“Kita hadapi bersama, Dik. Mas tahu kamu bersih. Jangan bersikap begini, Mas jadi makin sedih. Ayo, Dik, istighfar. Demi Ibu, demi Masmu ini. Kamu masih punya kita, Dik, jangan takut,” ucap Mas Nanang lagi. Perlahan namun pasti kutatap dokter di depanku ini. Beliau tersenyum lagi seraya menganggukkan kepalanya. “Mari duduk lagi. Saya akan jelaskan pada Ibu,” ucapnya. “Tidak perlu, Dok. Aku sudah tahu jawabannya. Jangan lagi dokter memberiku harapan palsu. Aku tidak sanggup lagi mendengarkan apa pun yang keluar dari mulut dokter,” tolakku. Kini aku tertawa sambil menangis. “Ya, Allah, Dik, eling! Istighfar!” bentak Mas Nanang seraya memukul-mukul pipiku.” “Aku sadar, Mas. Bahkan sangat sadar. Itu sebabnya aku tahu diri. Apa Mas juga mau berusaha membujukku seperti dokter ini? Memberi harapan palsu padaku? Cukup, Mas. Aku sudah tidak mau lagi dengar apa pun. Ayo, kita pergi, Mas. Aku tidak mau di sini!” ajakku pada Mas Nanang. “Iya, ayo, kita pergi, tapi dengan syarat dengarkan dul
Last Updated : 2022-11-04 Read more