Beranda / Pernikahan / Tak Semanis Madu / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab Tak Semanis Madu: Bab 131 - Bab 140

174 Bab

132. Solusi

POV ABIBegitu kagetnya aku saat aku dan Adip masih berdiskusi panas, justru Bella masuk padahal mobil sudah aku sembunyikan di halaman belakang majalah agar Bella tidak melihatnya saat tiba di kantor. Lagi-lagi aku merasa kecolongan."Sayang? Kamu ngapain ke sini?" tanyaku mendekati. "Ini, ngapain juga bawa-bawa kopi, OB pada ke mana emangnya?" sambungku melihat nampan berisi dia cangkir kopi di tangan Bella."Aku kira Mama yang datang dan akan membuatmu menangis lagi, kenapa tidak mengatakannya padaku?" tanyanya penuh perhatian. "Manisnya," kataku membingkai wajah manis itu dengan kedua tanganku, gemas sekali aku mendengar perhatiannya. Sengaja juga aku memperlihatkan kemesraan agar Adip tau diri dan tidak lagi mengharapkan Bella."Jangan bermesraan di hadapanku. Kalian membuat dadaku sesak seolah mau mati." Adip berkata dengan nada kesal."Mati, mati aja. Nggak berguna juga!" "Lagi-lagi durhaka lu, Bi. Ha ha ha, istri dijadikan OB," celetuk Adip mengejekku. Kuambil nampan dari ta
Baca selengkapnya

133. Solusi 2

[Baik, Pak.] Dengan cepat Meta membalas.Pilihan memang sulit, namun harus tetap dijalani. Mana mungkin aku mau menyerahkan proyek pada Hayuda seperti keinginan Adip yang artinya akan bergabung dengan mereka lagi, Adip harus kerja keras sendiri jika ingin kembali berjaya. Aku tak mau lagi memberinya keenakan tanpa kerja keras. Enak di dia terus, kapan sadar dan insyaf jika terus saja bersenang-senang tanpa mengalami sengsara. Aku tidak b*doh dan tidak mau percaya begitu saja padanya.[Pergi ke Hayuda. Bantu Pradipta mengurus proyek yang belum rampung sebaik mungkin. Agar Hayuda mendapat promosi lagi. Jangan lembek. Bimbing dengan tegas dan cara militer. Jangan memberinya celah untuk ongkang-ongkang kaki dan bermalas-malasan. Jangan takut padanya, Adip ada di bawah pengawasan dan kendali saya sepenuhnya!]Send. POV BellaParfum mahal yang kuambil dari laci Abi nampaknya sangat berguna. Wangi semerbaknya sampai memenuhi ruangan divisi baru ini."Mohon bimbingan untuk saya, Salsa Bella
Baca selengkapnya

134. Ketegangan di meja kantin

Kulempar senyum pada suamiku yang sudah seperti singa itu lalu dengan cepat aku membalikkan badan. "Mbak, kaki saya kram. Tolong antar ke meja, ya!" pintaku pada pelayan kantin. Di kantin ini memang tidak menyediakan jasa atau pelayan untuk mengantar pesanan sehingga kami harus menunggu hingga pesanan datang duku baru duduk."Iya, Mbak.""Eh, Bell," panggil Yusak, aku tak menghiraukan dan terus berlalu menuju meja Mbak Mei."Masyaallah, Bell, ngos-ngosan kayak di kejar hantu aja," kata Mbak Mei begitu aku duduk di sebelahnya."Singa, lebih berbahaya dari hantu!" jawabku seraya mengatur napas agar lebih relax."Singa, singa. Sopan lah sedikit, ada bos di sana, jaga image," sambung Mbak Selly dengan ekor mata yang diarahkan pada Abi."Bos udah laku juga, ngapain jaga image!" ceplosku tanpa sadar."Masih calon, ibarat pepatah, sebelum janur kuning melengkung. Abimana milik umum.""Milik umum apa? Apa maksudnya?" tanya Abi di belakang kami, ya ini suara Abi. Kami pun menoleh dan berdiri s
Baca selengkapnya

135. Ketegangan di meja kantin 2

"Kalian silahkan makan duluan," ucap Abi pada kami. Aku pun segera menikmati makan siang sebelum Yusak datang dan membuatku sulit untuk menelan makan siangku jika Abi dan Yusak berada dalam satu meja."Pelan, Sayang, masih banyak waktu dan kejutan untukmu!" bisik Abi mengancamku. Sepertinya makan siang ini akan terasa lebih alot karena tertekan."Diamlah, Bi. Jangan macam-macam," jawabku.Kuhentikan suapan terakhir saat aku merasa ada yang memegang tangan yang kuletakkan di pangkuan. Abi yang menyandarkan bahunya santai di bahu kursi, dengan santai pula memainkan tangannya di bawah sana, menggenggam dan mengusap tanganku tanpa beban. Terlihat wajah menjengkelkan dengan senyum miring menghiasi ujung bibirnya yang masih membiru itu. Bak pemain yang sudah lihai memainkan peran.Kucoba menarik tanganku darinya, namun ia justru menggenggam semakin kuat. "Lepas, Bi!" lirihku."Apa, Bell?" tanya Mbak Selly. Aku pun menghentikan pemberontakanku."Nggak kok, Mbak. Ini makanku sudah habis. Kala
Baca selengkapnya

136. Menagih janji

POV Abi[Bell, aku ada urusan penting. Kencannya nanti malam sampai di rumah saja, ya? Aku sudah menghubungi Mang Usman untuk menjemputmu, mobil sudah dicuci, kok. Tunggu di pos security saja jangan ke luar gerbang! I love you 😘]Maksud hati ingin membuat perhitungan dengan Bella pun akhirnya batal. Memang apes, maksud hati ingin memisahkan Bella dari Raka, namun ternyata malah ada Yusak yang terlihat lebih meresahkan dari Raka.Terpaksa aku membatalkan acara dengan Bella, saat kulihat Mobil Alphard warna putih dengan nomor kendaraan yang sudah aku hafal betul siapa pemiliknya itu kini memasuki gerbang majalah. Ya, mobil itu tidak lain dan tidak bukan adalah milik Mama. Aku pun segera mengikuti. Kuputuskan untuk masuk dari pintu belakang agar lebih cepat sampai sebelum Mama berbuat ulah dan marah-marah di sana hanya karena tidak bertemu denganku."Loh, Pak Abi?" sapa OB yang melihatku masuk dari pintu belakang. Aku pun membalas dengan senyum ramah lalu kembali melangkah masuk."Pak
Baca selengkapnya

137. Menagih janji 2

Mama bergeming menatapku marah, dadanya pun naik turun dengan napas cepat dan rahang mengeras. Lalu dengan kesal dia pun pergi dengan langkah cepat. Di ikuti Pak Fabian yang setia sebagai pengacara keluarga Hayuda di belakangnya.Kuhempaskan tubuhku di sofa, melepaskan segala amarah agar tidak terbawa saat pulang. Satu jam hingga tiga jam aku tinggal di ruangan ini sendiri, di tengah keadaan kantor yang semakin sepi dikarenakan karyawan sebagian besar sudah pulang."Permisi, Pak, mau dibawakan minum atau makanan?" tanya OB yang masih tinggal saat aku membuka mata."Astaga, Pak. Bapak masih di sini? Kenapa belum pulang?" tanyaku yang melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam dan masih ada OB yang masih ada di kantor. Tampaknya aku sudah tertidur juga tanpa aku menyadarinya."Kami teh takut kalau Bapak sewaktu-waktu membutuhkan sesuatu," Jawaban yang diberikan begitu membuatku merasa bersalah. Ternyata mereka begitu loyal terhadap tugas."Masyaallah, maaf, maaf, Pak. Say
Baca selengkapnya

138. Keputusan

Akhirnya negosiasiku membuahkan hasil sesuai harapan. Bella bersedia mempublikasikan hubungan ini tanpa menungggu hasil dari edisi Maret. Namun, keadaan kaki yang belum bisa digunakan untuk berjalan membuatnya tidak bisa datang ke kantor dalam beberapa hari kedepan. Nggak lucu juga pengumuman dengan kaki pincang atau memakai kursi roda. Kurang romantis rasanya. Setidaknya bisa berjalan sendiri saat itu tiba. Tapi aku yakin itu tidak akan lama. Selama Bella pemulihan aku menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memasarkan Edisi Maret. Meski dia mengatakan apapun hasilnya akan menerima, tapi tetap saja aku tidak mau mengecewakan. Berbagai upaya aku lakukan untuk membuat edisi ini laris manis. Bahkan, kalau bisa sebelum bulan maret kenaikan sudah harus signifikan. "Abi ... aku mau minum," kata Bella. Selama cidera kaki, kami selalu menghabiskan waktu di kamar ini, aku tidak mengijinkannya untuk keluar apa lagi naik turun tangga, lagi pula siapa yang akan membantunya jika aku tidak ada
Baca selengkapnya

139. Keputusan 2

POV Bella. Aku memutuskan untuk menuruti permintaan Abi, bagaimanapun juga aku sudah berjanji, aku pun akan menepatinya. Namun, kondisiku yang belum bisa masuk ke kantor karena dokter Riswan mengatakan untuk istirahat beberapa hari maka kami belum bisa mengumumkan sekarang. Tak mungkin juga datang ke sana kalau kaki saja belum bisa digerakkan dan bagaimana pula bekerja dengan tangan di gendongan seperti ini. Abi juga melarang memaksakan diri untuk datang. Satu minggu sudah aku tinggal di rumah untuk proses penyembuhan, rasanya begitu jenuh dan membosankan. Terlebih, selama itu Abi juga selalu pulang malam bahkan di rumah pun masih setia di depan laptop, tak mau melihatku sama sekali. Persis yang aku lihat saat ini, dia duduk di sofa nan jauh di sana."Hei, kamu, tak bisa kah memandangku sekali saja? Apa kamu sudah benar-benar kelainan? Atau kamu sudah nggak normal? Sehingga tidak ada keinginan?" tanyaku di atas ranjang dengan lingerie merah yang tak mampu menggoyahkan hasrat suam
Baca selengkapnya

140. Go Public (Abimana lelaki hebat, lelaki bertanggung jawab)

Tak ada yang bisa aku katakan lagi saat Abi meraih tanganku lalu mulai membungkuk untuk memeriksa kakiku. "Nggak papa, aku nggak papa." Dia tampak menghela napas sembari melirik tajam padaku lantas kemudian kembali berdiri. "Masuk!" perintahnya tak sedikitpun ia melepaskan tangannya dariku, sudah seperti tawanan saja dia memperlakukan aku. "Aku bisa di sini sebentar? Aku bisa ke ruanganku sendiri," pintaku, kurasa aku harus menjelaskan dulu pada Mbak Mei yang terlihat begitu shock. Bahkan, suaranya tidak bisa keluar meski bibirnya bergerak-gerak dengan mata membulat sempurna."Nggak, kamu ke ruanganku, Bell. Mei, kamu Mei, kan? Katakan ke bagian informasi kalau acara jam 10 akan dimulai. Saya mau semua berkumpul di tempat yang sudah disediakan," ucap Abi padaku dan beralih pada Mbak Mei yang masih mematung."Mei!" sentak Abi yang melihat Mbak Mei tak merespon panggilan atau perintahnya."Nggak usah kasar lah, Bi," kataku mengingatkan. Di tengah puluhan pasang mata yang menatap kami.
Baca selengkapnya

141. Go Public 2

Dia menoleh cepat ke arahku. "Ya, nggak lah, Sayang." "Kalau aku tidak percaya?" "Ya jangan gitu lah, aku tidak mencintainya!" ucapnya, kali ini suaranya berubah tegas."Aku juga seperti itu, Bi. Aku tidak mencintai Raka. Mengertilah, selama ini aku juga belum menjalin hubungan apapun dengannya, sedangkan kamu? Kamu bahkan sudah tidur dengan ...." Abi menghentikan perkataanku dengan jari telunjuk yang di letakkan di bibirku dengan cepat kemudian memelukku."Aku mohon jangan mengungkitnya, Bell, maafkan aku. Maaf ...," lirih Abi dalam pelukan yang aku balas. Sesungguhnya aku tidak ingin mengungkitnya, aku hanya ingin Abi bisa sama sepertiku, yang bisa melupakan hubungannya dengan Tari dan percaya bahwa Abi hanya mencintaiku. Hanya itu tujuanku."Aku hanya melakukannya satu kali saja, Bell. Aku sungguh tidak mampu kalau kamu terus mengungkitnya," jelas Abi."O ya? Bukankah di Surabaya ....""Bella, kau meneriakiku waktu itu, woy pelan-pelan ini bukan hotel. Seketika wajahmu berkeliara
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
18
DMCA.com Protection Status