Home / Rumah Tangga / Katamu Uang Tak Kenal Saudara / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Katamu Uang Tak Kenal Saudara : Chapter 111 - Chapter 120

139 Chapters

Pertanyaan mertua

Hatiku sakit' rasanya mendapati kenyataan bahwa ibu mertua lebih memihak Handoyo dan Meri. Apa yang membuat ibu begini? Saat Hadi menjadi korban Handoyo, laki-laki bangs*t itu dilepaskan oleh ibu, bahkan kami nggak boleh lapor polisi hingga membuat Tiara kecewa. Ibu hanya meminta Handoyo tanggung jawab penuh biaya pengobatan Hadi. Meskipun lewat rejeki dariku laki-laki jahanam itu membayar biaya pengobatan Hadi. Tapi, tetap saja dia bebas hukum. Aku sudah diam. Apakah kali ini aku harus diam? Aku tergugu menyesali keputusan Ibu. Kupuaskan tangisan ini, hingga suaraku serak, bahkan mataku terasa sembab. Aku benci ibu, aku benci. Aku benci sikap pilih kasihmu, Bu! Mereka yang kerap acuh, bahkan tak peduli padamu, malah kau bela terus. Hadi, Tiara, aku, suamiku, yang nyatanya sayang padamu malah sering engkau kecewakan. Ibu ... ada apa sebenarnya? Apa maksud dari semuanya ini? "Udah, Dek ... udah nangisnya!" Mas Rahman mengelus kepalaku yang dibalut jilbab. Entahlah, Mas ... hatiku
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more

Panggilan dari kantor polisi

Kening Suster kulihat mengernyit. Sepertinya si Suster ini aga marah. "Sudah dibilang, pasien jangan mikir berat dulu, masih aja ngeyel! Mbak, mau sembuh 'kan?" Suster ini menatapku dalam. Aku mengangguk tanpa suara menghirup oksigen sebanyak yang kubisa. "Kalo Mbak mau sembuh, tolong ... ikuti saran dokter, jangan mikir spaneng. Mas nya juga, jangan pancing emosi istrinya dong!" Si Suster ngomel. "Tenangkan pikirannya, nanti setengah jam lagi saya cek. Saya harap, bisa lepas oksigen. Oke?" Si Suster menatapku lagi. "Saya permisi dulu!" Pamitnya lalu pergi. Mataku terpejam sejenak, kuhirup oksigen ini sambil beristighfar agar hatiku lebih tenang. "Maafin ibu, Rum." Tanganku terasa digenggam. Mataku terbuka, aku mengangguk. Andai saja tidak kau bahas iparku itu, andai saja kau tak datang, Bu ... aku bisa lebih tenang. Ibu, ataupun Emak, yang telah melahirkan suamiku. Entahlah, semanjak engkau berpihak pada Handoyo, hatiku bagai dihujani anak panah, sakit, perih, tiada terkira. "
last updateLast Updated : 2022-09-28
Read more

Jangan bela Mereka

Laa haula walaaquwata illabillah ... kapan ujian ini berakhir? Ya Allah, aku nggak kuat, ya Allah! Tangisku sesegukan. Siapa yang telah tega melakukan semua ini? "Baiklah, kami berikan waktu sampai Bu Arumi sehat. Kami tunggu satu Minggu dari sekarang, jika mangkir, kami akan jemput paksa!" Tegas Pak polisi itu. "Permisi!" Kedua polisi itu pergi. Surat panggilan pemeriksaan dari polisi ditangan suamiku. Aku tersedu menangis meratapi nasib yang Masya Allah menyakitkan. "Mas, apa lagi ini, Mas?!" Aku tergugu. "Sabar, sabar, Dek! Nanti kita cari solusinya bareng-bareng, tenang! Tenang!" Mas Rahman mendekapku. Ya Allah, rasanya ingin sekali kembali ke pangkuan-Mu saat ini juga ... bergabung bersama almarhum putraku. Tapi, tunggu ... apakah Yazid akan bahagia jika melihat ibunya lemah? Pasti dia disana juga sedih. Baiklah, akan ku ladeni semua ini. Siapapun yang sudah bermain api denganku, kupastikan dia terbakar hangus! Kuseka air mata ini. Berhenti manangis lalu kuurai pelukan sua
last updateLast Updated : 2022-10-08
Read more

Ada yang aneh

Aku benar-benar keluar dari klinik setelah berdebat alot dengan dokter. Meskipun jarum infus masih menancap ditangan tanpa selang dan cairan infus, aku nekat keluar dari klinik, tekadku sudah bulat, aku harus segera ke kantor polisi meluruskan semuanya. Lemas, tentu saja lemas tanpa cairan infus yang mengaliri tubuhku. Sampai di kantor polisi, aku dicecar berbagai pertanyaan, tapi semuanya bisa kujawab dengan mudah. Ikutnya Tio mempermudah saat aku diperiksa. Keterangan dari Tio juga gamblang. Usai dari kantor polisi, aku kembali lagi ke klinik karena keadaanku lumayan ngedrop lagi. Selang infus kembali dipasang. "Arum, gimana ... apa kamu akan dipenjara?" Aku terkejut mendengar pertanyaan aneh ini. Pertanyaan yang muncul dari ibu mertuaku. Kenapa dia seperti ingin sekali aku masuk penjara? "Mak, apa maksud Emak bilang begitu? Emak seneng, Arum dipenjara?!" Mas Rahman kelihatan meradang. Bahkan kini suamiku memanggil Emak, bukan Ibu lagi. Padahal selama ini, susah sekali kubujuk s
last updateLast Updated : 2022-10-08
Read more

Datang saat sulit

Ku dengarkan teriakan itu. Aku kenal suara ini. "Makanlah dulu, biar aku yang keluar menemuinya!" Aku berdiri meninggalkan makananku. Melangkah kedepan dengan hati penasaran. "Tio! Keluar kau! Aku tau kau didalam! Arum! Rahman! Kembalikan Tio padaku!" Lagi suara wanita itu berkoar. Perlahan kuputar kunci yang ada di pintu, lalu kubuka pintu rumah ini. Sosok kurus, kucel dan kusam kelihatan berdiri di halaman rumah. Kasihan sekali kondisi kakak iparku sekarang, wajahnya yang biasa glowing, kini kelihatan jelek. "Ayo masuk, Mbak ... Tio ada didalam." Aku mencoba beramah-tamah padanya. "Hei, nggak usah basa-basi! Kembalikan Tio padaku, sekarang!" bentaknya lantang. Hem, kukira dirinya sudah insyaf, ternyata belum. Masih aja galak. "Kalo itu maumu, baiklah ... akan kupanggil anakmu. Tapi, jangan salahkan aku jika dia enggan bersamamu, dia sudah besar dan punya pemikiran juga penilaian sendiri, mana yang baik ... mana yang buruk," terangku padanya. "Apa maksudmu, hah?!" hardik Mbak
last updateLast Updated : 2022-10-30
Read more

Gosip Hamil

"Rum, jangan mengulur waktu! Aku butuh uangnya sekarang!" Mbak Meri memaksa. Aneh, bukan ... dia yang selalu mengaku kaya raya, posisi dan kastanya lebih tinggi dari aku, kini meminta bantuan ku yang sering dia hina Madesu, kamseupay, rakyat jelata, dan entahlah istilah apa lagi aku nggak hafal. "Bukanya kau itu orang kaya, Mbak ... kenapa sekarang malah ngemis uang padaku?" Sengaja kupermainkan dulu kakak iparku ini. Wajah gusar serta gelisah terpancar jelas disini. Iparku itu dalam keadaan susah sekarang. "Arum! Kau ini mau membantuku apa tidak?" sentaknya kini murka. Aku masih santai saja menanggapi Mbak Meri berdiri dengan tenang menatapnya yang kini sudah mulai terbakar api amarah. "Mbak, mintalah dengan sopan jika kau memerlukan bantuan. Orang akan menghargai mu, jika kau juga mau menghargai orang lain." Kalimatku tanpa penekanan, namun kuyakin bisa menembus relung hati. Aku masih bersedekap dada berharap caraku ini bisa sedikit memberi pelajaran bagi Mbak Meri yang sombon
last updateLast Updated : 2022-10-30
Read more

Senewen

Saking keponya, aku bahkan hampir saja masuk selokan gara-gara kurang hati-hati saat naik motor ini. Ya Allah, untung aja nggak jengkelit ke parit. Aku ngerem mendadak saat ban motor hampir nyemplung selokan. Huh, kurang hati-hati, aku sendiri hampir celaka. Tapi, mobil itu kok parkir di halaman rumahnya Mbak Meri, bener enggak sih berita itu? Ah, sebaiknya pulang aja deh, daripada nanti tambah kena masalah, motor kulajukan lagi menuju rumah. Ku parkirdi teras belakang. "Dari mana, Dek?" Mas Rahman menyambutku bahkan dia sudah mandi kelihatan baju dan sarungnya udah ganti. "Dari nganterin kue kerumahnya Bu Aisyah dan Mbak Dini. Mas tadi darimana sih? Dicariin nggak ada. Ngilang kaya demit!" Aku masuk ke dapur menyambar gelas lalu mengisinya dengan air dan kuteguk hingga tandas. "Mas, itu ... mobil siapa yang parkir di halaman rumah Kakang? Kijang Inova putih mulus, bagus, apa kerabat Mbak Meri ada yang punya mobil?" Aku pura-pura nggak tahu masalah sebenarnya. Mas Rahman menatapk
last updateLast Updated : 2022-10-31
Read more

Lihat saja nanti

"Suruh keluar suamimu! Aku mau ngomong sama dia!" Mbak Meri berapi-api. Kebiasaan banget sih, orang ini ... maksa. "Mbak, suamiku belum selesai sholat. Ada apa sih? Ngomong ke aku 'kan bisa. Nanti ku sampe-in!" Mbak Meri mencebik bibir. Dia malah menerobos masuk kerumahku. "Eeh, yang sopan kalo bertamu!" tegurku pada Mbak Meri. "Rahman! Keluar kamu! Jangan ngumpet kaya pengecut!" koar Mbak Meri. Astagfirullah halazim, bener-bener nggak tau adab orang ini. Masih Maghrib juga malah cari masalah. "Mbak!" Kuraih bahu iparku itu kasar hingga membuatnya menoleh padaku. "Jangan bikin keributan disini. Ini bukan pasar! Atau keluar dari rumahku sekarang juga!" usirku geram. Meri mencebikkan bibirnya. "Kalo aku nggak mau, kau mau apa, hah?!" tantangnya berkacak pinggang. "Ajari suamimu itu sopan santun, jangan ngusik urusan orang. Braninya dia mengusir tamu ku tadi sore. Lancang!" hardik Meri padaku. "Bilang pada suamimu yang bod0h itu, jangan ikut campur masalahku, kalo nggak mau men
last updateLast Updated : 2022-10-31
Read more

Video bukti

Aku jadi penasaran apa yang akan terjadi jika beneran Meri sampai di grebek, bisa dikuliti sama warga orang itu. Apa lagi jika sampai penggrebekan itu pada saat mereka berdua sedang beneran berzina, alamat bakalan diusir Meri dari kampung ini. Heeem, jadi kasihan sama Handoyo yang kini dipenjara. Padahal selama ini, Handoyo kakang iparku itu mati-matian nurutin kemauan Meri, eh ... ujungnya, menyedihkan. "Mas Rahman, kami sebagai pamong sebenarnya rikuh mengurusi hal semacam ini, tapi ... sudah menjadi tugas kami untuk menindak tegas perilaku penyimpangan sosial." Pak RT terdengar bimbang. "Iya, Mas Rahman ... kok ya serinya dari keluarga itu lagi. Kemarin suaminya yang berulah menyebar fitnah ke sampean hingga sampean dan istri hampir dibakar massa. Sekarang gantian istrinya yang meresahkan. Sak jane mereka itu gimana, sih? Kalo dibandingkan dengan keluarga sampean, kaya bumi dan langit, jauh banget. Yang satu anteng, yang satu biang kerok," tutur Pak Dayat. Aku geli mendengar ka
last updateLast Updated : 2022-11-01
Read more

Gejolak rumah tangga

Gara-gara Meri aku dan suami jadi bersitegang. Emang, ya, racun dari Meri itu selalu bisa menggoyahkan rumah tanggaku yang adem ayem. Heran aja, deh ... masalah internal, jarang sekali ada. Tapi, sumbangan masalah eksternal bejibun, datang silih berganti. Seperti sekarang, ngapain juga Mas Rahman ngoyo mikirin ipar sabl3ng itu. "Dek, mas udah bilang, Meri masih tanggung jawab Mas, Dek. Apa kata ibu dan kakang kalo sampe mereka tau kelakuan Meri saat ini. Jangan lupa, lho, Dek ... kita yang masukin kakang ke penjara. Andai aja kita tarik laporan kita, pasti nggak akan begini," ungkapnya penuh penyesalan. Aku meremas bajuku, jengkel lah, Mas Rahman kok jadi gini, sih? Padahal kemarin udah sepakat Handoyo masuk penjara, kok sekarang kaya nyesel gitu. "Jadi, Mas nyesel udah masukin kakangmu yang hampir saja melenyapkan nyawa kita berdua, Mas?! Nggak inget kejadian itu?!" Dadaku bergemuruh bak gunung berapi yang siap memuntahkan lahar panasnya, meluluh lantakkan apa yang ada. "Kenapa k
last updateLast Updated : 2022-11-02
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status