“Joko Tingkir ngumbe dawet, ojo dipikir marai mumet,” ujar Agam, sambil bernyanyi.“Iiih, apaan sih, Gam!” Inggit memonyongkan bibirnya. “Gimana caranya?”“Itu urusanku. Kita harus mengambil langkah yang cepat, Inggit. Kalau tidak kamu akan dipermainkan terus dengan mereka.”Inggit terdiam. Jantungnya berhenti berdetak seketika mendengar ucapan Agam. Bukan karena tak tega dengan apa yang akan terjadi dengan suaminya. Namun, terharu dengan Agam yang selalu ada membantu dirinya. Bahkan menghiburnya. Perlahan air matanya jatuh. Lelaki tak terlalu tampan itu, selalu memberi Inggit dukungan. Masih Inggit ingat saat awal ia curhat. Lelaki itu benar ada untuknya, tak terbayang bila semua ini tanpa Agam. Mungkin Inggit hanya menjadi bulan-bulanan suami hidung Belang. “Terima kasih, selagi lagi, aku tidak bisa membalas kebaikanmu, Gam,” kata Inggit sembari menangis. Dengan lembut Agam mengusap air mata Inggit yang menetes di pipi.“Percayalah, aku ikhlas membantu kamu. Banyak berdoa untuk m
Read more