Home / Pernikahan / Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Tujuh Perkara Sang Ibu Sambung: Chapter 111 - Chapter 120

154 Chapters

110. Kafetaria

"Luce?" Julian sedikit terkejut ketika melihat mantan istrinya berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. "Kenapa kemari?" tanyanya. Luce tak memberi jawaban, dia tersenyum lalu memeluk Julian. Julian tak punya pilihan lain selain membalas Luce, akan aneh jika memarahinya dan menyuruh Luce pergi begitu saja. Kenyatannya Julian berhutang banyak pada mantan istrinya ini.Luce melepas pelukan. "Aku ada kabar baik untuk kamu, Julian," ucap Luce penuh perhatian. Dari caranya tersenyum, Julian menebak itu adalah kabar baik tentang kunjung mereka kemarin malam. "Tentang Mr. Pratt?" tanya Julian menelisik. Harapannya begitu besar pada pria berkebangsaan Amerika-Indonesia itu. Luce manggut-manggut. "Aku rasa kita harus membicarakan ini di luar kantor. Aku akan cari tempat yang nyaman, Julian."Julian terdiam sesaat. Dia punya banyak pertimbangan di sini. Lelaki itu terlalu jauh melangkah bersama Luce. Sejenak melupakan kenyataan tentang Luce dan dirinya yang tidak seharusnya bermalam bersama
Read more

111. Ketauan Selingkuhan

Julian membisu. Dia bahkan tidak berani memandang perempuan yang jauh lebih muda darinya yaitu. Sarah menangkap basah dirinya, meskipun Julian tidak yakin dia sedang berselingkuh."Aku tidak akan mengadukannya pada Jenar." Sarah membuat pembicaraan. "Itu pemikiranku sebelumnya."Alis Julian pun terangkat, melihat bagaimana Sarah mempermainkan pendiriannya."Tapi setelah mendengar kalimat dari wanita itu, aku jadi berpikir ulang untuk mengatakannya," imbuh Sarah. Senyumnya menghina keresahan Julian.Julian mengerti persahabatan mereka jauh lebih penting dari apapun. Dia tersenyum tipis pada Sarah. "Biarkan aku yang bilang sendiri padanya."Sarah yang awalnya diam tiba-tiba tertawa. Baginya, kalimat Julian menggelitik perutnya. "Aku harap kamu mengerti apa maksudnya." Julian berusaha berbicara dengan lembut. "Ini masalah rumah tanggaku. Dia sudah menjadi istriku sekarang, bukan lagi teman dekatmu."Sarah menganggukkan kepalanya. "Pak Julian berpikir kalau dia sudah menikah itu artinya
Read more

112. Kejutan dari Sarah!

Bagi Julian dia baru saja diselamatkan dari bahaya yang besar. Sarah benar-benar mempermalukan dan mempermainkan dirinya, sepertinya memang itulah tujuannya. "Jenar. Aku ingin tanya sesuatu sama kamu," ucap Julian. Dia menghentikan Jenar yang hampir melepaskan jaketnya.Jenar memandang Julian dengan polos, seperti tidak pernah terjadi apapun sebelumnya. "Kenapa kamu datang di cafe itu tadi?" Julian sedikit gagap dalam berbicara. Rasa takut mengusir kenyamanannya. Julian berharap penuh pada Jenar saat ini. "Kamu tidak seharusnya datang, karena di sana tidak ada apa-apa."Jenar yang awalnya terdiam kini perlahan-lahan melengkungkan senyum. "Karena Sarah mengirimi aku pesan, jadi aku datang ke sana."Julian masih belum dilegakan. Rasa was-was masih bergemuruh di dalam hatinya. "Emangnya dia mengirim pesan apa sama kamu, sampai-sampai kamu jauh datang ke sana dan meninggalkan rumah?"Jenar berusaha untuk terlihat biasa saja, meskipun ada pertanyaan besar di dalam kepalanya. "Sarah yan
Read more

113. Anak Tiri Sialan

Jenar membawa banyak makanan, kiranya dia ingin menghibur Julio yang duduk sendiri di taman belakang rumah."Tumben tidak main ke luar?" Jenar duduk tak jauh dari Julio. "Kamu jarang di rumah kalau jam segini."Julia tidak mau menggubrisnya, berusaha untuk mengabaikan Jenar saat ini. "Kamu akan segera lulus, jadi pastikan kamu melakukan semuanya dengan maksimal." Jenar berbicara sembari sibuk menata piring buang di depan Julio. "Jangan menyesali apapun.""Kenapa berpura-pura?" Julio mengubah topik. Mata elangnya berusaha membuat tatapan intens. Jenar memandang ke arahnya. Sekarang dia berpikir ulang untuk melanjutkan pembicaraan mereka. "Kamu bersikap seolah-olah tidak ada apapun di antara kita?" Julio tidak mau mengalah. "Aku yakin kamu ingat semua yang terjadi malam itu."Jenar hanya memandangnya, berdebat dengan Julio pun tidak akan ada untungnya. "Jenar, berhenti berpura-pura!" Julio kesal di tempatnya. "Aku tahu kamu menahan sesuatu dalam hatimu.""Julio, aku adalah ibumu." J
Read more

114. Kenangan Luce

Pagi menyambut Jenar. Kembali pada rutinitas yang mulai membosankan untuknya, tetapi anehnya dia tidak mau berhenti atau lari dari hidupnya sekarang.Setelah menyelesaikan semua tugasnya di rumah, memastikan suami dan anak-anaknya memulai aktivitas mereka masing-masing, Jenar memutuskan untuk mencari udara segar. Taman kota yang tak jauh dari rumah adalah pilihannya sekarang. Memandang orang-orang adalah caranya untuk menyembuhkan keresahan sekaligus kesepian dalam hatinya."Aku meneleponmu sejak tadi, ternyata kamu ada di sini." Suara Luce tidak hanya ada dalam imajinasinya, tetapi Jenar melihat perawakannya sekarang.Luce tersenyum miring ketika pandangan mata mereka bertemu. "Kamu juga sedang menggenggam ponselmu, tetapi kamu mengabaikan panggilan dariku?""Aku tidak punya alasan untuk menjawabnya." Jenar berbicara dengan ketus. "Kita tidak ada urusan sebelumnya, jadi aku rasa akan sedikit aneh jika aku berbicara banyak denganmu."Luce hanya tertawa ringan. Dia mengeluarkan sesuat
Read more

115. Ceraikan suamimu!

Suara pintu diketuk, Jenar menyambut siapa yang datang. Itu adalah Sarah."Aku mengganggu soremu?" Sarah tersenyum kuda ketika Jenar menyambutnya dengan pelukan. "Aku harap tidak mengganggu."Jenar menggelengkan kepalanya yakin. "Tentu saja tidak mengganggu. Aku memang sedang tidak punya teman hari ini."Senar mempersilahkan Sarah masuk ke dalam rumahnya. Ini bukan kali pertamanya Sarah datang, jadi suasananya sama sekali tidak asing untuk dirinya. "Tidak ada orang di rumah?" tanya Sarah. Dia duduk di atas sofa. "Anakmu yang paling kecil?"Jenar menggelengkan kepalanya. "Mau aku buatkan teh?" Dia berusaha mengacaukan tutup pembicaraan. "Sepertinya kamu baru dari cafe. Kamu pasti lelah bekerja.""Cih, kamu itu kebiasaan kalau ditanya apa jawabnya apa!" Sarah mendegus pelan. "Di mana putrimu yang paling kecil?"Jenar tak menjawab, dia memandang Sarah penuh pertanyaan, berharap Sarah menjawab pertanyaannya yang tadi."Nggak usah buatkan minum. Aku tidak bisa lama, aku ada urusan lain s
Read more

116. Pertemanan Harga Segepok Uang

"Lalu kenapa kamu bilang dan mengakuinya?"Sarah menghela nafasnya panjang. "Aku terus memikirkannya. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan tenang.""Aku berusaha untuk meyakinkan diriku bahwa apa yang aku lakukan itu sudah benar, tetapi aku tidak bisa menghilangkan kecemasan karena sudah membohongi." Sarah memasang wajah sedih di depan Jenar. "Aku muak dengan diriku sendiri ketika mulai merasa bersalah padamu."Dalam hati, Jenar menaruh iba pada temannya ini. Ingin memeluk Sarah dan mengatakan bahwa dia tidak seharusnya memohon kata maaf, berbicara tentang kerasnya hidup yang sedang dialami oleh teman masa kecilnya itu. Akan tetapi, Jenar saja sedang mencoba melawan permasalahannya sendiri. "Aku akan terjaga di malam hari, aku terus memikirkan bagaimana perasaanmu Jika kamu tahu ini dari orang lain," imbuh sarah. Dia melirihkan nada bicara. "Itu sebabnya aku bicara langsung padamu.""Jenar, Aku tahu kamu marah dan kecewa sama aku." Sarah berusaha mendekatinya perlahan-lahan, dia mengen
Read more

117. Kehamilan Jenar?

“Tukang kebun bilang kamu kedatangan tamu.” Julian berbicara sembari menyibukkan diri dengan gantungan baju di depannya, memilih kaos yang pas untuk dikenakan di malam yang dingin ini.Jenar tersenyum pasti. “Sarah.”Julian menoleh, tak jadi mengambil baju. “Kenapa dia datang?” tanyanya. “Tumben sekali.”Sebiasa mungkin, Julian menyembunyikan rasa terkejutnya. Sedikit was-was kalau sudah menyebut nama gadis licik itu. Dia sudah mempermainkan Julian kemarin.“Dia meminta aku menceraikan kamu, Mas.” Jenar blak-blakan.Kalimat Jenar lebih menarik untuk dibahas. Julian tak jadi mengambil baju, dia memilih telanjang dada, memandang Jenar yang melipat selimut di ujung ranjang.“Kenapa begitu?” Julian tak penasaran, dia hanya sedang memastikan saja.Jenar tersenyum padanya. “Katanya kita tidak cocok.” Jenar berbelit. “Kamu orang kaya dan aku tidak bisa
Read more

118. Itu Anak Siapa?

Tes kehamilan menjadi momok luar biasa untuk Jenar saat ini. Dua garis merah menandakan bahwa ada kehidupan di dalam perutnya. Jenar hamil, dia positif mengkonfirmasi itu."Aku benar-benar hamil." Jenar bergumam seorang diri di dalam kamar mandi.Seharusnya kehamilan menjadi sesuatu yang membanggakan, tanda bahwa hubungan dia dan suaminya akan semakin erat.Jenar menghela nafas. "Sekarang aku harus gimana?" Memandang dirinya sendiri dari pantulan cermin di depannya. "Haruskah aku menggugurkannya atau gimana?"Jenar tak punya pilihan, dia juga tidak cukup berani untuk menggugurkan kandungannya.Keluar dari kamar mandi, Jenar disambut Mariani yang menunggunya dengan tatapan pasti."Bagaimana hasilnya, Bu Jenar?" Dialah orang yang pertama kali akan bahagia.Jenar tersenyum canggung. "Aku hamil." "Benarkah?" Mariani bertepuk tangan, mirip ketika dia mendengar kehamilan putrinya. "Wah! Aku senang sekali."Mariani mengusap perut Jenar. "Kamu harus menjaga kehamilannya dengan baik, Bu Jena
Read more

119. Cemburu

"Memangnya salah kalau aku pulang ke rumahku sendiri?" Julian kembali berjalan. "Kamu yang menumpang di rumahku, bukan aku, Julio." Julian membuat tawa ringan dalam kalimatnya. Mencoba memancing suasana jauh lebih baik.Julian menatap putranya. "Lagian kamu ngapain di sini?" "Kamu tidak mau berangkat kuliah?" tanya Julian. "Dengan pakaianmu sekarang dan tas punggung itu, aku yakin kalau kamu mau ke kampus." Julian memandang perawakan tubuh jangkung Julio. "Kenapa malah diam di sini?" Julio menghela nafasnya panjang. "Bukan apa-apa.""Mas Julian sendiri kenapa pulang siang-siang begini?" tanya Jenar lembut. "Aku belum masak makan siang untukmu. Aku tidak tahu kalau kamu akan kembali makan siang."Benar seperti orang ketakutan, padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun. Julio tertawa kecil mendengarnya. Dia hampir menyahut, tetapi setelah pandangan matanya tak sengaja bertemu dengan Jenar, Julio memutuskan untuk mengurungkan niatnya. "Mas Julian biasanya mengabari dulu kalau mau
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status