Semua Bab VIDEO PERNIKAHAN SUAMIKU : Bab 391 - Bab 400

614 Bab

BAB 391. Senang dijenguk Fatki.

POV Fais. ~k~u🌸🌸🌸 Pagi ini heboh sekali. Karena Zahra dan anak-anaknya Mas Fawas datang juga Mbak Fatki dan ibunya. “Eghem, gimana Mas, sudah baikan?” tanya Zahra. “Dari semalm juga tidak kenapa-kenapa, Dik. Hanya lecet-lecet saja,” jawabku. “Syafakallah, Mas. Laba'tsa thohurun insya Allah ....” sahut Mbak Fatki. Duh, senangnya aku didoakan oleh orang sepesial. “Malah senyum-senyum enggak jelas. Mau jadi pasiennya Dokter Risakah? Didoakan itu diaminkan, Mas,” celetuk Zahra. “Eh, eeehh ... bukan gitu, Dik. Aku senang sekali kalian ke sini makanya senyum-senyum,” jawabku keki. “Halaah, kalian apa kalian? Palingan kalau enggak ada Mbak Fatki, kami juga sudah diusir. Pulang sana, Mas baik-baik saja,” ucap Zahra menirukan perkataanku. “Apaan, sih, Dik.” Kulempar Zahra pakai bantal. Dia justru tertawa dan mengelak bersembunyi di belakang Mbak Fatki, jadilah bantalnya mengenai Mbak Fatki. “Maaf, Mbak.” “Tidak apa-apa, Mas.” Mbak Fatki mengambil bantal yang jatuh ke lantai lalu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-01
Baca selengkapnya

BAB 392. Menunggu jawaban

POV Fais. Kemudian ibunya Mbak Fatki menceritakan semuanya tentang Dafa yang datang ke ruko marah-marah, mengumpat dan juga sampai tega meludahi Mbak Fatki. Mendengarnya saja aku sangat geram. Andai aku di sana sudah hancur kepalanya olehku. “Aku turut prihatin Mbak. Memang kita tidak bisa memaksakan semua orang suka dan bersikap baik dengan kita, tapi setidaknya kita sudah berusaha untuk jadi orang baik. Dokter Dafa begitu pasti karena dia sangat cinta dan benci jadi satu hingga tidak bisa mengontrol diri. Mbak Fatki, jika nanti masa idahmu telah usai. Maukah kamu menjadi istriku? Aku akan menjagamu sepenuh hatiku.” Entah dapat keberanian dari mana aku mengatakan ini di hadapan Mbak Fatki dan ibunya sekaligus. Mereka berdua saling berpandangan. Pasti mereka juga heran aku bisa senekat ini. Aku tidak mau keduluan orang lain dan aku tidak mau ada penghalang cintaku lagi. Mumpung tidak ada Zahra juga. Kalau ada dia pasti aku nanti dibulinya. Anak itu memang benar-benar meresahkan. Pi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-01
Baca selengkapnya

BAB 393. Pengakuan Mas Fawas.

POV Fais. “Aku tahu, nih, pasti Fais minta cepat-cepat pulang, tapi enggak dibolehin sama dokter. Kenapa? Takut disuntik?” Seketika ruangan ini jadi ramai mereka semua menertawakan aku kecuali Mbak Fatki, dia hanya senyum saja. Ah, bikin aku makin gemes. “Jadi, Ayah takut disuntik, Tan?” tanya Biru. Wulan mengangguk dengan bahagia. “Padahal enggak sakit,” ujar Biru lagi. “Jadi, sudah boleh pulang kan, Mah?” tanyaku. “Iya, boleh, nanti sore,” jawab mamah seraya merapikan rambutku. “Alhamdulillah ... jadi, jawabannya apa Mbak Fatki?” tanyaku lagi. Kini semuanya memandang ke arah Mbak Fatki. Dia terlihat tidak nyaman dan malu, pipinya merona lagi. “Emang, kamu, tanya apaan, Is?” Wulan kepo. “Aku tanya sama Mbak Fatki, maukah menjadi istriku selepas masa iddah nanti?” “Hah, gentle juga, kamu, Is. Apa jawabanmu, Mbak? Penasaran nih, mumpung ada kita semua di sini. Bolehlah kita semua jadi saksi cinta kalian. Kalau malu anggap saja tidak ada orang di sini. Anggap kami yang ada di s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-01
Baca selengkapnya

BAB 394. Kesal dengan Mas Fawas.

🌸🌸🌸 Hari ini aku diajak ibu jalan-jalan pagi. Udara di pedesaan sangat jauh sekali dengan di kota. Hamparan sawah yang hijau, bukit-bukit yang ditanami sayuran hijau, juga baunya yang sangat khas. Bau alam. Apalagi kalau pagi begini masih berkabut sungguh menambah syahdunya pagi hari membuat hati menjadi damai. Yaap. Aku ikut ibu pulang kampung setelah hampir 1 tahun lamanya aku tidak pulang kampung. Hari ini pun bertepatan dengan selesainya masa iddahku. Tidak ada yang sepesial hanya saja aku merasa sangat senang dan merasa sudah bebas beraktifitas. Ibu memang sengaja mengajak pulang kampung saat masa iddahku selesai agar aku bebas berkunjung ke rumah sanak saudara. Di sini masih sangat agamis sekali, jadi kalau mereka tahu aku masih dalam masa Iddah, tapi kelayapan ke mana-mana, maka akan ditegur. Sebenarnya memang tidak boleh kalau tidak ada urusan yang benar-benar urgent dan itu harus didampingi oleh mahramnya. Aku ke mana pun makanya tidak berani sendiri selalu dengan ibu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

BAB 395. Asyik ngobrol dengan Susanti.

“Bagus si, itu Mbak, namanya Mas Fais bukan lelaki gampangan. Dia mau jaga Mbak Fatki baik-baik. Coba kalau laki-laki lain di luaran sana. Pasti sudah tiap menit kirim pesan sayang-sayangan terus, apalagi tawarannya sudah diterima. Enggak beda jauh sih, sama Mas Fawas, dia tahu kan, kalau Mbak masa Iddah eeehh ... gencar melakukan pendekatan. Apaan kali, kalau dia mau nikung saudaranya sendiri itu namanya enggak gantle. Jahat, raja tega, dan egois,” terang Susanti. “Kita duduk sini, yuk, San! Indah banget itu mataharinya. Aku jadi ingat Reni kalau di desa begini, San,” ajakku pada Santi. “Di sana masih di desa banget ya, Mbak?” “Banget, San. Listrik saja masih tempat-tempat penting saja yang pakai. Di sana lebih indah. Semoga saja Reni lahirannya lancar. Anaknya sehat tidak tertular sakit ibunya.” “Aamiin ... sudah saatnya ya, Mbak?” “Kemarin dia kirim pesan katanya sudah di rumah ibunya dan mau lahiran di sana. Lahiran SC sesuai instruksi dokter.” “Nanti kalau Mbak nikah, Reni d
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

BAB 396. Lucunya Mas Fais.

“Duh, mimpi apa aku, dapat WA dari pangeran ganteng!” teriak Susanti girang. “Siapa, San? Hayo, jangan pacar-pacaran ah, enggak suka Mbak.” “Yee, kok gini pesannya. Huh!” Susanti memberikan ponselnya padaku. [Assalamualaikum Mbak Susanti, maaf ganggu waktunya. Apa Mbak Fatki sedang bersama kamu? Tolong bilang padanya untuk angkat teleponku.” Aku tersenyum membaca WA itu. Rupanya telepon barusan dari Mas Fais. Aku kira dari Mas Fawas, makanya aku malas jawab. “Senyum-senyum ... bilang terima kasih dulu sama aku, Mbak.” “Terima kasih Susanti, cantik.” Berdebar aku menunggu telepon dari Mas Fais. Duh, kok, jadi seperti abege gini, ya?” “Balas dulu, San. Iya, gitu?” titahku. “Eh, iya, lupa aku, Mbak.” [Iya. Mas, eh, wa’alaikumsalam ... ini Mbak Fatki ada di sampingku. Dia sedang berdebar-debar menunggu telepon dari kamu, Mas.] Jawab Susanti pakai Voicenot. Ih, dasar Susanti ini bikin malu aja. “San, kamu ih, enggak gitu juga kali. Malu tahu!” “Halaaah jaim, tapi beneran kan, M
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

BAB 397. Tak mau salah langkah.

“Ooh, gitu ... ya, nanti insya Allah aku sampaikan.” Aku seperti tidak puas saja mendengar jawaban Mas Fais. Kok, aku jadi terkesan berharap banget pembelaan dari dia. “Mbak? Kok, diam?” “Em, iya, Mas. Ya, sudah ya, aku mau jalan pulang. Sudah siang. Sudah lumayan panas di sini.” “Sebentar dulu, Mbak. Ada yang ingin aku sampaikan juga.” “Apa, Mas?” “Jadi, Mas Fawas melakukan itu memang bukan suatu kebetulan saja Mbak. Mas Fawas memang jatuh hati pada Mbak Fatki. Itu yang dia katakan padaku saat aku membuka surat darinya. Waktu aku sakit itu Mbak. Aku rasa Mbak Fatki ingat.” “Oh, iya, Mas, aku ingat,” jawabku. Pantas saja waktu itu Mas Fais agak berbeda sikapnya ternyata hatinya sedang tidak nyaman. “Itulah isi suratnya, Mbak. Dia meminta aku untuk menjodohkan Mbak Fatki dengannya. Aku dilema Mbak. Aku tidak bisa lakukan itu. Bagaimana bisa aku menjodohkan orang yang aku sayang dengan kakakku sendiri? Maka, dari itu aku seperti hilang arah, bingung harus berbuat apa. Maaf kalau s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

BAB 398. Ketegasanku.

“Susanti, kamu jahil banget, ya!” “Lucu, kan, Mbak. Tahu enggak ini video sudah aku kirimkan ke Mas Fais. Tadi waktu kalian sedang teleponan.” “Apa! Ya, Allah Susanti, kamu, ya! Mau kupecat kamu!” teriakku padanya yang sudah lari. Aku mau mengejar pun percuma. Dia gesit sekali sudah jauh di depanku sana. Pantas saja tadi Mas Fais terdengar sedang tertawa. Apa dia tadi tertawa saat lihat video itu, ya? Duh, malunya aku ketahuan kan, kalau aku senyum-senyum saat terima telepon dia. Tin-Tin! Tin! Ini mobil aneh sekali sih, perasaan aku sudah jalan minggir loh, kok, masih saja main klakson begitu. Apa baru bisa bawa mobil, ya?” Tin! Aku biarkan saja. Toh, aku sudah minggir. “Heh, kalau ada mobil lewat, kamu itu minggir bukan malah asyik main HP!” Bahuku di dorong sampai aku hampir terjungkal. HP-ku pun sampai jatuh. Astaghfirullah ... Risa? Kok, dia ada di sini? Bukankah dia di penjara? Aku kaget sekali ternyata orang yang marah-marah denganku ini adalah Risa. Dia sudah rapi deng
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

BAB 399. Menemui Mas Fawas.

POV Fais. Selepas pulang dari kampus aku langsung meluncur ke rumah budeku. Hajjah Halimah. Aku harus bertemu dengan Mas Fawas. Dia harus benar-benar aku tegaskan. Cukup kesabaranku selama ini. Aku sudah berusaha untuk berdamai. Bagaimana tidak karena aku tidak mau mengabulkan permintaannya jadi segala pekerjaan dilimpahkan padaku. Selalu marah dan seolah aku selalu salah. Aku sudah berusaha sabar aku anggap itu semua bahwa perasaan hatinya sedang tidak enak dan tidak nyaman. Aku menganggap itu semua karena Mas Fawas baru sembuh dari sakit dan baru pulih dari kritis. Itu sebabnya tingkah dia makin aneh dan menjengkelkan. Klien kami saja sampai mengeluhkan sikapnya. Entah apa maksudnya Mas Fawas bersikap seperti itu toh kalau pun dia marah padaku harusnya dia bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apa pun saat urusan pekerjaan. Masalah pribadi tidak bisa dibawa dalam pekerjaan. Padahal itulah yang selalu dia bilang padaku dulu. Makanya aku sekuat tenaga bersikap baik-baik saja.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-03
Baca selengkapnya

BAB 400. Mas Fawas marah.

POV Fais. “Doakan, saja Mbak Wulan. Semoga semuanya lancar,” jawabku. “Eehh ... kok, Bude baru dikasih tahu. Ini beneran atau tidak? Bude Samapi heran gini loh, Wulan juga enggak pernah cerita. Mamahmu juga diam saja. Sama orang mana, Nak?” ucap Bude Halimah, beliau sampai tidak percaya kalau aku akan menikah lagi. Wajah Mas Fawas makin memerah dan menatapku tajam. Mamah memegang erat jemariku. Beliau tahu Mas Fawas sudah tidak mulai suka dengan obrolan kami. “Itu loh, Bu. Mbak Fatki si penjahit cantik jelita,” jawab Wulan lagi. “Masya Allah ... benarkah? Bude ikut senang, Is. Kalian cocok dan serasi sekali. Satunya ganteng dan satunya lagi cantik,” ucap beliau lagi. “Jadi, kapan rencana mau melamarnya?” tanya pakde. Beliau pun sedari tadi terus saja tersenyum ikut bahagia atas perasaanku. “Rencananya lusa Pakde. Minggu depan akadnya” jawabku. “Pakde dan Budemu ini dukung sekali. Besok kami akan ikut ke sana. Katakan pada Pakde apa saja yang belum ada nanti biar kami yang men
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-03
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3839404142
...
62
DMCA.com Protection Status