekali, gadis ini membuatnya tertahan. Dia harus menunda kepergiannya, mungkin untuk beberapa menit hingga jam ke depan."Ayo duduk." Jasmine memberi perintah lagi sembari mengetuk meja di depannya. "Aku yakin ini akan menjawab keraguanmu."Jenar memandangnya tak mengerti. Namun, dia tidak punya pilihan lain untuk menurutinya. Jenar terpaksa duduk dan meladeni Jasmine hari ini. "Apa yang kamu maksudkan?" Jenar membuka salah satu buku di depannya. Alangkah terkejutnya Jenar, ketika dia melihat biodata Julio yang membuka halaman pertama. Jenar memandang Jasmine lagi. "Apa-apaan ini?" tanyanya. "Kenapa kamu memberi buku seperti ini padaku?""Bukan hanya satu, di ba

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   151 Lamaran

    Jenar ingin sekali mengusirnya, tetapi dia tidak tega melakukan itu. Bukan soal Julio, tetapi bagaimana perasaan putranya? "Dia tampan sekali," gumam Julio sembari mengusap lembut pipi putranya dengan ujung jarinya. "Dia mirip denganmu."Jenar hanya berdiri di ambang pintu. Kepalanya sesekali menunduk, padahal dia tidak salah apapun. "Sudah memberi nama?" tanyanya. Julio menoleh ke arah Jenar. Jenar menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu nama yang bagus untuk dia."Julio terkekeh. "Lalu selama ini kamu memanggilnya bagaimana?"Jenar lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Sekarang dia tidak berucap sepatah kata pun. Julio menatap putranya lagi. "Bolehkah aku yang memberi nama? Aku sudah memikirkannya sejak turun dari pesawat.""Perjalanan kemari aku menyusun nama panjang untuknya," kata Julio lagi. Keduanya saling memandang.Jenar manggut-manggut. "Itu adalah putramu juga.""Bayu Kalandra Joe." Julian menoleh pada Jenar lagi. "Kita bisa memanggilnya Bayu."Jenar langsung mengembangkan

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   150. Dia Kembali!

    Hari demi hari berlalu begitu saja. Jenar hanya berharap keadaan jauh lebih baik. Dia hanya ingin membesarkan putranya tanpa harus memberi penderitaan pada bayi kecil tak bersalah itu. "Jenar!" Jasmine memanggilnya. Jenar yang hendak masuk ke dalam rumah, harus kembali terhenti. Dia menyambut kedatangan Jasmine dengan senyuman."Baru pulang sekolah?" Jenar menatap penampilan gadis itu. Seragam sekolah masih rapi membungkus tubuhnya. Jasmine menganggukkan kepala. "Begitulah." Sekarang dia lebih lunak pada Jenar. Toh juga tidak ada yang perlu ditutupi, dia mulai mengakui segalanya. "Aku tadi lewat toko kue, aku beli satu buat kamu." Jasmine menyodorkan kue dalam kantung plastik hitam. "Kamu suka keju kan?"Jenar mengembangkan senyum di atas bibirnya. "Makasih banyak.""Kalau kamu belum makan siang, kamu bisa makan di sini dulu." Jenar menawarkan. "Aku buat ayam tepung."Jasmine menganggukkan kepala. "Bolehkah?" "Tentu saja. Kamu boleh menghabiskan semuanya." Jenar tertawa kecil semb

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   149. Negosiasi Tanpa Akhir

    "Aku tidak bisa menemui Julio." Jenar menundukkan pandangan mata. Rasa bersalah masih menguasai dirinya acap kali melihat Julian. Julian tersenyum dan menyeruput teh yang dibuatkan Jenar untuknya. Kepalanya mengangguk, bukan berarti dia menyetujui kalimat Jenar. Julian hanya berusaha memahami perasaannya. "Lebih tepatnya kamu tidak mau, kan?" tanya Julian. "Benar kata Jasmine, ternyata kamu berusaha kabur dari kesalahanmu."Jenar tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu dari mulut Julian. Julian meletakkan cangkir teh di atas meja. "Katanya kamu mau pergi keluar Jakarta. Kamu tidak akan kembali dan kamu meminta Jasmine untuk membantu kepergianmu secara diam-diam."Jenar tidak bisa menjawab. Dia mengaku salah."Apa yang kamu inginkan dari keputusan itu?" tanya Julian. "Kamu menginginkan ketenangan?"Jenar menggelengkan kepalanya tak yakin. "Jangan-jangan kamu berpikir, kalau kamu akan terbebas dari dosa jika pergi dari Jakarta," kekeh Julian pelan. "Aku pikir kamu tidak s

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   148. Masih Peduli

    Beberapa hari kemudian. Jenar meletakkan tas jinjing di atas meja, sedangkan Sarah sibuk menurunkan barang-barang dari taksi yang mengantar mereka pulang ke rumah. Jenar lega, akhirnya dia kembali mencium aroma rumah. Suasana rumah sakit benar-benar membosankan untuk dirinya."Aku harus kembali kerja setelah makan siang," ucap Sarah. "Aku sudah libur beberapa hari untuk menunggu kamu di rumah sakit. Aku tidak bisa libur lagi."Jenar menganggukkan kepalanya paham. "Maaf, karena aku jadi merepotkan kamu."Jenar menggelengkan kepalanya. "Kamu seharusnya bisa fokus pada pekerjaan kamu.""Tidak masalah." Sarah meliriknya. "Aku juga tidak akan bisa fokus kerja kalau meninggalkan kamu sendirian.""Sekarang aku jadi bisa lebih fokus, kamu sudah pulang." Sarah menutup kalimatnya. Dia menata barang-barang itu di sudut ruangan.Jenar tersenyum manis. "Makasih, Sar." "Sama-sama." Sarah menyelesaikan aktivitasnya. Dia berjalan mendekati Jenar. Jari jemarinya mengusap wajah tampan bayi di atas g

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   147. Tentang Ayah Kandung

    Rumah sakit persalinan, Jakarta.Tidak ada yang berani berbicara. Sarah melirik Jenar sesekali, kembali menunduk dan bermain dengan jari jemarinya. Helaan napas sesekali terdengar begitu berat dan penuh beban. Kenyatannya, tidak ada yang berani menghadapi keadaan yang ada. "Haruskah aku mengabari Julio?" Sarah memberanikan diri. Pandangan matanya tak lepas dari Jenar. "Aku akan ....""Bisakah besok kita pulang ke rumah?" Jenar memotongnya kalimat Sarah. Membalas tatapan temannya itu dengan sendu. "Aku ingin pulang."Sarah meraih tangan Jenar. "Jika karena biaya, kamu tidak perlu khawatir. Pak Julian memasukkan semua tagihan atas nama perusahaannya.""Dia memang pria yang bisa diandalkan." Sarah tersenyum mantap sembari mengacungkan jempolnya. Semangatnya seakan diisi ulang. Jenar memandangnya dengan begitu iba. Seakan mengetahui maksud dari perubahan raut wajah temannya, Sarah langsung menurunkan jempolnya."Sorry," gumam Sarah. Jenar menghela napas panjang. "Aku berpikir untuk kem

  • Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung   146. Dialog Malam : Bukan Anakku

    Malam, kediaman Julian. Jasmine melirik Julian yang baru saja turun dari lantai atas. Pakaiannya sudah diganti dengan kaos seadanya dipadukan celana panjang kain berwarna cokelat muda. "Papa nggak menunggu Jenar di rumah sakit?" Jasmine bertanya, menyela dengan memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Julian menarik kursi di depan Jasmine. "Kamu makan jam segini, tidak takut gendut?" kekehnya. "Umumnya gadis seusia kamu menjaga pola makan di jam begini."Pria itu menatap piring yang penuh dengan nasi. "Sepertinya kamu lain.""Jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan," jawab Jasmine. Dipandanginya Julian dengan saksama. "Papa hanya akan mengalihkan pembicaraan jika tidak suka dengan topiknya."Julian hanya tersenyum miring, sembari mengambil nasi di depannya."Aku kira Papa peduli dengannya." Jasmine berucap lagi. "Papa bahkan berlari dari luar kota kembali ke Jakarta, setelah mendengar Jenar melahirkan hari ini."Julian manggut-manggut. "Memang. Momen melahirkan hanya sekali kan?

DMCA.com Protection Status