Kulempar senyum pada suamiku yang sudah seperti singa itu lalu dengan cepat aku membalikkan badan. "Mbak, kaki saya kram. Tolong antar ke meja, ya!" pintaku pada pelayan kantin. Di kantin ini memang tidak menyediakan jasa atau pelayan untuk mengantar pesanan sehingga kami harus menunggu hingga pesanan datang duku baru duduk."Iya, Mbak.""Eh, Bell," panggil Yusak, aku tak menghiraukan dan terus berlalu menuju meja Mbak Mei."Masyaallah, Bell, ngos-ngosan kayak di kejar hantu aja," kata Mbak Mei begitu aku duduk di sebelahnya."Singa, lebih berbahaya dari hantu!" jawabku seraya mengatur napas agar lebih relax."Singa, singa. Sopan lah sedikit, ada bos di sana, jaga image," sambung Mbak Selly dengan ekor mata yang diarahkan pada Abi."Bos udah laku juga, ngapain jaga image!" ceplosku tanpa sadar."Masih calon, ibarat pepatah, sebelum janur kuning melengkung. Abimana milik umum.""Milik umum apa? Apa maksudnya?" tanya Abi di belakang kami, ya ini suara Abi. Kami pun menoleh dan berdiri s
Baca selengkapnya