Home / Rumah Tangga / Katamu Uang Tak Kenal Saudara / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Katamu Uang Tak Kenal Saudara : Chapter 121 - Chapter 130

139 Chapters

Berdarah-darah

"Mas, aku kepikiran buat usaha sampingan, Mas ... kayaknya bikin kolam ikan, seru, Mas. Bisa buat hiburan juga, liat ikan mangap-mangap kalo di sawur pelet, lucu, Mas ... apalagi kumis Lele yang panjang nyrongot-nyrongot kae, huuu, gemesin." Aku membayangkan memberi pakan Lele sambil ngoceh pengen punya kolam sendiri, sembari istirahat di gubuk ladang kami. Mas Rahman membuka bekal yang kubawa tadi. "Usulan yang bagus, Dek ... tapi nanti kalo punya kolam ikan, siapa yang mau nderes ladang?" Aku bersandar di tiang gubuk dan kakiku berselonjor. "Ya, diburuhin, juga nggak papa, Mas. Aku tuh pengen kita kerjanya dirumah aja, Mas ... santai tapi menghasilkan, ngono, lho," usulku lagi. "Lho, bukanya kita juga kerjanya nyantai, Dek ... nderes cuma setengah hari aja, sisanya nongkrong dirumah. Iya, sih. Tapi, kok aku pengen banget punya kolam renang kaya punya Mar Parjono tetangga rumah Ibu. Enak kalo mau ikan tinggal nyerok hehehe. "Malah ngelamun! Ayo sarapan, disek!" Mas Rahman mengi
last updateLast Updated : 2022-11-03
Read more

Genting

Kabar dari Tio membuat selera makanku lenyap. Dia bilang Meri berdarah-darah, kenapa? Jatuh, kena golok, apa gimana sih? Bener-bener, ya ... ulah Meri itu selalu saja mengusik hidupku. Aku harus tetap menghabiskan makanan ini, biar aja Mas Rahman yang ngurus ipar nggak tau diri itu. Kupaksakan untuk makan makanan ini, sayang aja kalau sampai mubazir. Selera makan yang hilang, membuatku memaksa untuk makan makanan ini. Secepat mungkin ku habiskan mi yang ku masak tadi. Selesai langsung ku cuci mangkuk bekas makanku. "Dek ... bantuin aku bawa Mbak Meri ke bidan Esti, yuk! Dia pendarahan, Dek ... Tio bilang, tadi dia jatuh pas bawa getah karet mau nimbang." Mas Rahman muncul wajahnya khawatir. "Apa, Mas ... Meri pendarahan?" "Iyo, Dek ... ayo cepat kesana!" "Tunggu, Mas!" Kutarik tangan suamiku mencegahnya ke rumah Meri. "Apa lagi, Dek?" Mas Rahman sedikit berontak saat ku cegah ke rumah Meri. "Mas lupa, Meri 'kan bilang, jangan ikut campur urusan dia, kenapa sekarang Mas malah ma
last updateLast Updated : 2022-11-06
Read more

Amarah Tio

Sampai di rumah sakit, Meri segera ditangani. Aku diminta menandatangani surat pernyataan dari rumah sakit. Tanpa pikir panjang langsung ku bubuhkan tanda tangan di kertas bermaterai itu, lalu mengurus ruangan yang akan digunakan untuk perawatan Meri. Menunggu dengan ketar-ketir, aku mondar-mandir di lorong rumah sakit. "Keluarga ibu Meri!" Aku berjingkat saat nama itu disebut. Merinding bulu kuduk ini, aku mendekati perawat yang memanggilku. "Iya, saya, Sus." Perasaan gugup, takut, dan entahlah ... badanku juga gemetar. "Bu, tolong ... segera cari donor darah, golongan darah pasien O, kalo bisa secepatnya, Bu ... pasien pendarahan." Deg Pendarahan, kalau bisa secepatnya ... duh, mana disini sendirian lagi. "Baik, Sus ... akan saya usahakan." Tanpa pikir panjang langsung ku sanggupi permintaan suster ini. Aku langsung mencari informasi alamat PMI niatnya hendak kesana untuk mengambil darah. "Mbak, butuh donor darah, ya?" Seorang pengunjung rumah sakit menyapaku. "Eh ... iya
last updateLast Updated : 2022-11-07
Read more

Ada apa dengan Meri (ex35)

"Mas, cari Tio, Mas ... aku takut dia ilang!" lirihku sembari memijat kepala yang nyut-nyutan. Mas Rahman memberikan amplop dari Pak Hari, "Simpan ini! Ku cari Tio dulu!" Suamiku berlalu keluar kamar. Ku tatap nanar amplop tebal ini. Lalu beralih ke wajah Mbak Meri yang masih belum sadarkan diri. Kau gila Mbak, harusnya ini semua tak kau lakukan. Suamimu itu pasti nggak akan terima di duakan. Gimana kalau dia sampai tahu? Sedang pada adiknya saja, dia tega melukai dan hampir menghilangkan nyawa, apa lagi ini orang lain yang telah mengusik kehidupan pribadinya? Duh, Mbak ... kamu konyol banget, sih! Wajah itu masih pucat, sudah hampir habis darah dari kantong ini, masih belum sadar juga. Ku hembus napas berat. Gimana status pernikahan Mbak Meri dan Pak Hari? Masa' iya, seorang perempuan punya dua suami? Aku garuk-garuk kepala, pusing. "Permisi!" Aku menoleh, melihat kearah pintu. Oh, rupanya seorang perawat yang datang. Ditangannya ada sebuah nampan berisi alat suntik dan botol in
last updateLast Updated : 2022-11-16
Read more

kenapa lagi

"Mas, cari Tio, Mas ... aku takut dia ilang!" lirihku sembari memijat kepala yang nyut-nyutan. Mas Rahman memberikan amplop dari Pak Hari, "Simpan ini! Ku cari Tio dulu!" Suamiku berlalu keluar kamar. Ku tatap nanar amplop tebal ini. Lalu beralih ke wajah Mbak Meri yang masih belum sadarkan diri. Kau gila Mbak, harusnya ini semua tak kau lakukan. Suamimu itu pasti nggak akan terima di duakan. Gimana kalau dia sampai tahu? Sedang pada adiknya saja, dia tega melukai dan hampir menghilangkan nyawa, apa lagi ini orang lain yang telah mengusik kehidupan pribadinya? Duh, Mbak ... kamu konyol banget, sih! Wajah itu masih pucat, sudah hampir habis darah dari kantong ini, masih belum sadar juga. Ku hembus napas berat. Gimana status pernikahan Mbak Meri dan Pak Hari? Masa' iya, seorang perempuan punya dua suami? Aku garuk-garuk kepala, pusing. "Permisi!" Aku menoleh, melihat kearah pintu. Oh, rupanya seorang perawat yang datang. Ditangannya ada sebuah nampan berisi alat suntik dan botol in
last updateLast Updated : 2022-11-19
Read more

Hampir Mati (37)

Dokter datang setelah di panggil oleh suster tadi lalu memeriksa kondisi Mbak Meri yang kini kesakitan di atas tempat tidurnya. "Em, Anda keluarganya?" Wajah dokter itu serius bicara padaku. Aku mengangguk tanpa banyak cakap. Dokter mengajakku sedikit menjauh dari Mbak Meri. "Bengini, sepertinya tindakan kuretase sebelumnya kurang bersih, ada bagian yang tertinggal hingga menyebabkan pendarahan berulang," ungkap Dokter. Astagfirullah! Kok bisa begini, sih? Aku kaget dong mendengar penuturan Dokter. "Lantas, gimana, Dok?" "Kita pastikan dulu dengan melakukan USG, agar lebih jelas. Ini hanya dugaan saya. Jika nanti benar kondisi rahim belum bersih, yaaa terpaksa harus dikuret lagi," terang Dokter. "Baiklah, Dok ... lakukan apa yang terbaik untuk Kakak saya." Aku mantap dengan keputusan ini, aku yakin dokter lebih tau apa yang harus dilakukan. "Baiklah, sekarang mari kita bawa pasien ke ruangan USG dulu, kita lihat kondisi rahimnya." Dokter lalu kembali menuju Mbak Meri yang masih
last updateLast Updated : 2022-11-22
Read more

Meri butuh darah (ex38)

Aku dan suami nggak bisa ke polres, kami meminta bantuan Mas Ari. Kondisi Mbak Meri mana mungkin bisa ditinggalkan, aku khawatir dengan keselamatan ipar julidku itu. "Bulek, apa yang di lakukan bapak?" Wajah Tio kelihatan cemas. "Kenapa bapak kabur dari penjara? Bapak kabur kemana, Bulek?" Lagi Tio meluncurkan beberapa pertanyaan. "Em, Le ... jangan dipikirkan, yo? Biar kasus bapakmu ini di urus sama pakde Ari, kakaknya Bulek, yo! Kita doain aja semoga segera kelar masalahnya!" Aku berusaha menenangkan Tio. Padahal sebenarnya aku bingung bukan kepalang mendengar kakang kabur dari penjara. Mau apa dia? Apa jangan-jangan dia tahu masalahbak Meri ini? Lagian Mbak Meri juga aneh-aneh, tahu suaminya dipenjara, malah main nikah sama orang seenaknya. Jadi ribet 'kan sekarang. Kang Handoyo lho, orang nya tegaan, sama Hadi aja dia sanggup nusuk, apalagi ini sama orang lain, ya Allah ... semoga aja ketakutan ku ini nggak akan kejadian, deh. "Bulek, kenapa bapak dan ibu jadi begini? Ibu sak
last updateLast Updated : 2022-11-26
Read more

Kemunculan Handoyo (ex39)

Kenapa Pak Hari bisa se sayang itu pada Tio? Padahal Tio bukan anaknya, aneh. Kenapa juga pak Hari bisa sekhawatir ini pada Mbak Meri? Cinta? Ah, masa cinta masa tua bisa sedahsyat ini? Jika ku taksir, usia Pak Hari ini lebih tua dari kang Handoyo karena dia beruang saja kelihatan muda, cuma perutnya aja yang buncit mirip gentong. Emang dia nggak punya istri 'kah? "Keluarga pasien Meri!" Aku berjingkat saat seorang perawat keluar dari ICU. Hendak melangkah kesana, udah keduluan sama Pak Hari, Yo wes. Aku milih diam aja melihat Pak Hari berinteraksi dengan perawat memberikan ruang pada Pak Hari untuk bicara, toh dia juga yang berhasil bawa darah kesini. Usai bicara dengan perawat, Pak Hari menelepon entahlah siapa yang dia hubungi. "Kalian pasti belum makan, sebaiknya makanlah dulu, nanti sakit. Tio, makanlah sama Oom dan bulekmu, biar bapak yang nunggu ibu disini," ucap Pak Hari usai bertelepon. Kalimatnya bersahaja banget, beda dengan Kang Handoyo. Siapa sih sebenarnya Pak Hari in
last updateLast Updated : 2022-11-26
Read more

Benci Handoyo (ex40)

Aku sendiri agak takut jika Handoyo nekat menarik pelatuk pistol ditangannya itu, tapi jangan sampai ketakutan ini terbaca olehnya. "Kalo kamu masih sayang sama istrimu, jaga sikapmu, jangan semaunya! Di dalam sana, istrimu sedang berjuang hidup, kami semuanya kalo mau masuk wajib steril, ngerti nggak sih?" Aku ngoceh akhirnya. Handoyo tetap saja belum menurunkan pistolnya. "Mas, sabar, Mas ... ini rumah sakit, sampean harus mematuhi aturan-aturan disini, demi keselamatan semua pasien didalam, keluarga saya juga ada yang disana," nasihat Pak Hari. Handoyo kelihatan mendengus lalu tangan itu diturunkan. Pistolndia sembunyikan dibalik bajunya. Alisku terangkat separuh, "Masih mau nengokin Mbak Meri nggak?" telisik ku. Handoyo membuang muka, lalu sesaat kemudian dia pergi. Semoga saja Mas Ari dan para polisi segera sampai ke sini. "Itu suaminya Meri yang dulu, kah?" Pak Hari angkat bicara. Apa maksudnya? Oh, iya lupa, Pak Hari 'kan sekarang suaminya Meri. Tanpa suara, hanya angg
last updateLast Updated : 2022-11-27
Read more

Malaikat penyelamat (ex41)

Sungguh tak punya hati manusia bernama Handoyo itu. Bahkan dia bisa tega melukai orang lain, bener-bener nuraninya telah membatu. Kasihan sekali satpam korban tembakan Handoyo semoga saja dia nggak papa. Aku segera masuk kembali ke rumah sakit. Nampak beberapa perawat sibuk berlarian hilir mudik dari ruang IGD, hatiku dag Dig dug. "Siapin ruangan Ok! Panggil dokter bedah! Hubungi PMI! Cepet! Cepet! Cepet!" terdengar instruksi setengah berteriak dari arah IGD. Aku berdiri mematung melihat semuanya, selang beberapa saat nampak beberapa perawat berlarian mendorong brankar pasien, darah berceceran di lantai meninggalkan jejak sepanjang brankar itu berjalan. "Astagfirullah halazim!" Aku bergumam sambil membekap mulut. "Cepet! Cepet! Cepet! Korban kehilangan banyak darah!" teriak salah satunya. Suasana menjadi tegang banyak pasang mata menatap ngeri kearah korban. Ya Allah, ini semua akibat ulah Handoyo, semoga si satpam itu tertolong. Aku lemas melihat jejak darah dilantai, betapa k
last updateLast Updated : 2022-11-27
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status