Home / Pernikahan / Katamu Uang Tak Kenal Saudara / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Katamu Uang Tak Kenal Saudara : Chapter 91 - Chapter 100

139 Chapters

Teganya

Suara pukulan bertubi-tubi terdengar bersahutan dengan teriakan orang-orang bia*ap ini. Akupun tak luput dari siksaan massa ini. Mukenaku ditarik paksa, aku juga ditampar keras beserta cacian dan makian, samar kudengar teriakan histeris Mak Odah, namun sia-sia, wanita tua itu nggak bisa menolongku. Massa yang sudah gelap mata ini terus menjadikan aku bulan-bulanan mereka. Ya Allah, cobaan apa lagi ini, ya Allah? Apa salah kami ya Allah, teganya fitnah kejam ini. Ku mohon, tunjukan kuasaMu pada kami. Perih, sakit, malu, bercampur jadi satu. Tubuhku lunglai dihempas ke tanah setelah sebuah tamparan keras mendarat dipipi, perih, panas, sakit. Aku merasa ada cairan yang keluar di sudut bibirku. Refleks, kuusap menggunakan mukena, benar, mukena ini berubah warna. "Bakar! Bakar! Bakar habis mereka!" Salah seorang berteriak memicu teriakan yang lainya. Aku menoleh, merangkak kearah suamiku. Astaghfirullah halazim! Mas Rahman kini telah bu*il, hanya tersisa celana dalam saja. Suamiku mer
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Jangan lapor polisi

"Mbak Arum, kayaknya Mas Rahman harus dirujuk ke rumah sakit, saya takut ada luka dalam, kondisinya juga lemah, oksigen di sini nggak cukup," terang Bu Esti. "Ya Allah!" pekikku tertahan. Aku bangkit dari bed pasien, tak ku hiraukan rasa sakit dan remuk dibadan ini. Yang kupikirkan hanya suamiku. Aku melangkah cepat mendekati Mas Rahman. Infus, selang oksigen, dan wajah yang diperban sana-sini, membuatku pilu. "Mas Rahman!" Aku menangis histeris. Tak kusangka suamiku separah ini, matanya bahkan bengkak dan biru lebam. Bibirnya pecah. Ya Allah! Kejamnya mereka! "Bawa, Bu, bawa suamiku kerumah sakit, Bu!" Aku memohon pada Bu Esti. "Ayo, Bu Aisyah, tolong antarkan aku pulang! Orang-orang itu harus bertanggung jawab atas semua ini!" Aku histeris marah, benci, emosi, bercampur jadi satu. "Sabar, Rum, sabar! Istighfar, Arum!" Bu Aisyah memelukku sambil menangis. Aku terduduk lunglai dilantai, meratapi nasib malang ini. Ingin memaki, mengumpat, dan berkata kasar. Hatiku bergemuruh la
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Salahkah aku kaya

Kutatap tajam Pak Winoto yang terkesan mau melindungi si Juono itu. Entah apa yang dipikiran orang ini. Awas aja jika dia melindungi yang salah, kupastikan dia juga kena batunya. "Bukan maksud saya ngelindungi adik saya, tapi ... kecurigaan warga ini sangat beralasan lho, bagemana tidak ... setelah Yazid wafat, keluarga sampean langsung melejit, ibarat kere ... sekarang munggah bale. Jadi orang kaya baru. Bisa bangun rumah, beli ladang punya sodaranya Pak Harun, bayari ladangnya Mas Handoyo ... belum lagi, katanya denger-denger biayain adik sampean di rumah sakit. Wajarlah kami curiga!" Dengan logat khas Jawanya, Pak Winoto malah menyerang balik. Sependek itu pikiran mereka, apakah mereka nggak bisa sedikit lebih panjang pikirannya? "Lho, Pak Win, sampean jangan ngomong sembrono! Namanya orang, siapa tahu Arum dan Rahman punya tabungan, atau disokong oleh keluarga, asal Bapak tau, keluarga besar dari pihak Arum, mereka beruang semua, bisa jadi 'kan itu semua bantuan dari keluarga A
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Saudara Sableng pecat aja

Hari telah berlalu, Mas Rahman juga sudah pindah ke ruang perawatan biasa. Sesuai arahan dari pak Harun, ku tempatkan suamiku di ruang VIP. Mengingat kasus yang kami alami ini sensitif, juga untuk keamanan aku dan Mas Rahman. Kabar dari Mas Ari dan Mas Bambang juga sering ku pantau. Ke dua kakakku itu sedang bekerja sama menyelidiki masalah yang sedang menimpaku. Mas Rahman kondisinya sudah mendingan, tinggal sariawan dan luka di pelipisnya yang belum sembuh. "Mas, mau makan apa?" "Makan, apa, ya? Masih sakit ini, Dek. Kok ya, belum sembuh, sih?" keluh Mas Rahman. Aku juga sariawan, Mas, tapi nggak separah kamu. Badanku juga remuk, pingin pijet rasanya. Tapi ... nanti sajalah, kalau sudah pulang kerumah, aku mau pijet, biar badan ini aga mendingan. Pintu ruangan ini terbuka, aku menoleh, rupanya Mas Ari yang datang. Ibu dan bapak pulang, ada yang harus diurus. "Rum, Man ... Aku udah ngantongi beberapa nama sumber penyebar fitnah ini. Tinggal kita laporkan mereka, ada laki-laki
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Urus masalahmu sendiri

Kami berdua duduk berdekatan, hingga hampir tak ada jarak antara kami. "Rum, kamu tau siapa Winoto?" Mas Ari mulai ngajak ngobrol serius. Winoto? Bukanya dia sekdes di desa kami ya? Ada apa dengan dia? "Tau, Mas ... Dia 'kan sekdes di desa. Kenapa, emang?" Mas Ari wajahnya berubah, ada ketegangan disana. "Jadi, sumber utama fitnah itu berasal dari sana. Aku udah nyelidiki ada tidaknya pelaku pesugihan di desamu. Dan, sepertinya ... memang ada. Kalian cuma sebagai kambing hitam saja. Wong kebetulan kalian ekonominya nanjak secara drastis. Tapi, untuk masalah pelaku pesugihan itu siapa, aku belum berani mastiin." Mataku dan mata Mas Ari beradu pandangan. Agak terkejut juga sih, soalnya keluarga Winoto memang setauhu kaya semua, Juono aja yang blangsak. "Dari mana Mas tau?" ceplosku kepo. Mas Ari bersandar di sofa. "Itu urusan mudah," ungkapnya enteng. Urusan mudah? Apa maksudnya? Aku nggak ngerti sama Mas Ari. Biarlah yang penting aku taunya masalah ini segera selesai. "Kapan
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Winoto yang mencurigakan

Kuhempaskan bobot tubuhku ke sofa yang ada diruangan rawat suamiku ini. Ruangan yang beberapa hari belakangan ini menjadi rumah singgah untukku dan Mas Rahman. Sengaja memilih kamar VIP, jaga-jaga menghindari kisruh kerusuhan andaikan ada. Tapi, Alhamdulillah ... sejauh ini belum ada. Mas Rahman tidur istirahat kelihatan nyaman. Sementara, hatiku semromong, panas rasanya kesal usai Handoyo menelpon tadi. Hem, dia bilang, ada masalah serius ... masalah apalagi? Hape jadul suamiku berbunyi sebuah pesan masuk ke hape ini. Penasaran 'kan ... kubuka saja pesan itu. [Hei Man, kamu jangan sok bawa-bawa polisi buat kasusmu! Ngaku aja kalo kamu itu kaya lewat pesugihan. Sok bela diri. G0blok kamu bawa-bawa polisi, ngabisin duit] isi pesan Handoyo. Oooo, ceritanya kini kasusku sudah di tangani polisi! Bagus deh! Oke orang-orang rese dikampungku, siap-siap untuk berhadapan dengan hukum, ya! Aku tersenyum puas. Pesan singkat Handoyo ini sudah membuktikan jika Mas Ari dan Mas Bambang bisa dia
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Trauma

"Kita liat saja nanti, ada perubahan apa setelah Aldi meninggal, karena ku yakin ... Aldi itu korban pesugihan!" cetus Pak Winoto penuh keyakinan. Darimana dia bisa menyimpulkan bahkan seyakin itu? Meninggalnya Aldi tentu saja musibah, kenapa di hubungkan dengan korban pesugihan? Lagian juga, meninggalnya kecelakaan. "Baik. Kita lihat apa yang terjadi! Dengar Pak Win! Kuperingatkan sekali lagi, hentikan menuduhku melakoni pesugihan, jika kau ingin bebas dari masalah." Kutatap tajam Pak Winoto. Dia malah tertawa seakan mengejek kami. Oke, tertawalah sebelum tawamu berubah kesedihan pilu. Aku yakin, saat polisi menyeretnya ke jeruji besi, pasti dia akan menangis. Tunggulah saatnya tiba. "Jika kau kesini cuma mau bikin masalah, pergi kau sekarang juga!" usirku lantang. ku melangkah melewati Pak Winoto lalu menuju pintu ruangan ini. "Keluar dan tutup pintu dari luar, sebelum kesabaranku habis!" Lagi, kugertak sekdes ini. Dia kelihatan kesal lalu berjalan angkuh melewati ku, sejenak d
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Jangan benci kami Tio

Malam ini, aku kedatangan tamu. Pak Harun dan Bu Aisyah, Mbak Dini dengan suaminya. Serta beberapa tetangga yang respek menjenguk kami. Mak Odah, Mbak Lilis, Mbak Eka, membantuku membuat hidangan untuk para tamu. "Rum, duduklah saja, biar Mak dan yang lain yang beresin semua ini!" titah Mak Odah. "Iya, Mbak Arum, duduk aja, istirahat. Ini udah mau beres, kok," timpal Mbak Lilis. Aku ikutan menata roti, kacang, dan beberapa kue biskuit ke dalam toples untuk suguhan pe para tamu. Tok tok tok Pintu belakang diketuk saat kam sedang sibuk menyiapkan hidangan. "Siapa?" Mbak Eka berteriak. "Tio, Bulek!" jawab suara dari luar. Aku berhenti sejenak lalu berjalan mendekati pintu, kubuka pintu ini. Tio langsung memelukku erat, "Bulek ... Tio pikir, kita nggak bisa ketemu lagi." Tio menangis. Kubalas dekapan erat keponakanku ini. Bahkan aku ikutan meneteskan air mata. Kuusap punggung remaja yang kini tingginya hampir melebihi aku. "Ayo masuk!" Kuajak Tio masuk. Dia mengurai pelukanny
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Denda dan penjara

Tio mengurai pelukannya. Dia menangis, terisak menyeka sudut matanya yang basah. Lalu Tio menatapku. "Bulek, Tio ikhlas, kalau memang bapak dan ibu harus dipenjara. Tapi ... aku malu, Bulek ... pasti nanti disekolahan, aku dibully sama temen-temen. Kalau mereka tau, bapak ibuku masuk penjara," Tio kembali menyeka air matanya menggunakan lengan atas. Jleb Kalimat Tio menghujam sanubariku. Benar, juga yang dia bilang. Tio pasti akan menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Tapi, bukankah anak Winoto juga sepantaran dengan Tio? Lalu anaknya Darman, Saepudin, Jumali, pak Kusir, rata-rata satu kelas dengan Tio. "Nang, liat Bulek, Nang!" Ku pegang bahu Tio hingga membuat remaja ini mengangkat wajahnya menatapku. Lelehan air mata masih terlihat jelas dipipinya. "Bukan cuma orang tuamu saja yang kena dalam kasus ini, banyak, Nang ... kamu jangan takut, andaipun nanti orangtuamu harus mendekam di penjara, kau nggak akan Bulek biarkan mendapat bully an dari teman-temanmu," terangku pada Tio.
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Ujian tiap orang berbeda

Suasana menjadi tegang, apalagi setelah Mak Odah membeberkan kasus Lika kemarin, dan menyatakan bahwa para pelaku penganiayaan adalah sebagian besar keluarga dan anak buah Winoto. Aku sendiri kesal bukan kepalang, kok bisa-bisanya sih, Kang Handoyo dan Mbak Meri itu bersekutu dengan keluarga Winoto cs, apa untungnya, coba? Hanya demi membuatku jatuh, sampai segitunya iparku berusaha untuk meruntuhkan ku. "Ya kalo urusan hukum, pasti mereka tetap kena hukuman. Cuma, kita juga harus selektif menentukan siapa sebenarnya tersangka pada kasus ini. Jangan sampai, orang yang cuma ikut-ikutan malah dia yang dipenjara, sedang pelaku utama, bebas keluyuran," usul Pak Harun. "Nah, benar, ini. Kita tau masalah ini menyangkut orang banyak, makanya daftar nama-nama yang tertulis ini juga akan di seleksi lagi." Sambung Mas Bambang. "Ini bukan lagi masalah pribadi, ini sudah menyangkut khalayak umum, kita perlu saksi banyak dalam kasus ini." timpal suami Mbak Dini. "Aku mau jadi saksi!" "Aku ju
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
1
...
89101112
...
14
DMCA.com Protection Status