Semua Bab Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami: Bab 41 - Bab 50

62 Bab

Bab 41. Aira Kenapa?"

"Wah tumben Mbak Aira belanja sendiri? Biasanya juga nyuruh Mbak Rom?" tanya Bu Wiji tetangga dekat rumah."Iya Bu, ini juga sambil nunggu Mbak Romlah datang.""Enak ya jadi Mbak Aira, uangnya banyak, sudah gitu suaminya juga sangat penyayang.""Gak sayang gimana, Bu Wiji. Jampi-jampinya lanjut terus," kekeh Bu Aziz yang tiba-tiba sudah muncul di belakang kami.Sejenak aku berpikir, pasti ini serangan mental yang sengaja Bu Aziz lakukan untuk membuatku malu. Apalagi banyak Ibu-Ibu lainnya yang kebetulan belanja sayur di gerobak Bang Ujo."Emm ... jampi-jampi memang diperlukan Bu Aziz. Biar suami kita itu lengket dan makin cinta sama kita. Jangan sampai, suami ketikung janda di tengah jalan," sindirku pada Bu Aziz yang suaminya doyan main perempuan. Sontak Bu Wiji dan beberapa Ibu-Ibu yang lainnya pada tertawa. Apalagi Bang Ujo, ketawa ngakak sampai tak sadar giginya yang ompong kelihatan.Sementara Bu Aziz yang ter
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-09
Baca selengkapnya

Bab 42. Alif Beraksi

"Alhamdulillah, Mbak Aira sudah bangun. Gimana, apa masih sakit?" tanya Aba tua yang baru kuketahui bernama Aba Romli."Alhamdulillah, sudah enakan Ba. Tapi, kok badan saya sakit semua ya. Seperti habis dipijat gitu," terangku sambil memegang beberapa bagian tubuhku yang sakit."Gak apa-apa. Insya Allah nanti akan membaik dengan sendirinya. Ada yang lagi ngajak main-main Mbak Aira.""Maksudnya, Ba?" "Nanti biar Mas Alif yang menceritakan. Saya pesan, kalau sakit langsung baca ayat kursi ya. Hafal 'kan?" tanya Aba Romli lagi."Insya Allah hafal, Ba.""Ya sudah, saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa, bilang saja sama Ustad Karim. Biar dia langsung menghubungi saya. Assalamu'alaikum ....""Wa'alaikumsalam," jawab kami bersamaan.Aba Romli pun pulang diantar Ustad Karim, sementara Mas Alif mengantar kepergian sampai depan pintu gerbang."Makan dulu, Mbak. Ini aku bawakan soto ayam kampung."Uswatun membawa semangkok kuah soto bersama nasi ke dalam kamarku."Kamu kapan yang datang? Kok mun
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-10
Baca selengkapnya

Bab 43. POV Author

"Aduh sakit, Mak! Siapa yang main dukun? Mak lebih percaya pada kedua orang itu dari pada anak Mak sendir?!" seru Tika.Kembali sapu lidi itu dipukulkan Bu Marmi ke tubuh Tika hingga berkali-kali. Alif, Pak Wongso dan Paman Asrul tampak masih tercengang tanpa ada satu pun dari mereka yang melarang Mak Marmi."Dasar anak gak tahu diuntung kamu. Musyrik Tika! Musyrik! Apa kamu tidak tahu itu!" sarkas Bu Marmi sambil tangannya tak henti memukuli Tika.Setelah beberapa saat, wanita renta itu tampak berhenti memukul. Napasnya nmapak ngos-ngosan. Tak lama kemudian pingsan di sebelah Tika.Semua orang yang berada di tempat itu menjerit. Paman Asrul bersama Alif dan Pak Wongso membaringkan Bu Marmi di kasur lipat yang berada di ruangan tersebut sambil menunggu Mantri datang.Tika tampak menangis di samping tubuh renta Bu Marmi."Mak ... ma'afkan Tika Mak. Janji gak bakal ke dukun lagi Mak," isak Tika pilu.Sementara Paman Asrul beserta kedua tamunya tampak geleng-geleng kepala menyaksikan kel
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-11
Baca selengkapnya

Bab 44. POV Author

Berita kematian Bu Sumarmi pun terdengar telinga Alif dan Aira. Sebenarnya mereka ingin bertakziah juga ke sana. Hanya saja melihat kondisi Aira yang tidak memungkinkan, Alif pun memutuskan untuk tidak datang. Melalui perantara sepupu Aminah yang satu kota dengannya, Alif menitipkan sejumlah uang sebagai ucapan bela sungkawa. Sebetulnya bisa saja dia menitipkan pada Murni, tetapi pasti juga dia masih di kampung Ibunya. Sambil menyembuhkan luka psikis yang diderita istrinya, Alif mengajak keluarga kecilnya liburan untuk sementara waktu ke daerah pegununungan.Mbak Romlah bertugas menjaga kebersihan rumah tersebut. Toko pun tetap buka diawasi Uswatun kala siang. Malamnya dia tinggal di rumah Alif bersama Mbak Romlah, mumpung suaminya sedang tour Wali Songo bersama bapak-bapak jama'ah tahlil kampungnya.Hampir sepekan, Alif bersama keluarga kecilnya berada di villa yang sengaja mereka sewa. Anak-anak mereka juga terlihat bahagia sekali. Suasana baru membuat pikiran kembali ceria.Seming
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-12
Baca selengkapnya

Bab 45. Tamu Dari Dinas Sosial

"Jadi, bagaimana Pak Alif? Apa benar saudari Sari keponakan Bapak?"Kembali kedua orang tamuku tadi masih belum juga mendapat jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan. Bang Harun tampak tidak tenang dengan duduknya. Sesekali netra tuanya menatap ke Mas Alif, lalu berganti kepada tamu tadi. Suamiku beringsut dari duduknya, kini punggungnya lebih condong ke depan."Kami memang keluarganya, saya Omnya dan itu Abang saya, Pakdenya."Mas Alif berbicara sambil dagunya di arahkan ke Bang Harun."Tapi itu dulu. Sebelum mereka sendiri yang tidak menganggap kami keluarganya.""Maksud Bapak?" tanya kedua tamu tersebut bersamaan."Ceritanya panjang, Pak. Gak bakal selesai kalau pun saya ceritakan saat ini juga. Sebaiknya Bapak mengunjungi orang yang mereka anggap keluarga.""Tetapi Sari menunjuk Bapak sebagai keluarganya, alamat ini pun kami dapatkan dari pengakuannya," ujar Bapak yang bertopi.Sesaat kami saling terdiam kembali. Kedua tamu tadi terlihat saling mengerutkan dahi. "Mereka masih
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-14
Baca selengkapnya

Bab 46. POV YANTI

Kupikir, setelah aku ikut Ibu Kumala. Hidupku akan berubah, lebih santai tanpa ada aturan ini dan itu. Ternyata, khayalan tak seindah kenyataan. 'Bodohnya aku!'Ibu Kumala, aku memanggilnya demikian. Orang yang jelas-jelas tanpa ada ikatan darah atau pun perkawinan dengan keluargaku, malah aku panggil Ibu. Ya, aku hanya menuruti keinginannya saja, supaya aku mendapat kebebasanku, tetapi malah sebaliknya.Tante Aira yang sudah jelas, istri dari Omku malah aku sia-siakan kebaikannya. Menyesal, tentu saja. Ibarat pepatah, nasi telah menjadi bubur. Jadi aku tinggal mencari pelengkapnya agar terasa nikmat di lidahku.Nyatanya, semua tidak semudah itu. Sejak aku keluar dari rumah tersebut, kehidupanku malah amburadul. Sekolah pun terpaksa terbengkelai di tengah jalan. Lanjut tidak, lulus pun tidak. Sia-sia sudah.Di rumah Ibu Kumala, pekerjaan rumah malah tak ada habisnya. Padahal, rumahnya hanya sepetak pekarangan milik Tante Aira. Semua pekerjaan aku yang mengerjakannya. Pagi sebelum Sub
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-14
Baca selengkapnya

Bab 47. POV KUMALA

Namaku Kumala, ibu muda dengan lima orang anak yang masih kecil-kecil. Anak pertama duduk di kelas empat, nomer dua kelas tiga, nomer tiga masih TK, nomer empat baru empat tahun. Sedangkan yang bungsu baru berumur dua bulan. Anakku memang banyak, karena pada dasarnya suamiku memang menyukai anak kecil. Mas Rudi, bekerja sebagai sales alat-alat pertanian. Kalau pas banyak orderan ya banyak pula gaji yang diterimanya. Tetapi kalau pas lagi sepi, ikut pula mengurangi gajinya.Suatu hari aku bertemu dengan Sari. Gadis manis yang dari ceritanya, sudah tidak punya orang tua. Karena kulihat dia sedang mencari pekerjaan, maka aku pun menawarkan padanya untuk bekerja di rumahku awalnya.Tetapi semakin ke sini, Sari tidak seperti yang kubayangkan. Dia sangat pemalas, apa-apa juga mesti disuruh terlebih dahulu. Aku pun berpikir ulang untuk menggajinya. Hingga suatu hari, aku pun mengemukakan keberatanku padanya."Sar ... Ibu mau ngomong.""Ya Bu, mau bicara apa?""Kalau kamu seperti ini, Ibu ti
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-15
Baca selengkapnya

Bab 48. Kembali Meminta Belas Kasihan

Waktu terus berjalan, Alif dan Aira benar-benar fokus pada anak-anak mereka dan pekerjaan keduanya. Bagi Aira dan Alif kini, masa depan buah hati mereka adalah segalanya. Kini si sulung Firda pun tengah duduk di bangku Universitas. Vian juga sudah duduk di bangku SMP. Dan si bungsu Jaya sudah mau masuk TK. Aira dan Alif benar-benar memberi perhatian kepada ketiganya, agar mereka tidak salah jalan.Sebuah panggilan masuk di ponsel Aira, tanpa nama. Hanya sebuah foto saja, tetapi Aira belum menggubrisnya. Karena dia sedang belanja kain.Hingga dua kali, nomer itu terus menghubunginya. Tetapi, karena masih di jalan, panggilan itu pun terlewat lagi, begitu saja. [Assalamu'alaikum]Sebuah notifikasi masuk, menyapanya dengan sebuah salam. Aira pun membukanya, takut ada pelanggan yang menanyakan pesanan di tokonya.[Wa'alaikumsalam. Ya Bunda, ada yang bisa saya bantu?] balas Aira.[Ini aku Tika, Ra. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu. Boleh aku telpon?]Deg ....'Kenapa dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-15
Baca selengkapnya

Bab 49. Yanti vs Murni

Pintu kuhempas dengan kasar, sebagai bentuk pemberontakanku pada kedua Bibiku. Terbaring di kasur reot, udara yang pengap dan menyiksa indera penciuman. Angan ini berkelana tak menentu rimbanya.'Kenapa aku harus yang minta ma'af pada mereka? Ada tidak ada Tante Aira dan Om Alif, aku akan tetap dengan Mas Anwar!'Tak perduli Bi Tika dan Bi Murni ngomong apa, aku gak akan perduli lagi. 'Arrrggghh ... kenapa jadi serumit ini?'Kenapa mau nikah saja harus minta restu darinya. Yang mau nikah juga aku, pun menjalaninya nanti, aku sendiri.Bagaimana mungkin meminta restu dari mereka? Jangankan restu, menelepon mereka saja sudah bikin ketakutan. Apalagi sampai menemui mereka.Aku masih ingat, ketika Om Alif memintaku dengan baik-baik agar aku pulang ke rumah mereka lagi. Tak kuperdulikan sama sekali, malah aku lempari mukanya dengan kotoran yang sampai kapan pun, tak mungkin dapat dilupakan olehnya.'Menyesal? Untuk apa? Semua akan berlalu dengan sendirinya pikirku. Tetapi, kini apa?'Sebua
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-17
Baca selengkapnya

Bab 50. Mas Anwar Kenapa?

Malas sekali aku menemui mereka, yang ada pasti mereka menyuruhku mendatangi rumah kedua orang yang sengaja aku benci, Tante Aira dan Om Alif. Apalagi jika harus meminta ma'af pada mereka. Tak akan pernah kulakukan."Mau tidak mau, kamu harus menemui Alif dan Aira! Minta ma'af pada mereka berdua!" suruh Kakek Asrul dengan tegas padaku.'Tuh kan, apa aku bilang. Tahu gitu aku tadi lebih baik tidur.'"Aku yang minta ma'af pada mereka, Kek? Ngapain? Lagian sudah berlalu, buat apa juga. Pasti mereka sudah lupa," jawabku santai.Bibi Tika dan Bi Murni menatapku dengan sorot kemarahan. Wajah mereka tak kalah mengerucutnya seperti mulutnya."Dasar anak kurang ajar kamu! Lihat pake cermin mukamu yang penuh kemunafikan itu! Untung saja Alif dan Aira tidak melaporkanmu ke Polisi."Bibi Tika membuka mulut, menceramahiku. Kini tatapan kami saling beradu. Aku tidak mau dianggap bocah kecil lagi."Aku bukan Bibi! Baru diancam saja sudah ketakutan!" cibirku padanya. Sontak semakin memerah muka Bi T
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status