"Ibuku yang menyediakan ini," ucapnya kembali, seolah menjelaskan pertanyaanku tadi."Ibumu pasti tahu kau suka berkelahi," sahutku. "Ish, aww. Sakit, Ren!" Aku langsung memekik begitu dia menekan lukaku dengan sengaja."Jangan sok tahu!" gerutunya. Aku meringis."Apa lukanya dalam? Bekasnya nanti hilang, tidak?""Kau tak perlu khawatir, sejelek apa pun hasilnya aku tetap menerimamu.""Hish, Ren!" Aku mendorong bahunya. Dia tertawa kecil, lalu mengolesi lukaku dengan salap."Kenapa bajingan itu bisa masuk ke kamarmu? Kenapa kau bisa begitu ceroboh membukakan pintu pada orang asing, ha?" Dia kembali menginterogasi usai menempel plaster tuk menutupi lukaku.Aku menceritakannya secara detil. Tentang bagaimana pria itu menunggu sebelum aku sempat masuk dan mengunci pintu. Lalu kulihat wajahnya kembali menegang, menahan emosi. "Kau ini bodoh, ya?" Dia kembali menggeram.Apa ada kata-kataku yang salah? "Sampai kapan kau akan menunggu si brengsek itu di sana, ha? Sudah kubilang pria itu t
Read more