All Chapters of Ketika Keponakan Suamiku yang Sok Kaya Tinggal Di Rumah Kami: Chapter 21 - Chapter 30

62 Chapters

Bab 21. Teka-Teki Apa?

Sampai di toko sudah hampir jam sepuluhan, dengan cekatan aku membuka dibantu oleh kedua anak buahku. Kalau hari Minggu begini, banyak orang jalan-jalan atau sekedar mencuci mata menghabiskan waktu luang.Tetapi ada pula yang sengaja datang dari luar kota, untuk mencari barang yang memang mau dijual lagi maupun untuk persiapan lebaran. Tentu saja, bagi yang ambil banyak akan dapat harga grosir, lain dengan yang eceran. Bagi pedagang seperti kami, jika pengambilan banyak, kami hanya main omzet saja. Beda ceritanya kalau eceran. Terkadang kami ambil laba sekitaran sepuluh ribu hingga lima belas ribu, karena adanya resiko mati ukuran dan warna.Tak terasa karena kesibukan yang tak henti-henti, waktu pun bergulir dengan cepat begitu saja. Suamiku tidak datang ke toko, karena masih menyelesaikan masalah Yanti. Aku juga sengaja tidak meneleponnya, takut saling mengganggu.Hari sudah hampir senja ketika aku tiba kembali di rumah. Kulihat Mbak Romlah sudah selesai dengan tugasnya. Makanan pu
last updateLast Updated : 2022-08-17
Read more

Bab 22. Apa Ada Maling?

"Ibu sudah sarapan?" "Sudah tadi, Nak. Kok tumben belum berangkat?"Pagi ini sengaja aku tidak berangkat bareng Mas Alif. Karena rencananya mau nunggu Uswatun dulu dari pasar. Sambil menunggu, aku menyiapkan bahan-bahan yang hendak kuracik."Yanti jadi tinggal ma siapa, Nduk?" tanya Ibuku hati-hati."Sama orang tua angkatnya Sari itu Buk, kenapa memangnya?"Kulihat Ibu mengerjapkan matanya. Pandangannya menerawang lalu berkaca-kaca. Sesaat kemudian terdengar beliau bicara lagi."Ibuk ini bukannya mau adu domba, tapi ... kalau tidak bilang, kasihan kamu.""Soal apa, Buk?"Aku mengalihkan perhatianku sejenak dari bumbu-bumbu yang hendak kuracik. Ingin tahu, perihal apa yang hendak dibicarakannya."Gak sekali dua kali, si Yanti itu datang bawa teman. Bahkan temannya ada bilang. Owh, tua bangka ini ya Yan? Kasih racun saja biar cepat mati!" ucap temannya sinis pada Ibu."Astaghfirrullah ... Ibuk kenapa gak bilang sama aku?" "Nduk ... Nduk, kamu itu seharian kerja pontang-panting, masa d
last updateLast Updated : 2022-08-18
Read more

Bab 23. Mulai Ketahuan

[Kayanya, rumahmu ada hantunya, Mbak. Baru aku tinggal sebentar ke bawah, uangku yang tinggal selembar satu-satunya di dompet, raib entah kemana. Untung uang yang dari pean aku umpetin di balik sakuku.] "Allah ... bencana apalagi ini?" keluhku kesal setelah membaca pesan dari Uswatun.Segera saja kuhubungi Uswatun. Sampai nada dering kelima, masih belum juga diterimanya panggilanku. Baru ketika untuk kedua kali akan menghubunginya lagi. Sebuah pesan masuk darinya.[Rumahmu beneran ada tuyulnya lho, Mbak. Masa iya, uangku tiba-tiba sudah di selipan baju yang masih kutaruh di atas kasur?! Sampai bingung jadinya.]Dahiku berkerut membaca pesan darinya. Tak mungkin bukan, dalam sekejap hilang, terus bisa balik lagi. Apalagi kalau tuyul yang ambil, pasti sudah hilang uang itu.[Sari masih tidur?][Masih ... malah sampai ngorok-ngorok.]Kukantongi ponselku, tak lagi membalas pesan Uswatun. Biar nanti setelah pulang, aku tanyakan lagi. Segera aku naik ke lantai atas, tempat di mana usaha ka
last updateLast Updated : 2022-08-20
Read more

Bab 24. Perbuatan Siapa Lagi Ini?

Ponselku seketika berdering, ketika aku hendak mengangkatnya, Sari turut masuk ke dalam kamar. Aku bingung harus gimana, sementara Mbak Aira terus-terusan meneleponku.Sambil mengawasi Sari, aku mengirim pesan pada Mbak Aira.[Ada Sari Mbak, nanti saja aku jelaskan di rumah.]Langsung centang biru, tetapi tanpa balasan darinya. Aku mematikan ponselku, lalu menaruh di atas nakas tempat tidur."Kamu mau cari apa Sar?"Sari tampak kebingungan menjawab pertanyaanku, tangannya sibuk menggaruk kepalanya. Salah satu tanda jika orang itu melakukan kesalahan. Yang kupelajari dari salah satu buku psikologi.Tampak Sari memunguti remahan-remahan dan juga membersihkan makanan yang berhamburan di sela-sela lipatan baju. Aku keluar kamar, menuju musholla kecil yang berada di pojok. Memakai mukena yang sudah ada di sajadah, kemudian bergegas sholat Dhuhur. Begitu selesai sholat, kulihat Sari telah usai pula membereskan pekerjaannya tadi. Segera kuambil mukena yang tadi dirubungi semut dan bercak ma
last updateLast Updated : 2022-08-21
Read more

Bab 25. Gak Balik Juga Gak Masalah

"Tumpukan apa Dek, yang ada di selipan baju? Potongan ikan ayam? Siapa yang menaruhnya?" tanya Mas Alif sekali lagi, membuat aku dan Uswatun tidak tahu harus menjawab apa."Eh itu, siang tadi pas Uswatun bersih-bersih lemari, nemuin remahan makanan di selipan susunan baju. Gak pa pa kok Mas. Barangkali lupa taruh," kilahku."Mana ada seperti itu? Terus, siapa yang sudah naruh makanan di situ?" tanya Mas alif sedikit emosi, membuat kami berdua khawatir. Aku mengedikkan bahu tanda tak mengerti. Lalu kusodorkan gawaiku yang berisi foto yang diambil Uswatun tadi siang. Uswatun tampak gemetar di sampingku."Itu di selipan baju siapa?" tanya Mas Alif sambil memperhatikan dengan seksama gambar di ponselku."Di selipan mukena dan baju sholat, Mas. Biasanya memang aku sediakan untuk tamu yang kebetulan menginap atau numpang sholat di rumah kita."Kuambil kembali gawaiku dari tangan Mas Alif. Menyodorkan segelas air mineral kepadanya, guna mengurangi emosi. Tetapi, Mas Alif hanya meletakkan di
last updateLast Updated : 2022-08-21
Read more

Bab 26. Sebelum Sari Pergi

"Izinkan, saja Dek! Gak balik ke rumah kita juga gak pa pa! Malah enak." Sontak aku pun kaget mendengar ucapannya."Kok gitu sih?""Emm ... dari pada ntar datang lagi, bikin masalah baru."Aku mengerutkan keningku, tidak paham dengan maksud suamiku."Anak seperti Sari itu, biasa hidup di jalanan. Mudah mempengaruhinya, apalagi hal yang buruk. Pasti cepat dia menanggapinya. Selama ini, kalau keluarga mendiang Ibunya itu orang baik, gak mungkin mereka berencana licik di belakang kita. Kamu saja yang belum aku kasih tahu akan hal ini.""Emang ada yang tidak aku ketahui? Apa itu?""Lebaran nanti gak usah belikan Sari banyak-banyak belanjaan. Cukup belikan saja seperlunya. Perhiasan yang kamu belikan, suruh lepas semua. Kecuali anting, biar saja dipakai."Aku diam, mencoba mencerna semua perkataan suamiku. Takutnya dia cuma berprasangka yang tidak-tidak pada keluarga mendiang Ibunya Sari.~~~~~Waktu terus bergulir, puasa sudah dapat dua puluh hari. Firda dan Sari juga sudah pernah batal
last updateLast Updated : 2022-08-24
Read more

Bab 27. Tawa Di Tengah Luka

"Diam kamu! Kamu cuma pembantu di sini! Aku ini ponakan Om alif!""Plaaakk ...!"Tangan Uswatun menampar pipi kanan Sari dengan keras. Seketika membuatku terhenyak, yang membuat lebih terkejut lagi. Mas Alif sudah berdiri di pembatas tangga dengan pandangan menusuk. Tak ada pembelaan sedikit pun buat kedua keponakannya.Sari tampak menangis sambil memegangi pipinya yang masih merah. Matanya menatap penuh kebencian pada Uswatun. Seakan-akan tidak menerima atas tamparan Uswatun."Apa ... mau melawan?" bentak Uswatun kesal.Sementara Sari masih tetap menatap Uswatun dengan pandangan dendam."Kemasi barangmu! Kalau perlu bawa semua. Jangan sampai ada yang kelupaan!" ucap Mas Alif tegas pada ponakannya."Us ... bantu Sari sampai selesai! Pastikan yang bukan miliknya, jangan sampai terbawa!""Ke bawah dulu, Dek!" ajaknya lalu langkah kakinya menapak turun anak tangga. Aku turut membuntuti di belakangnya."Apa aku bilang? Benar 'kan dugaanku, Dek?""Iya ...." jawabku lirih tak lagi membanta
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

Bab 28. POV Sari

"Perhiasanmu sudah dibawa?" tanya Sella sepupuku dari almarhummah Bunda, sebelum kami berlalu dari rumah Tante Aira."Perhiasannya masih dicucikan, kata Tante." Aku pun lalu naik di boncengan motor Sella dengan membawa dua tas besar. Tas untuk oleh-oleh Nenek dan yang satu lagi berisikan khusus baju-bajuku. Motor melaju perlahan meninggalkan istana kedamaian. Kenapa aku menyebutnya demikian? Karena di sana mau makan tinggal makan, jajan, baju semua sudah tersedia tanpa kuminta. Termasuk perhiasan pun, dipakaikannya untukku.Namaku Sari Kusumaningrum, Bundaku meninggal ketika aku masih berusia lima tahun. Aku masih ingat betul cantiknya wajah beliau yang menurun ke Yanti. Sedang aku, mewarisi garis wajah Ayah.Setelah Bunda meninggal, berdua kami diasuh oleh Nenek. Tak lama kemudian, Ayah menjemputku untuk diajak tinggal bersama istri barunya.Jika semua 'Ibu Tiri' seperti Bunda Ashanti, alangkah bahagianya hati ini. Diperhatikan dan juga dilimpahi kasih sayang. Tetapi semua itu hany
last updateLast Updated : 2022-08-25
Read more

Bab 29. Bi Murni Mengusir Sari?

Perlahan aku pun menyobek pinggiran amplop amplop warna hijau tua itu."Sri...."Bayangan indah berkelebat memenuhi netra ini, fantasi pun melayang tinggi bagai layang-layang yang menari di langit biru. Meliuk-liuk mengikuti angin yang berhembus. Sedetik kemudian, menukik tajam ke bumi, terlepas dari tali pengaitnya. Itulah kini yang kurasakan, begitu terbuka amplop amplop. Aku pun mengeluarkan isi di dalamnya. Lembaran yang kukira berwarna pink semua, ternyata... arrgghh.Mata Sella pun ikut melotot melihat uang yang kupegang di tanganku. Sedetik kemudian, tawanya memecah keheningan di antara kami. Aku mendengkus kecewa, sementara Sella masih tertawa sampai kedua netranya mengeluarkan air mata."Banyaknya duitmu, Sar. Bolehlah traktir aku semangkok bakso jagalan." Sella meledekku habis-habisan, ingin kulempar dengan uang bendelan itu. Tetapi, hati kecil ini melarang. Karena aku masih punya rencana dengannya. Bagaimana dia bisa memintaku mentraktirnya beli bakso jagalan yang sepors
last updateLast Updated : 2022-08-27
Read more

Bab. 30. Apa yang Di Sembunyikan Bibi Tika?

"Kamu balik sana ke rumah Alif!" usir Bi Murni marah.'Ya Allah, aku harus bagaimana ini?'Setelah berbicara demikian Bi Murni tampak berlalu ke kamar. Aku hanya bisa diam terpaku.Bi Tika tampak menatapku penuh dengan kebencian. Aku kian menenggelamkan kepala ini, tak sanggup menatap netranya yang penuh murka.Sella mengajakku keluar rumah, duduk di teras menggelar tikar pandan. Dengungan nyamuk yang berseliweran, bagai music orang punya hajatan."Ah, kenapa aku bisa begini?" gumamku penuh sesal."Sudah Sar, jangan diambil hati. Besok kita pulang ke rumah Nenek dulu," bujuk Sella.Aku hanya mengangguk, lalu ikut rebah di sampingnya. Suara dengungan itu kian marak, sementara tangan ini sibuk menepuk ke sana-kesini, mengusir nyamuk yang hinggap.~~~~~Setelah kematian suamiku, aku pun bertolak ke Malaysia guna menyambung hidup. Siapa yang menyangka, takdir membawa diri ini ke negeri Jiran, untuk mencari sesuap nasi.Panggil aku Tika, janda cerai mati dengan dua orang anak. Aku terlahir
last updateLast Updated : 2022-08-28
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status