Home / Pernikahan / Bukan Sekelumit Sesal / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Bukan Sekelumit Sesal: Chapter 71 - Chapter 80

95 Chapters

Part 71 Bahagia Sekaligus Resah

"Kamu kenapa tidak bilang kalau Arum sudah sadar dari tadi?" tanya Akram pada Adina yang hendak beranjak saat melihat kedatangan kakaknya yang menghampiri mereka dengan tergesa. "Supaya kamu tidak mengganggu kami bergosip," sindir mamanya cemberut. "Sudah bicara dengan papamu?" Akram mengangguk kemudian duduk melantai di sisi tempat tidur dan memeluk kaki mamanya. Kemudian meletakkan kepalanya dengan manja di pangkuan Novita. Matanya kembali berkaca-kaca ketika mengingat cerita papanya tadi. Melihat Arum melewati kehamilannya, ia juga yakin jika dulu mamanya mungkin lebih menderita karena hamil diusia yang masih sangat muda. "Terima kasih sudah mempertahankan Akram, Ma. Terima kasih juga sudah mau memberikan Akram kesempatan hidup dan kesempatan untuk merasakan jadi orang tua. Akram janji sama Mama, Akram akan hidup bahagia sama Arum. Akram ingin jadi anak, suami, kakak dan ayah yang bisa dibanggakan," ungkap Akram dengan air mata yang kembali jatuh di lekuk hidung mancungnya. Diam-
Read more

Part 72 Curiga

Lima hari berlalu sejak rahasia besar itu terkuak. Keadaan Arum pun mulai membaik. Sekarang ia sudah tidak diharuskan selalu berbaring di tempat tidur. Sore ini Akram pulang dari kantor dan langsung mencari keberadaannya. Semalam ia menginap di rumah orang tuanya agar tidak mengundang kecurigaan karena terlalu lama menginap di rumah omnya. Mendapati kamar tamu yang ditempatinya selama beberapa hari ini bersama Arum dalam keadaan kosong, membuatnya panik seketika. "Arum! Arum! Tante Uti…" panggil Akram yang beranjak ke dapur. Tapi yang didapatinya hanya ART paruh waktu tantenya yang sudah selesai merapikan dapur dan bersiap untuk pulang. "Bi, Bi Ama, Bibi lihat…." Telunjuk Akram mengarah ke arah pintu kamar tamu. Wanita paruh baya ini memang baru kembali bekerja hari ini sehingga menurut Akram wanita itu belum tahu apa-apa. "Istrinya Nak Akram ada di belakang, lagi makan jambu sama ibu. Kalau bapak belum pulang, Nak Alya cuma pulang sebentar, makan dan mandi, lalu pamit lagi ke tempa
Read more

Part 73 Istrinya

"Aish! Lintang ini tidur apa pindah ke dunia lain sih? Susah amat dia dihubungi. Tasya bilang kalau tadi calon suaminya itu habis operasi pasien, langsung balik ke Makassar. Masa iya masih tidur di pesawat terus balik lagi ke Surabaya? Harusnya kita itu minta disambut dan dijemput sama dia!" celutuk Ranu saat mereka sudah mendarat. "Menurut kamu Akram itu lagi ada masalah apa sih? Tidak biasanya Akram, Adina sama Alyana kompak diam seperti ini. Dua ceriwis itu mendadak diam juga Bian. Aneh bukan?" Masih dengan panggilan yang berdering di telinga kanannya, Ranu membantu membawa ransel besar milik Bian. Sementara Bian yang sejak tadi diam mengirim pesan hanya geleng-geleng kepala mendengar omelan sahabatnya. Sejujurnya ia juga sedikit heran karena seharian Lintang sulit dihubungi, begitu juga halnya Akram. Dosen yang satu itu memilih menghubungi pihak rumah sakit kemudian menghubungi Adina dan Riswan. Sama saja, tidak ada yang menjawab. Setelah pamit dengan rekan-rekannya, Bian dan Ra
Read more

Part 74 Wanita dan Dendam

“Harus apa?” tanya Lintang. Dokter itu tidak ingin terjebak rencana terselubung Ranu. “Kamu modus,” tukas Bian menarik turun tangan Ranu sampai menepuk lutut pemuda itu sendiri. “Padahal aku baru mau buat penawaran besar. Dari ceritanya Akram, pelakunya aku yakin 100% wanita yang dendam!” tegas Ranu. Sementara Bian dan Lintang saling lirik, Akram hanya menggeleng. “Aku serius, wanita yang dendam itu menakutkan seperti gunung berapi. Selalu menakuti kita dengan erupsinya, sama, wanita yang dendam juga begitu. Mereka selalu memantik agar target diaduk-aduk sendiri dengan emosinya," ungkap Ranu menggebu. Haslan terkekeh mendengar penuturan Ranu. Ia sepakat, karena itulah beberapa waktu lalu ia mengungkapkan hal tersebut pada keponakannya. Melihat mereka berempat berkumpul lagi di rumahnya mengingatkannya pada beberapa tahun lalu jika mereka datang untuk kerja tugas kemudian menginap. Sesuatu yang membuat rumahnya menjadi ramai dan tentu saja membuat istrinya senang menyiapkan kudapan
Read more

Part 75 Salah Paham Lagi

Lintang menoleh lalu bertanya, “Apa Arum punya pacar atau mantan?” Akram menggeleng lalu menyebutkan beberapa nama pria yang diingatnya saat diberitahu oleh Rian. Termasuk senior Arum yang sampai saat ini masih sering menanyakan Arum pada adik sepupunya. Pria itu cukup kaya dan mungkin saja diam-diam meminta orang lain memata-matainya. “Jika peneror itu seorang pria yang menyukai Arum, mungkin dia ingin agar anak kami tidak menjadi tanggungan Arum. Dia hanya berpura-pura sebagai orang yang dendam padaku atau orang tuaku. Karena jika papa mamaku tahu, mereka pasti berusaha mendapatkan hak asuh anakku bukan? Itu darah daging mereka juga,” tutur Akram mengutarakan hal yang sebenarnya diam-diam telah mengusiknya. Lintang tidak menjawab dan Akram menduga sahabatnya itu sudah pulas. Jam digital ponselnya sudah menunjukkan pukul 03.12 WITA dini hari. Akram kembali membuka mata. Sejak tadi ia mencoba untuk tidur, tapi hatinya masih dihinggapi resah. Melihat ketiga sahabatnya sudah terlelap
Read more

Part 76 Menyamakan Frekuensi

Akram memarkir mobilnya di anjungan Pantai Losari. Suasana sore ini tampak ramai namun tidak mampu menghibur hati dan pikirannya. Terlebih ponselnya tertinggal dan ia baru menyadari saat hendak menghubungi Bian. Setahunya sahabatnya yang satu itu belum berangkat ke Palu untuk sebuah proyek penelitian lanjutan. “Kak Akram?” sapa seseorang yang melaju dengan skateboard miliknya. Senyum merekah yang sudah tidak asing lagi di mata Akram. “Kamu di sini? Saya kira kamu lagi sama Adina?” tanyanya pada seorang pemuda yang mengenakan kaos hitam polos dan celana pendek selutut berwarna abu-abu. Pemuda itu tersenyum dan beranjak ke samping Akram. Skateboard miliknya disandarkan di bangku. “Saya Raiz Kak, bukan Faiz,” jawabnya. Lagi-lagi Akram salah orang, jadi malu. “Ah, sampai sekarang masih sulit untuk saya membedakan kalian. Kalian itu identik, bukan hanya dari rupa, tapi tingkahnya juga sama,” ujar Akram dan pemuda itu mengangguk mengakui bahwa ungkapan itu benar adanya. Sembari meregang
Read more

Part 77 Calon Ayah yang Manja

Awalnya hanya di pipi kanan saja titik air mata itu jatuh. Tapi ketika matanya berkedip, genangan di pelupuk mata Akram sudah tidak terbendung. Tetesan bening itu jatuh berkali-kali di kedua pipinya. Sebisa mungki ia menahan suaranya agar om dan tantenya tidak terbangun. Ia sama sekali tidak menduga jika Arum tahu keinginannya itu. “Na-nasabnya,” jawab Akram akhirnya tertunduk dan terduduk lemah di lantai. Pria itu membenamkan wajahnya di atas kedua lutut istrinya. Bibirnya terkatup rapat meredam isak tangis. Tapi bahunya yang bergetar hebat tidak mampu menyembunyikan betapa hancurnya pria itu membayangkan jika hal yang ditakutkannya sampai terjadi. Arum bukan orang tahu banyak tentang ajaran agama meski dirinya seorang muslim. Ia pernah mendengar hal itu namun tidak begitu memahaminya. Selama ini jika ia ingin meminta pendapat, maka terkadang ia akan bertanya pada salah seorang anggota pengajian yang merupakan teman atasannya. Usapan lembut di kepala Akram membuatnya mencengram ku
Read more

Part 78 Kejutan Pedih

Hastuti melirik keponakannya sekilas lalu berujar, “Tante bosan lihat kamu. Lagipula kami sudah tidak sabar mau bergosip, eh… kamu belum peka juga buat cepat-cepat pergi. Belajar dong kayak om kamu. Dia cuma duduk sebentar, terus pamit ke kamar. Ini sudah sore, harusnya kamu mandi dan siap-siap ke masjid!” Arum dan Alyana tidak bisa menahan tawa melihat Akram tercengang. Suara bel yang terdengar mengalihkan perhatian mereka. Alyana yang begitu bersemangat keluar seolah yang datang memanglah tamu yang dinanti. Hanya berselang beberapa menit ia kembali dengan membawa bungkusan paket yang cukup besar. “Kamu beli apa, Nak?” tanya Hastuti tersenyum melihat putrinya yang begitu semangat membuka bungkusan paketnya. “Baju rajut, Umi. Cuma modal jari klik ini itu, Alya disuruh Kak Akram beli baju rajut. Sebenarnya paket ini tuh punyanya Kak Arum. Kak Akram bayarnya enam, tiga buat istrinya,” kata Alya dengan penuh semangat mendorong baju rajut ukuran over size itu pada Akram. “Tapi aku maun
Read more

Part 79 Jangan Sekarang

Ponsel Akram berdering dengan private number. Namun ia mengabaikannya saat mendengar tepuk tangan para tamu atas sambutan yang diberikan papanya dan rekan terpilihnya. Akan tetapi, ia akhirnya meraih ponsel saat melihat ada notifikasi pesan berisi foto. Karena rasa penasarannya, Akram pun membuka pesan tersebut. Seketika matanya membelalak melihat foto papanya di atas panggung. Foto yang baru saja diterimanya itu menunjukkan jika pelaku yang menerornya berada di sekitarnya. Akram mulai memperhatikan ke arah kanan. Arah yang menurutnya sudut pengambilan gambar dari foto itu. Matanya mulai memindai siapa di antara mereka yang terlihat mencurigakan. Melihat beberapa orang menunjukkan reaksi syok, Akram turut menoleh ke arah panggung. Papanya dibidik dan yang terpikirkan olehnya adalah menyelamatkan papanya. Akram berlari menyusul Riswan yang sudah beranjak lebih dulu disusul oleh Latief. Omnya itu sempat menoleh dan meminta sang istri tidak beranjak. Akram hanya tahu jika di belakangny
Read more

Part 80 Rahasia Lain Akram

Arum baru saja meletakkan gelas susunya yang sudah kosong. Ponselnya berdering tapi belum sempat ia mengecek nama si penelpon, sebuah pesan masuk di kotak pesannya. Ternyata berisi video yang diawali dengan penutupan pidato dari papa mertuanya. Arum masih ingat betapa hangatnya senyum Ardan kala mengusap puncak kepalanya. Papa mertuanya juga kadang bertanya apakah dirinya ngidam dan ingin sesuatu, maka jangan sungkan memintanya. Sebuah perlakuan yang dulu tidak pernah berani diharapkannya. Senyuman Ardan mengingatkannya pada ayah kandungnya. Perlahan setelah tepuk tangan meriah itu, senyum Arum luntur. Fakta hubungannya dengan Akram dibongkar dalam acara itu. Arum yakin jika semua orang yang mengenalnya pasti sudah tahu termasuk keluarga di Jakarta, teman-temannya, atasannya dan rekan-rekan kerjanya. Brakk!!! Ponsel Arum baru saja membentur lantai keramik dan mengejutkan Danu dan Wina. Keduanya memang berada di sini untuk menemaninya. Wina langsung berlari ke arahnya dan memegangin
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status