Semua Bab Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung: Bab 131 - Bab 140

154 Bab

130. Pasca Kepergian Julio

Kediaman Julian. "Katakan padaku sebenarnya ada apa?" Jenar mendesak Julian untuk berbicara. "Aku tahu ada yang disembunyikan dari diriku."Julian berusaha mengabaikan istrinya. Dia tidak mau berdebat di hari pertama dirinya kehilangan putranya. Kalau dia boleh jujur, Julian juga tidak rela membiarkan Julio pergi sendirian begitu tanpa persiapan apapun. "Mas Julian!" Jenar menarik pergelangan tangan Julian yang hendak masuk ke dalam kamar. Julian menoleh dan menatapnya. Jenar berharap suaminya akan berkata sesuatu untuk melegakan hatinya sejak pulang dari bandara beberapa menit yang lalu. Sayang sekali, Julian tidak berkata apapun. Dia hanya menatap Jenar dalam kekosongan yang besar. Jenar juga tidak bisa memahami isi kepalanya. "Katanya kamu tidak mau menyimpan rahasia dariku, tetapi sekarang kamu terang-terangan menyimpan rahasia itu dariku." Jenar memprotesnya.Jenar akan melakukan segala cara untuk membuat suaminya berbicara. Jika apa kata Jasmine tadi benar, kepergian Julio
Baca selengkapnya

131. Tamparan Fakta

Jenar mendatangi Luce. Pertanyaan tentang alasan kenapa Julio tiba-tiba pergi meninggalkan Indonesia, adalah alasan yang kuat membuatnya berakhir di tempat ini.Jenar menunggu cukup lama, Luce katanya pergi sebentar membuatkan teh untuknya. "Maaf menunggu lama," ucap Luce datang dari dapur. Dia membawa dua cangkir teh di atas nampan. Jenar tersenyum seadanya. Dia berharap bisa lebih akrab dengan Luce Wileen sebenarnya. Namun, kecanggungan membatasi dirinya."Aku kaget saat tahu kamu adalah tamuku," imbuh Luce sembari menurunkan cangkir dari atas nampan. Jenar belum berbicara sepatah katapun. Dia hanya tersenyum, sesekali menatap Luce.Luce terdiam sejenak. Ikut memandang Jenar."Sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan." Luce duduk di atas sofa berhadapan dengan Jenar. "Penting?"Jenar mengangguk ragu. "Ini tentang Julio."Luce langsung mengerti apa yang dimaksudkan Jenar. Sebenarnya dia sudah menunggu Jenar datang dan membicarakan ini empat mata dengannya. Ternyata kedatangan Jena
Baca selengkapnya

132. Satu Persatu Hilang

"Jangan menyakiti Julian lebih dalam." Kalimat Luce membuat Jenar tidak bisa fokus sepanjang jalan. Langkah kaki yang dia tempuh tanpa arah tujuan yang pasti, tiba-tiba membawanya kembali ke rumah Julian.Jenar hanya punya rasa bersalah dalam dirinya. Dia tidak bisa memberi pembenaran, karena memang dia bersalah."Mama!" Suara Jean tiba-tiba terdengar dari ambang pintu kamarnya. Jenar menoleh ketika gadis kecil itu berlari dengan membawa selembar kertas diikuti pembantunya. Jenar tersenyum. "Ada apa?" Dia berusaha menutupi kesedihannya. Jean tidak boleh tahu luka yang dia dapatkan hari ini. "Aku dapat nilai 100!" Jean memamerkan hasil gambarnya. "Guruku bilang Jean akan jadi seniman yang hebat!"Jenar tersenyum semakin lebar. Dia mengusap puncak kepala putrinya. "Kerja yang bagus, Jean.""Mama Jenar juga yakin kalau suatu saat nanti kamu akan menjadi seniman yang hebat, kamu suka melukis?" tanya Jenar. Jean manggut-manggut. "Sangat suka!" "Kalau begitu, nanti Mama akan hadiahkan
Baca selengkapnya

133. Tolong, Ceraikan Aku!

Jenar duduk di hadapan Julian. Dia mengumpulkan banyak keberanian untuk menatap suaminya."Ada yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Julian. "Sepertinya ada yang ingin kamu sampaikan."Julian meletakkan koran di atas meja. Pandangan mata yang sekarang hanya untuk Jenar. "Kamu mau membicarakan tentang Julio? Sudah aku bilang dia pergi ke luar negeri karena keputusannya.""Aku tahu semuanya." Jenar tiba-tiba berbicara aneh. Kalimatnya tidak tentu arah.Julian memandangnya dengan serius. "Kamu tahu tentang apa?" tanyanya. Julian masih bingung dengan Jenar yang tiba-tiba begini. "Apa yang kamu lakukan dengan Luce saat kamu pergi bisnis, kamu sering mampir ke rumahnya, hubungan kalian yang ada di belakangku." Jenar memberanikan diri untuk membahas ini.Seharian penuh dia tidak fokus. Jenar tidak bisa melupakan permasalahan ini begitu saja.Julian mengubah raut wajahnya, terkejut bercampur sedih dalam waktu yang sama. Jenar tahu lebih cepat dari dugaannya. "Benarkah kamu tahu semuany
Baca selengkapnya

134. Perpisahan Ibu Tiri

"Papa dan Jenar akan bercerai?" Jasmine terkejut mendengarnya. Dia menatap papanya yang menunduk, tidak berani memandangnya. Jenar seperti orang habis menangis. Wajahnya begitu lesu, dengan kedua mata sembab dan hidung yang memerah. Jasmine diberi kejutan setelah dia pulang sekolah."Papa yakin?" Jasmine bertanya dengan sedikit ragu. Anehnya, perasaannya tidak selega yang dia pikirkan.Seharusnya Jasmine bahagia, setidaknya dia bisa merayakan kemenangannya. Pada akhirnya Jenar memang menyerah, tidak mau berjuang lebih lama lagi.Jenar menatap Jasmine. "Aku melakukan ini bukan karena aku mengalah darimu."Julian menoleh pada Jenar. Itu bukan kata-kata perpisahan yang pantas untuk dikatakan."Aku melakukannya untuk menebus dosaku." Jenar tersenyum tipis. "Yang kamu katakan benar, setidaknya aku harus punya malu."Jasmine merinding mendengar kalimatnya. "Kamu serius mau mengatakan di depan papa?""Aku tidak membencimu, Jasmine." Jenar tersenyum tipis. "Kamu sudah aku anggap sebagai anak
Baca selengkapnya

135. Kehidupan Awal

Jenar memandang rumah sederhana di depannya. Pada akhirnya dia kembali ke rumah ini lagi. Jenar tinggal menunggu surat perceraian datang padanya. "Jenar." Sarah memanggilnya. Jenar menoleh, tersenyum seadanya. Sarah berdiri di samping Jenar. Dia ikut memandang rumah di depannya. Jenar datang membawa koper, khas orang yang baru pindahan. Tentu saja, membawa serta luka di dalam hatinya."Kamu benar-benar akan bercerai dengan Pak Julian?" tanya Sarah dengan nada gusar. "Kenapa tidak mencoba dibicarakan lagi?"Jenar tersenyum padanya. Dia menggelengkan kepalanya yakin. "Aku hanya akan hidup dalam rasa bersalah.""Aku tidak yakin bisa bahagia dengan mempertahankan rumah tanggaku di atas kebohongan, Sarah." Jenar menjawab dengan nada gusar. Dia memang tidak mau menyerah, tetapi keadaan menamparnya lebih keras dari dugaan Jenar.Sarah memandangnya. Dia mengumpulkan keberanian untuk mengatakan semuanya dengan jujur. "Semuanya karena diriku."Jenar menoleh. Ditatapnya Sarah dengan serius. "K
Baca selengkapnya

137. Mantan Anak Tiri

Jenar menatap heran Jasmine yang berdiri di depannya hari ini. Bukan tentang penampilan gadis ini yang jauh lebih dewasa, tetapi tentang apa yang dia bawa datang kemari. "Kamu kesambet apa?" Sarah berbisik di samping Jasmine. Sedangkan gadis itu tanpa jawaban, melirik ke arahnya."Kesambar petir?" Sarah menukas lagi. "Jangan-jangan kerasukan setan?" Dia tertawa kecil. Jasmine berdecak. Melirik Sarah yang tertawa atas dirinya. "Bukan urusan kami," jawab Jasmine pada akhirnya. "Duduklah." Jenar memerintah dengan lembut. Dia tersenyum sembari menunjuk kursi kosong di depannya. "Kalau mau berbicara, lebih baik saling duduk dan saling memandang kan?"Jasmine tidak punya pilihan lain. Dia mengangguk, sedikit terpaksa. Jasmine duduk di depan Jenar. Padahal dia hanya datang untuk memberikan semua hadiah ini. "Sarah, bisa tolong buatkan teh?" timpal Jenar padanya. "Kita kedatangan tamu sekarang."Sarah melirik Jasmine, kemudian kembali menatap Jenar. "Sepertinya dia tidak akan ....""Aku m
Baca selengkapnya

138. Masa Lalu Yang Belum Usai

"Jenar?" Sarah menghampirinya. "Kamu ngapain duduk di sini sendiri?"Sarah duduk di samping Jenar. "Soal pembicaraanmu dengan Jasmine tadi?" Perempuan itu tersenyum seadanya. "Aku kira kamu tidak akan peduli. Faktanya, kamu memang harus segera lepas dari keluarga itu."Jenar menghela napas. "Bagaimana jika ternyata ini adalah anaknya Pak Julian?" Sarah menoleh. Ditatapnya Jenar dalam diam."Bukankah itu artinya keputusanku salah?" tanyanya lagi. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan setelah itu?" Sarah tersenyum tipis. Dia menganggukkan kepalanya. "Kamu benar. Akan tetapi, akan sangat sulit untuk kembali.""Jadi lebih baik kamu mengikhlaskannya," tutur Sarah dengan lembut. "Toh juga kamu tidak bisa melakukan apapun.""Menyesali semua keputusanmu, tidak akan mengubah keadaan, Jenar." Sarah tersenyum padanya. "Menyesal juga hanya akan menyiksamu, Jenar."Jenar tidak memberi jawaban apapun. Dia tersenyum sembari menatap langit yang ada di atasnya. "Mau itu anak Pak Julian atau Ju
Baca selengkapnya

139. Anak Tiri Datang Lagi

"Aku ingin menitipkan Jean untuk satu hari. Aku harap kamu mengerti kesibukanku, Jenar."Jenar berdiam diri. Fokusnya hanya untuk Jean. Gadis kecil yang malang, bukan tentang harta tetapi tentang kasih sayang. "Papa akan pulang larut malam, biarkan Jean tidur di sini." Jasmine membuat suara di sisi Jenar. "Aku tidak bisa membawanya pulang malam ini."Jenar menoleh. Ditatapnya Jasmine dalam diam. Senyumnya juga terpaksa diberikan, mencoba membangun kenyamanan di antara mereka berdua. "Kamu gak pulang?" Jenar menyahut ketika tidak ada suara dari Jasmine lagi. "Kamu perlu mandi dan membersihkan dirimu," ucapnya. Jasmine menggelengkan kepalanya. "Aku malas pulang." Dia membuka isi tasnya. "Aku mau bawa baju dan perlengkapan mandi."Dia terdiam ketika Jenar memandangnya dengan aneh. Ada banyak pertanyaan di dalam kepala Jenar sekarang. "Sepertinya aku mandi di rumah ini," kata Jasmine pada akhirnya. "Aku juga akan bermalam di sini." Dia menunduk, entah malu atau takut Jenar menolaknya.
Baca selengkapnya

140. Permintaan Terakhir

"Kenapa gak masuk?" Jenar menoleh karena pertanyaan itu. Jasmine berdiri di ambang pintu dapur memandang ke arahnya. Jasmine perlahan-lahan berjalan mendekatinya. "Nggak nyaman karena aku ada di sini?" tanyanya dengan lembut. Jasmine duduk di samping Jenar, sedikit bercelah.Jenar menggelengkan kepalanya sembari menghela nafas seadanya. "Kamu nggak belajar? Papamu bilang ini adalah musim ujian, seharusnya kamu lebih banyak belajar."Bahkan, cara Jenar menasehati dirinya pun sudah berubah. Terkesan acuh tak acuh. Mau mengabaikan, rupanya Jenar tidak tega. "Aku sudah pintar. Nggak perlu belajar keras seperti yang lainnya." Jasmine tertawa di penghujung kalimat. "Papa juga mengakui kemampuan itu."Jenar tersenyum miring. Itu sedikit menghibur keresahannya. "Ada yang ingin aku katakan, Jenar." Jasmine memutar tubuhnya serong untuk menatap ke arah Jenar. Tentu saja keraguan menyerbu dirinya."Aku tahu ini terdengar basa-basi, tetapi kamu tidak berniat untuk kembali ke rumah?" tanya Jas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status