Home / Pernikahan / Bukan Sekelumit Sesal / Part 78 Kejutan Pedih

Share

Part 78 Kejutan Pedih

Author: Rat!hka saja
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Hastuti melirik keponakannya sekilas lalu berujar, “Tante bosan lihat kamu. Lagipula kami sudah tidak sabar mau bergosip, eh… kamu belum peka juga buat cepat-cepat pergi. Belajar dong kayak om kamu. Dia cuma duduk sebentar, terus pamit ke kamar. Ini sudah sore, harusnya kamu mandi dan siap-siap ke masjid!”

Arum dan Alyana tidak bisa menahan tawa melihat Akram tercengang. Suara bel yang terdengar mengalihkan perhatian mereka. Alyana yang begitu bersemangat keluar seolah yang datang memanglah tamu yang dinanti. Hanya berselang beberapa menit ia kembali dengan membawa bungkusan paket yang cukup besar.

“Kamu beli apa, Nak?” tanya Hastuti tersenyum melihat putrinya yang begitu semangat membuka bungkusan paketnya.

“Baju rajut, Umi. Cuma modal jari klik ini itu, Alya disuruh Kak Akram beli baju rajut. Sebenarnya paket ini tuh punyanya Kak Arum. Kak Akram bayarnya enam, tiga buat istrinya,” kata Alya dengan penuh semangat mendorong baju rajut ukuran over size itu pada Akram.

“Tapi aku maun
Rat!hka saja

Harus bilang apa nih? Mau tanya apa? Aku juga bingung dan syok, serasa jadi wartawan di acara itu tapi takut kena teror.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kurnia Sari
Akram kena tembak???.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 79 Jangan Sekarang

    Ponsel Akram berdering dengan private number. Namun ia mengabaikannya saat mendengar tepuk tangan para tamu atas sambutan yang diberikan papanya dan rekan terpilihnya. Akan tetapi, ia akhirnya meraih ponsel saat melihat ada notifikasi pesan berisi foto. Karena rasa penasarannya, Akram pun membuka pesan tersebut. Seketika matanya membelalak melihat foto papanya di atas panggung. Foto yang baru saja diterimanya itu menunjukkan jika pelaku yang menerornya berada di sekitarnya. Akram mulai memperhatikan ke arah kanan. Arah yang menurutnya sudut pengambilan gambar dari foto itu. Matanya mulai memindai siapa di antara mereka yang terlihat mencurigakan. Melihat beberapa orang menunjukkan reaksi syok, Akram turut menoleh ke arah panggung. Papanya dibidik dan yang terpikirkan olehnya adalah menyelamatkan papanya. Akram berlari menyusul Riswan yang sudah beranjak lebih dulu disusul oleh Latief. Omnya itu sempat menoleh dan meminta sang istri tidak beranjak. Akram hanya tahu jika di belakangny

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 80 Rahasia Lain Akram

    Arum baru saja meletakkan gelas susunya yang sudah kosong. Ponselnya berdering tapi belum sempat ia mengecek nama si penelpon, sebuah pesan masuk di kotak pesannya. Ternyata berisi video yang diawali dengan penutupan pidato dari papa mertuanya. Arum masih ingat betapa hangatnya senyum Ardan kala mengusap puncak kepalanya. Papa mertuanya juga kadang bertanya apakah dirinya ngidam dan ingin sesuatu, maka jangan sungkan memintanya. Sebuah perlakuan yang dulu tidak pernah berani diharapkannya. Senyuman Ardan mengingatkannya pada ayah kandungnya. Perlahan setelah tepuk tangan meriah itu, senyum Arum luntur. Fakta hubungannya dengan Akram dibongkar dalam acara itu. Arum yakin jika semua orang yang mengenalnya pasti sudah tahu termasuk keluarga di Jakarta, teman-temannya, atasannya dan rekan-rekan kerjanya. Brakk!!! Ponsel Arum baru saja membentur lantai keramik dan mengejutkan Danu dan Wina. Keduanya memang berada di sini untuk menemaninya. Wina langsung berlari ke arahnya dan memegangin

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 81 Terduga Pelaku

    "Bagaimana kondisi putra kami, Dokter? Dia baik-baik saja, kan?" desak Ardan. "Sejauh ini aman, pasien mampu bertahan. Pelurunya sudah berhasil dikeluarkan. Beruntung karena peluru tidak mengenai jantung. Tepatnya sekitar tiga centimeter di dekat jantung, tapi menyebabkan salah satu rusuknya patah. Mohon maaf, saya harus menyampaikan hal ini, kondisi pasien masih kritis dan masih harus dipantau. Kami akan upayakan yang terbaik untuk pasien. Kita sama-sama berdoa untuk keselamatannya. Saya ingin tahu siapa dokter yang menangani luka tusuk di punggungnya. Ada hal yang perlu saya diskusikan," ujar dokter yang menangani operasi Akram. “Luka di punggung?” tanya Novita mengernyit. "Iya Dok, dari hasil pengamatan saya, itu luka tusuk," jawab dokter itu menatap Novita lalu beralih pada keluarga pasien bergantian. Harapannya ada salah seorang di antara mereka yang bisa menjelaskan. Pijakan Ardan goyah dan tubuhnya limbung. Haslan yang menahannya memberi kode dengan menekan kuat jempolnya di

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 82 Dia Sepertinya Rindu

    "Buat dirimu susah ditolak!" sahut Lintang yang baru saja keluar dari ruang ICU. Tadinya ia mengira hanya Ardan dan Haslan saja yang menunggu di luar ruangan. Ternyata Rian dan Riswan belum beranjak. "Prinsip macam apa itu?" tanya Latief tapi Lintang justru menanggapi dengan serius. Gebetan Adina itu tidak hanya menemui Riswan, Akram dan Alyana. Dia juga berhasil mengambil hati sahabat-sahabat Riswan dan Akram. Sebagai salah satu sahabat Riswan, Rian turut membenarkan dan pemuda itu sudah memenuhi tantangan darinya. "Om mau dengar rekaman suaranya waktu telpon Lintang, Bian sama Ranu dipanggilan grup?" tanya Lintang menawarkan. Dokter yang satu itu berjongkok di samping Riswan dan memutar recording dari panggilan telponnya. Ketiga pria paruh baya itu terkekeh dan Riswan merasa sangat bersyukur. Akhirnya sejak tadi, mereka bertiga bisa sejenak melupakan kesedihan yang menimpa mereka. "Sebenarnya gebetan Adina itu, dia putranya siapa, Wan? Di tempat bimbel itu, kata asisten om, tida

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 83 Penyintas Dalam Skenario

    "Sudah bangun?" Seorang wanita yang duduk di balik setir mobil itu mengulas senyum pada Arum. "Maaf, Ibu sebenarnya siapa? Kenapa Ibu mengancam saya seperti ini?" tanya Arum mencoba menjauh kala tangan wanita itu hendak mengusap wajahnya. Kuku yang panjang berwarna merah itu nampak menakutkan di mata Arum. Arum bisa menilai kelembutan dan ketulusan senyum wanita itu. Tapi sorot matanya berbeda, seakan wanita itu hendak menancapkan sesuatu padanya. Ada kebencian yang tersirat dan Arum semakin yakin ketika merasakan dagunya dicengkeram kuat. "Kamu itu penyintas dalam skenario yang sudah aku susun. Kamu bahkan sampai mengandung benih anak itu. Harusnya kamu itu tidak pernah muncul di sana dan mengacaukan semua ini!" Bisikan penuh penekanan itu membuat tubuh Arum gemetar. Arum mencoba memberanikan diri untuk kembali menatap wanita asing itu. "Apa yang Nyonya mau?" "Nyonya Helena. Aku ini temannya Novita dan kami berniat menjodohkan anak-anak kami. Tapi kamu malah menjebak Akram dan me

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 84 Lebih Berbahaya Dibanding Pelakor

    Akram akhirnya membuka mata, tersadar setelah tiga hari terbaring di ICU. Telinganya terus mencerna suara tangis di sekitarnya. Matanya yang mengerjap perlahan memindai ruangan serba putih hijau di sekitarnya. Seseorang duduk di samping tempatnya berbaring dengan kepala yang tertunduk di atas tumpuan tangan yang menggenggam tangannya. "Kak?!" seru Adina ketika merasakan tangannya merasakan remasan kecil. Kakaknya merespon dan ketika ia menoleh, kedua mata kakaknya menatapnya. "Papa... pa-" Akram kembali terpejam menahan sakit di bagian dadanya. Ia ingin tahu keadaan papanya karena yang teringat olehnya adalah saat Ardan berdiri di podium dan bidik. "Dok! Dokter! Dokter!" panggil Adina yang bergegas keluar untuk memberitahu jika kakaknya sudah sadar. Akram memandang punggung adiknya menjauh sampai terdengar suara benda bergeser. Otaknya masih bisa menerka itu pintu. Namun ia belum bisa memahami di mana dirinya saat ini sampai ia menoleh ke kiri melihat elektrokardiograf dan infus di

  • Bukan Sekelumit Sesal    Part 85 Rencana Licik Riswan

    Akram mengangguk dan mengatur posisi hospital bed sedikit tegak dari sebelumnya. Kemudian ia duduk di tepi dan menarik Arum dalam dekapannya. Meski susah payah dan harus menahan rasa sakit serta ngilu di dadanya, Akram tetap berusaha terlihat baik-baik saja. Dalam isak tangisnya Arum terus saja meminta maaf. Akram sendiri hanya diam membiarkan Arum mengungkapkan apa saja yang ingin disampaikannya. Gadis yang telah menderita karenanya itu meminta maaf karena tidak bisa menjaga putra mereka dengan baik. Arum menceritakan betapa ketakutannya dirinya saat memikirkan kondisi kandungannya. Menceritakan bahwa dengan sangat terpaksa Riswan menjauh dan menggantikan dirinya terkena suntikan. Arum merasa begitu bersalah karena ketidakberdayaannya. Akram sudah mendengar jika ada yang mencoba menyakiti Arum tapi berhasil digagalkan Riswan dan Rian. Meski begitu, keluarganya tidak menceritakan detail kejadiannya. "Sekarang semuanya sudah baik-baik saja. Kita semua sudah aman Arum. Putra kita juga

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 86 Dijenguk Calon Adik Ipar

    Pintu ruang rawat inap Akram dan Arum baru saja terbuka. Adina datang dengan menenteng kantong kresek berisi belanjaan dari minimarket lobi rumah sakit. Di belakangnya ada seorang pemuda bertubuh tinggi. Saking tingginya, Adina hanya sebatas bahunya saja. "Assalamualaikum," ucap keduanya. Salam pun dibalas oleh seluruh orang yang saat ini juga datang membesuk Akram dan Arum. Setelahnya tidak ada suara lain yang terdengar selain suara kantong kresek yang diletakkan Adina. Semua orang fokus menatap pemuda yang mengulas senyum sembari mengulurkan paper bag yang dibawanya pada Adina. "Saya tidak setampan aktor Tom Cruise. Jadi tolong, saya jangan ditatap terus," ucap pemuda itu santai. Tapi candaannya itu berhasil membuat mereka tersenyum menahan tawa. "Loh? Kamu bukannya atlet basket yang kembar itu ya? Hari itu kalian makan siang bersama di restonya tante kan, Ram?" tanya Farah teringat foto yang ditunjukkan karyawan restonya yang memang suka bergosip dan menoleh pada keponakannya ya

Latest chapter

  • Bukan Sekelumit Sesal   Extra Part 5 Kisah Cinta Fatur Hancur

    "Sayang, maaf ya hari ini aku tidak bisa temani mama kamu ke acara hajatan temannya. Sahabatku sakit, dia tinggal sendirian di kamar kostnya. Rencananya setelah belikan dia makan, aku mau bawa dia berobat ke klinik atau rumah sakit dekat kostnya," jelas kekasih Fatur yang terdengar berat hati menyampaikannya. Fatur melirik pintu kamar mamanya sejenak lalu membalas, "Iya, tidak apa. Nanti aku bilang sama mama. Kamu antarkan teman kamu berobat dulu. Kamu juga jaga kesehatan biar kamu tidak ikutan sakit. Belakangan cuaca memang tidak menentu." "Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang pengertian. Makin sayang deh sama kamu," gombal gadis itu tersenyum dari layar ponsel Fatur. Setelah saling balas dengan salam, akhirnya panggilan video itu mereka akhiri. Fatur entah mengapa merasa gamang. Mamanya sudah antusias ingin mengajak kekasihnya itu untuk menghabiskan waktu bersama. Rencananya setelah mampir sebentar ke acara hajatan teman, mamanya berniat ingin mengajak gadis yang hendak dilamar Fa

  • Bukan Sekelumit Sesal   Extra Part 4 Pengantin Dokter Preman

    Dua minggu berlalu setelah acara lamaran Riswan, kini mereka kembali merasakan suasana pesta. Kali ini mereka berkumpul di sebuah taman wisata yang menjadi lokasi akad sekaligus resepsi pernikahan Lintang dan Tasya. Kedua mempelai itu memang memilih taman ini agar segala rangkaian acara berpusat di satu tempat saja tanpa dekorasi berlebih. "Gugup?" tanya Akram pada sahabatnya yang sejak tadi melirik jam tangannya resah. "Mungkin," jawab Lintang mengatur napasnya berkali-kali. Akram mengulum senyum melihat Lintang meremas lutut kirinya. Menyelenggarakan acara di area outdoor seperti ini tidak juga mampu membuatnya bernapas lega. "Di taman ini aku sama Tasya pertama kali ketemu," ungkapnya mengenang kejadian beberapa tahun lalu. "Dan akan jadi gerbang pernikahan kamu," sambung Bian. "Aku sendiri merasa dejavu. Arum juga bilang begitu tadi. Dulu kami menikah di taman belakang Panti Asuhan Pradipta. Nuansanya kurang lebih seperti ini, meski ya… dekorasi kalian lebih mewah. Aku nikahny

  • Bukan Sekelumit Sesal   Extra Part 3 Pilihan Ranu Tanpa Ragu

    Mendengar Alyana menginginkan bulan, rasanya semua tulang Ranu retak. Sempat berpikir mungkin jantungnya juga ikut berhenti berdetak. Otaknya malas berpikir karena semakin lama ia justru putus asa karena tidak kunjung menemukan solusi. Di tengah keramaian Kota Hongkong, Ranu justru merasa sepi. Setelah mengikuti kompetisi game hari ini, ia meminta timnya untuk beristirahat lebih awal. Jangan sampai mereka menyadari jika pikirannya sedang kacau. Berjalan sendiri di trotoar sembari menikmati pemandangan kota malam hari, Ranu hanya berusaha untuk menyegarkan pikiran. Mungkin saja akan menemukan ide baru saat mengamati sekitarnya. Berbeda dengan Jakarta, di tempatnya saat ini lebih banyak pejalan kaki. Melihat beberapa detik lagi lampu lintas akan berubah warna, Ranu menghentikan langkah. Ia menunggu sampai lampu lalu lintas berubah hijau agar bisa menyebrang jalan. Mendongak menatap langit, Ranu tersenyum melihat bulan purnama yang indah itu. "Sulit membawa bulan itu padamu, Al. Kalau

  • Bukan Sekelumit Sesal   Extra Part 2 Dosen Typo Bilang Cantik

    Bian baru saja selesai memberikan kuliah. Rasa penasarannya akan keributan para mahasiswi di depan ruangannya tidak terbendung. Pasalnya, ruangannya yang berada di pojok itu sama sekali tidak memiliki objek menarik. Bukan karena dirinya tidak memiliki barang yang berkenaan dengan passion atau background dirinya sebagai dosen lingkungan. Akan tetapi, baru dua hari ini ruangannya dipindahkan sehingga belum sempat berbenah. Lantas, hal apa yang menarik di sana dan membuat mereka berkerumun? "Kalian kenapa berkumpul di depan ruangan saya?" tanya Bian. "Eh, Pak Bian, itu loh Pak, ada model cover novel ala CEO yang lagi nongkrong di ruangan Bapak," jawab salah seorang mahasiswi dengan mata berbinar. Bian akhirnya berdeham sehingga barisan di depannya mulai bergeser memberinya akses jalan. Ketika netranya mendapati punggung tegap seseorang di balut jas mahal, Bian kembali berdeham. Pria dengan kedua tangan bersembunyi di saku celananya itu berbalik tanpa mengulas senyum. Justru Bian ditat

  • Bukan Sekelumit Sesal   Extra Part 1 Pilihan Riswan

    Begitu mendengar Adijaya Ufraj meminta Riswan mengajak Risa dan putranya datang di acara resepsi pernikahan Akram dan Arum, Latief dan Farah terkejut. Mereka tidak tahu alasan dibalik keputusan pria lanjut usia itu. Riswan langsung mengiyakan, bahkan akan mengajak wanita pilihannya itu untuk segera menemui sang kakek. Kedua orang tuanya hanya tersenyum. Diam-diam Farah berharap suaminya juga tidak akan keberatan. Selama ini Farah seringkali memperhatikan Risa ketika memarkir mobilnya tidak jauh dari toko pakaian anak milik wanita itu. Latar belakang wanita itu juga sudah ia ketahui. Ibu tunggal itu adalah seorang yatim piatu. Pernikahan pertama Risa penuh siksaan ketika mendiang ibu tirinya sengaja menjualnya pada seorang juragan sapi. Kemudian menikahkan Risa dengan putra pertamanya yang pemabuk. Sayangnya, suami Risa seringkali menyiksanya dan parahnya berselingkuh saat Risa hamil. Berbulan-bulan hidup luntang-lantung dengan kerja serabutan demi memenuhi kebutuhan hidup bersama pu

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 90 Kejutan

    Beberapa bulan kemudian. Akram pulang dan wajahnya tersenyum lebar kala melihat putranya masih tertidur pulas di kasur lipat di ruang bersantai. Begitu pulas dibelai angin sepoi dari pintu taman samping rumah yang terbuka lebar. Boneka menyerupai robot itu masih setia dipeluk Aidan. Setelah mencium kening putranya, Akram beranjak ke kamar. Tentu saja dengan mengendap-endap agar Aidan tidak terusik. Begitu pintu kamarnya tertutup, telinganya mendengar suara percikan air di kamar mandi. Senyumnya merekah karena menduga Arum sedang mandi. Melirik jam tangannya, belum begitu sore, masih pukul 15.12 WITA. Diletakkannya sekotak perhiasan berwarna biru beludru di atas tempat tidur lalu menutup tirai jendela. Seikat bunga arum lili turut ia letakkan berdampingan dengan kotak itu. Setelah menyalakan lampu tidur di nakas, ia turut menyalakan beberapa lilin aroma terapi. Dengan tergesa Akram menabur mahkota bunga mawar merah di lantai. Berharap agar sang istri berlama-lama di dalam sana sampa

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 89 Jadi Rebutan

    "A-aku cuma tidak mau kamu kaget. Lagian masa siang-siang begi-" "Apa kita perlu ganti model plafonnya?" tanya Akram menunjuk ke atas. Arum mendongak dan memindai langit-langit kamar. Menurutnya tidak perlu diganti karena sudah sangat bagus. Sengatan kecil di lehernya membuatnya seketika membeku. Sang suami sudah beraksi tanpa sanggup dicegah lagi. Rosleting dress yang dikenakannya juga sudah ditarik turun. Usapan halus seringan bulu di punggungnya membuat sekujur tubuhnya gemetar. Bibir itu mengeksplorasi leher mulus hingga ke ujung bahunya. Arum membuka matanya kala sang suami menarik diri. Permainan suaminya membuat Arum yang tadinya menolak, hanya bisa pasrah terseret arus gairah. "Tidak ada aturan waktu, Sayang. Setiap kali… saat kita saling menginginkan," bisik Akram mengecup dagu istrinya dan kembali memagut bibir candunya. Tangannya tidak diam saja sehingga mampu membuai sang istri sampai terdengar desahan yang membuatnya menginginkan lebih. Dert… dert…. Suara ponsel mil

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 88 Tidak Bisa Menunggu Malam

    "Sayang, Aruuuuum. Aku kenapa kamu cuekin begini Arum? Sayang!" panggilnya lagi saat melihat istrinya malah beranjak. Sudah dua hari lalu istrinya tidak mengajaknya bicara. Selalu saja adik atau mamanya yang jadi perantara. Sejak malam gala premiere itu, Arum seakan menganggapnya robot. Makan dan pakaiannya disiapkan, tapi selalu dihindari. Malam itu bahkan Arum, Adina dan Aidan bermalam di rumah Latief dengan alasan ingin mencoba menu sarapan baru buatan Ardito. Sementara dirinya sudah sampai di rumah lebih dulu karena ia mengantar Haslan, Hastuti dan Alyana pulang. Sementara setahunya, istri dan anaknya ikut pulang bersama papanya. Arum berbalik dan langsung membalas, "Aku kenapa kamu bohongi begini Akram?" Akram tersenyum masam mendengar tawa keluarganya. Bukan tawa bahagia seperti tawa putranya yang sudah bisa telungkup sambil memukul-mukulkan tangannya di atas kasur lipatnya. Mungkin minta ayahnya untuk segera meraihnya. Keluarganya malah tertawa jahat karena seharian ini Ar

  • Bukan Sekelumit Sesal   Part 87 Ancaman Keluarga dan Atasan

    Novita tetap kekeuh pada pendiriannya sehingga membuat Akram tidak berkutik. Arum hanya bisa terdiam karena sejak awal ia sudah menyerahkan segala keputusan pada suaminya. Siang ini mereka sudah bisa pulang, begitu juga dengan bayi mereka yang sudah tiga hari ini dipindahkan dari inkubator. Hampir dua pekan berada di rumah sakit membuat Akram rindu rumah kontrakannya. Nara saja sampai bertanya kapan dirinya akan pulang. Mengedarkan pandangan, Akram tersenyum masam tanpa seorang pun yang mau mendukungnya. "Ma, masa Akram masih harus num-" Lirikan tajam Novita pada putranya kembali membuat Akram diam. Inginnya, Akram ulang ke rumah kontrakannya. Dengan percaya diri ia mengatakan bahwa dirinya sudah baik-baik saja, apalagi ada Danu dan Wina serta Nara di rumahnya. "Papa setuju sama mama kamu," sahut Ardan ketika putranya itu menatap penuh permohonan. Tadinya begitu bersemangat ingin segera pulang setelah hampir dua pekan dirawat, tapi kini Akram memelas. "Berharap pada tali rapuh," k

DMCA.com Protection Status