Home / Pernikahan / Setahun Tanpa Sentuhanmu / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Setahun Tanpa Sentuhanmu: Chapter 121 - Chapter 130

214 Chapters

121. Asisten Rumah Tangga Baru

Happy Reading*****Ketiga perempuan yang berada di ruang tamu itu mengembuskan napas lega. Kesalahpahaman dua sahabat itu sudah bisa diatasi. Namun, tidak dengan Fadil. Dia masih ada pikiran yang menggajal dalam hatinya. Entahlah, sebuah ketakutan yang tiba-tiba datang ketika memikirkan kista dalam rahim menantunya yang belum hilang dan keadaannya masih tetap sama. Walaupun sudah diobati, tetapi kista itu belum mengecil. Namun, Fadil sudah berjanji tadi. Akan selalu menjaga Risma dan tidak menyakitinya lagi. "Ya, sudah. Kita pamit pulang sekarang," ucap Fadil pada sahabatnya. "Tolong maafkan semua salahku, Lut."Lutfi diam saja, tetapi tetap menyalami Fadil meski, hanya setengah hati. Merangkul sahabatnya itu walau masih sedikit kesal. Sepeninggal keluarga Riswan, tak ada pembicaraan lanjutan tentang masalah yang sempat diperdebatkan tadi. Risma bahkan mengajak suaminya untuk segera pulang. Rasanya, masih tak percaya jika Intan sampai mengungkapkan masalah pernikahannya pada Lutfi
Read more

122. Sisi Gelap Indadari

Happy Reading*****Riswan menganga melihat keadaan resto yang disulap persis seperti klub-klub malam. Suara khas musik DJ dengan alunan irama rancak mengundang setiap tamu yang hadir untuk berjoget. Riswan menggelengkan kepala, sepertinya dia telah salah memilih partner kerja. Indadari tak seperti Fatiya, walau penampilannya tertutup sama seperti yang dikenakan saudaranya. Pantas setiap kali menghubungi Riswan, nada suara dan juga obrolannya terkesan sangat manja dan menggoda.Celingak-celinguk Riswan mencari keberadaan perempuan itu. Jika tahu seperti ini konsep acara pembukaan resto, maka dia tak akan menghadirinya. Seorang perempuan yang tengah dikelilingi para lelaki dengan setelan tunik dan celana kulot terlihat. Dari siluetnya, dipastikan bahwa perempuan itu adalah Indadari. Riswan mendekatinya dan mengucap salam. "Hai! Kapan datang, Mas?" tanya Indadari tanpa menjawab salam yang diucapkan Riswan. "Baru saja. Bisa kita ngobrol di tempat lain?" Suara Riswan berpacu dengan k
Read more

123. Kecelakaan

Happy Reading*****Indadari menyerahkan nampan berisi makanan pada Riswan. Lalu, berjalan pergi meninggalkan lelaki itu dengan senyuman yang tak dapat diartikan. Riswan mengambil nampan makanan itu. Memang benar ucapan Indadari. Sedari tadi perutnya belum terisi apa pun. Niat hati segara datang langsung pada pembukaan resto dan menikmati hidangan di sana buyar, semua akibat konsep yang ditampilkan oleh Indadari. Hotel tempat Riswan menginap tidaklah terlalu besar. Ada kursi tunggu di depan kamarnya yang berada di pojok kiri lantai itu. Riswan memanfaatkannya untuk makan. Malas jika harus membuka kamar yang sudah dikosongkannya tadi.Sepiring nasi dengan sayur sop dan juga sepotong ayam goreng ditambah perkedel kentang terlihat. Riswan menelan ludahnya, sungguh menggugah selera pikir lelaki itu. Tanpa memiliki kecurigaan apa pun, dia langsung melahap makanan tersebut dan menghabiskan tanpa sisa sama sekali. Meneguk jeruk hangat sebagai minumannya. Selang beberapa menit kemudian, Ri
Read more

124. Tegang

happy Reading*****"Lho, Mbak," teriak Hamdiyah panik. Pasalnya Risma terjatuh ke lantai. "Ya Allah gimana ini."Pikiran perempuan sepuh itu mulai kalut. Dia membuka pintu dan meminta tolong pada tetangga dengan berteriak. Salah satu tetangga yang tinggal tepat di sebelah rumah Risma yang sepertinya baru pulang, berlari menghampiri Hamdiyah. "Ada apa, Bu?" tanya si lelaki dan juga istrinya bersamaan."Tolong, Pak. Mbak Risma pingsan.""Astagfirullah," kaget keduanya. Meraka masuk dan menggotong Risma. Ditidurkan perempuan itu pada sofa di ruang tengah. "Pak Riswan ke mana, Bu?""Beliau lagi keluar kota, Pak. Tadi, Mbak Risma dapat telpon kalau beliau mengalami kecelakaan," terang Hamdiyah. "Astagfirullah," kata istri si tetangga. "Sudah menghubungi keluarga yang lain?""Sudah, Bu. Mereka sudah perjalanan ke mari." Hamdiyah mengoleskan minyak kayu putih pada telapak kaki Risma. Lalu, mendekatkan pada hidung. "Semoga mereka cepat sampai. Saya khawatir sekali dengan keadaan Bu Risma
Read more

125. Sedikit Curiga

Happy Reading*****Risma akan duduk, tetapi Lutfi mencegahnya. Lelaki itu membulatkan mata ketika si sulung bersikeras untuk bangun. "Besok kita jenguk Mas Riswan jika kesahatanmu sudah jauh lebih baik," nasihat Lutfi. "Sebentar lagi Mbak dipindahkan ke ruang inap. Pikirkan kandunganmu, Mbak. Di sana sudah ada Ayah Fadil dan bundamu. Percayalah, Mas Riswan pasti baik-baik saja."Risma meneteskan air mata, perkataan ayahnya memang benar. Dia harus menjaga kondisi janinnya. Sesuatu yang harus dilindungi melebihi nyawanya sendiri. Ketika seorang perawat masuk dan mengatakan bahwa Risma akan dipindahkan di ruang inap paviliun. Lutfi dan Rini mengangguk. Sementara Hamdiyah masih setia menunggu mereka di luar. "Bu, bisa minta tolong ambilkan HP-ku," pinta Risma pada Hamdiyah setelah satu jam lebih dia belum bisa menutupkan mata. "Mau apa, Mbak? Ayah Fadil barusan chat mereka belum sampai di rumah sakit tempat Mas Riswan dirawat." Lutfi berusaha mencegah putrinya agar tak mengkhawatirka
Read more

126. Jelaskan

Happy Reading*****Setelah menutup panggilan pada mertuanya Risma berpikir keras. Apa maksud dari kata lalai yang dikatakan pada Fadil dan siapa orang yang mengatakannya? Mungkinkah dia polisi atau siapa? Bukankah setiap kecelakaan lalu lintas pasti ada campur tangan polisi. Semakin lama dia berpikir tentang hal itu, semakin kepala berdenyut. "Aahh. Kenapa bisa seperti ini?""Mbak, kenapa?" tanya Hamdiyah kaget dengan teriakan Risma. "Saya lagi bingung, Bu?""Bingung kenapa, Mbak?" tanya suara bas di ambang pintu. "Ayah?""Iya. Kenapa bingung, Mbak?" ulang Lutfi. Di belakangnya ada Rini yang menenteng tas plastik."Barusan Mbak telpon Ayah Fadil dan nggak sengaja mendengar seseorang berbincang dengan beliau. Orang itu ngomong kalau Mas Riswan abai saat berkendara. Apa mungkin Mas Riswan mabuk saat itu, Yah? Atau abai yang dimaksud adalah hal lain?" tanya Risma penuh selidik. "Apa pernah Mas Riswan mabuk-mabukan selama ini?" tanya balim Lutfi. Melihat reaksi putrinya yang menggele
Read more

127. Kena Kau

Happy Reading*****"Ini siapa?" tanya Indadari dengan suara bergetar ketakutan. "Orang tua lelaki yang akan kamu celakai. Ingat, ya! Kalau sampai ada apa-apa sama Riswan. Maka, nama kamu juga akan terseret," kata Fadil tegas. Makin menciutkan nyali Indadari. "Maksud Anda apa? Saya bisa melaporkan Anda pada pihak berwajib dengan aduan teror dan pengancaman." Walaupun berkata demikian keras, tetapi hatinya sungguh ketakutan. Di seberang sana, suara decakan Fadil terdengar. "Silahkan kalau berani. Besok, ketika Riswan siuman dan bisa memberi pernyataan. Saya akan menyuruhnya membuat pernyataan bahwa kamulah yang telah memcampurkan obat pada Riswan. Kasus kecelakan Riswan sedang diselediki polisi. Kamu harus bertanggung jawab atas semua ini."Setelah mengatakannya, Fadil menutup telepon. Indadari melotot tak percaya. Kekonyolan yang dibuatnya tadi malam akan berakibat panjang. "Oh, Tuhan. Ternyata Mas Riswan mengalami kecelakaan semalam. Bagaimana ini? Jika sampai omongan bapak tadi
Read more

128. Perempuan itu?

Happy Reading*****"Hai, Ris," sapa Davian, "gimana keadaanmu? Aku dengar dari Zikri kamu baru keluar dari rumah sakit? Sorry, ya, nggak bisa jenguk." "Nggak papa, Dav. Seperti yang kamu lihat aku baik-baik saja." Risma melirik perempuan di sebelahnya. Entah mengapa, ada begitu banyak pertanyaan untuknya. Terutama mengenai suaminya, Risma juga ingin sekali mengetahui bagaimana acara pembukaan resto saat itu. Terus terang, kedua orang tuanya tak menyinggung sama sekali atau menceritakan kronologis tentang kecelakaan itu. Lirikan Risma pada perempuan di sebalah sahabatnya terlihat juga oleh Davian. "Sampai lupa mau ngenalin calon istriku," kata Davian, "kenalkan Ris, dia Indadari. Seorang perempuan yang akan mengenapkan separuhku. Insya Allah kami akan bertunangan minggu depan. Jangan lupa datang, ya," pintanya. Risma sedikit terkejut, tetapi segera bisa menguasai diri ketika melihat reaksi biasa saja dari Indadari. Perempuan di sebelah Davian itu tidak tersenyum ataupun mengatakan
Read more

129. Bohong

Happy Reading*****Indadari membuang muka. Entah mengapa pertanyaan Lutfi terasa menakutkan baginya. Dia memang tidak pernah bercerita pada Davian tentang hal satu itu. Oleh karena memiliki rasa ketertarikan pada Riswan. Cinta, rasanya tidak. Indadari, hanya ingin menggoda saja. Jika suami Risma membalasnya bukankah itu suatu bonus.Namun, alih-alih membalas godaan Indadari. Lelaki itu malah akan menjerumuskan dan memutus sepihak kontrak kerja sama mereka. Hati Indadari mulai resah. "Benarkah, Beb?" tanya Davian pada Indadari. "Berarti kamu sudah kenal sama Risma? Kok, tadi sok nggak kenal." Nada suara lelaki itu mulai naik sedikit. Heran juga apa yang menyebabkan kekasihnya menyembunyikan hal itu. Lutfi berdeham keras. Melirik pada putrinya dengan mengedikkan bahu. Mereka berdua seperti sedang berkata dalam hati masing-masing. Mengapa dan mengapa, Davian baru tahu setelah Lutfi berkata tadi. Indadari terlihat salah tingkah, bola mata bergerak tak tentu, duduknya juga berpindah po
Read more

130. Kenekatan Risma

Happy Reading*****Berkali-kali melakukan panggilan pada putrinya. Berkali-kali pulalah panggilan itu diabaikan oleh Risma. Lutfi mulai bingung, pada akhirnya dia memutuskan menelepon besannya dan memberitahukan bahwa kemungkinan Risma menyusul mereka ke Situbondo. Bukan tak tahu kekhawatiran yang terjadi pada ayahnya, Risma sengaja membiarkan. Nanti, saat dirinya telah sampai di rumah sakit dan bertemu dengan suaminya. Barulah Risma akan memberitahukan semua. Hampir pukul empat pagi Risma baru sampai di rumah sakit tempat suaminya dirawat. Dia turun dari taksi online yang ditumpanginya dengan memegang perut. Sedikit kaku karena terlalu lama duduk. Pinggangnya juga terasa sangat sakit sekali. "Maaf, Bu. Jam besuk belum waktunya. Bisa kembali nanti jam delapan nanti," kata Satpam yang berjaga. "Tapi, Pak. Saya jauh-jauh ke sini mau jenguk suami. Kalau saya harus balik, rasanya nggak mungkin apalagi harus menunggu sampai jam besuk," jawab Risma, "aduh. Kenapa perutku sakit sekali."
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
22
DMCA.com Protection Status