Semua Bab Aku Tak Bodoh: Bab 71 - Bab 80

151 Bab

Part 71

Tik tik tik tik tikIrama waktu yang berdetik menjadi saksi betapa tubuh ini tak bisa diam. Bantal khusus kepala bisa berubah menjadi bantal kaki, karena aku berputar seperti perputaran jarum jam di dinding itu. Mata dipaksa terpejam, ia menolaknya. Otak dipaksa jangan berpikir terus, ia malah memerintahkan pan*at untuk duduk. Lelah memaksa anggota tubuh untuk menurut, selimut kusibak. Berjalan pelan menuju dapur dan menuangkan air ke dalam gelas bening, menjadi pilihanku. Glek glekAir tandas seketika. Kususuri setiap sudut dapur ini dengan mata. Semua kenangan manis ada disana. Aku berjalan kembali ke depan dan duduk menyendiri di sofa. Lagi, kenangan manis menari-nari diingatan. Tak bisa kutampik, kehadiran Mas Bima masih terekam jelas. Tapi sudah kubulatkan tekad, bahwa kenangan bersama mantan akan dihempaskan ke planet yang mau menerimanya. Teng! Teng! Jam lonceng berdenting dua kali. Artinya tiga jam lagi, aku baru akan memulai aktifitas pagiku. Lama amat. Selepas Arimbi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-15
Baca selengkapnya

Part 72

Tak lama kemudian, seorang Mbak ojol sudah berada di depan kami. Urip pun permisi pergi sekolah dan menaiki tumpangannya dengan lebih malu-malu. "Berondong mana lu sewa, Mbi?""Adaaa, di atas rumah gue," jawabnya cuek sambil mengambil bungkusan di depan jok motornya. "Wah, anak langit dong!""Sakkarepmu lah, Fiiiiir! Ayok, kasih peliharaan lu makan! Pasti semaleman mereka lu suru puasa," celetuk Arimbi tepat ke jantung hati. "Sotoy, lu!"Kami berdua beranjak masuk ke dalam rumah. Aku ke dapur membuatkan sohibku itu teh susu. Duuuh, Ini otak kembali ngeprank atau emang tuh orang nyantet aku, sih. Jadi keinget Mas Bima lagi, karena ini minuman yang setiap pagi aku buatkan untuknya. Herman! "Tidak-tidak. Aku cuma latah, karena terlalu sering membuat beginian ketika pagi menjelang, bukan karena mengingat dia. Stop otak, kembali ke habitatmu!" ucapku pada diri sendiri. "Nah, benerkan dugaan gue. Lu udah lari sepersekian detik dari porosnya. Ngomong sendiri," ujar Arimbi yang tiba-tiba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-15
Baca selengkapnya

Part 73

Tanpa direncanakan akhirnya aku, Arimbi dan Dini berniat jalan ke kebun binatang. Melupakan sejenak dari keriuhan aktifitas hidup. Gawai ku silent, berharap tak mendapat gangguan dari pihak manapun. Tapi sebelumnya, aku mempermisikan Dini ke pihak sekolahnya, jika hari ini dia libur. Untung saja nomor Mama Samer, teman sekelas Dini aku save. Jadi bisa dengan mudah meminta nomor wali kelas anaknya, dan mempermisikan Dini via phone. Aku ajak Dini untuk kembali ke rumahnya. Mengganti baju seragam dengan baju biasa. Berdua kami masuk ke dalam rumah yang tadi lupa dikunci oleh tiga kuyang. Mungkin lupa, karena masih didominasi dengan marah, memaki dan menangis. "Tante, bekal Dini dibawa aja ya, tadi Nenek udah siapin di meja dapur." Anak itu memberitahukan jika dirinya mempunyai bekal ketika akan berangkat sekolah tadi. "Boleh, di meja dapur, kan? Sebentar, Tante ambilkan ya!"Aku segera menuju dapur, mencoba mencari bekal yang dimaksud Dini. Di meja makan terdapat kotak makanan anak-a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-15
Baca selengkapnya

Part 74

Pertama-tama menyusuri lemari gantung, dan aku menemukan satu set gamis hijau tosca sepaket dengan hijabnya, sweater dan sebuah pashmina. Dirasa sudah tak ada lagi barangku di lemari gantung, aku menyusuri kain yang terlipat di lemari tingkatnya. Eh, sebenarnya sih bisa dikatakan tak terlipat, hanya di simpan doang di dalam sana. Bagai mencari jarum dalam jerami, termengmalaskan. BrugBrugArimbi dengan cekatan, sudah menarik seluruh tumpukan kain dan mendaratkannya di lantai. "Sekalian aja sebar di lantai, nggak sabaran gue liat beginian. Entar kalo udah nggak nemu tinggal balikin lagi seperti itu, nggak bakalan ada jejak, he he." Ia terkekeh kecil dengan perbuatan dan idenya sendiri. Aku mengikuti sarannya. Kain yang sudah di lantai aku pilih satu per satu dan benar saja, diantaranya terdapat tengtop, kemeja sampai tiga potong, hoodie, cardigan, serta beberapa pashmina dan sweater lagi. Menggelengkan kepala pun, Arimbi tak sanggup lagi, begitu melihat banyaknya barang yang kusi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-15
Baca selengkapnya

Part 75

"Maaf, Mas cuma tahu jika kamu menjebloskan Yana ke penjara. Tapi tak apa emang sekali kali dia harus diberi pelajaran," ucap Mas Adit mendukung perbuatanku. "Oh, ya? Mas nggak merasa gimanaaa gitu, tau istrinya saya penjarain?" tanyaku bingung. Baru ini ngelihat suami yang santai seperti di pantai melihat istri sedang di krangkeng. "Ya ... mau gimana lagi? Emang Yana harus digitukan biar sadar," sambunganya lagi. Aku hanya manggut-manggut tak ingin menambah kosa kata lagi. "Maaf, Mas Adit. Jika nggak ada lagi yang mau dibicarakan, Firda permisi masuk, ya! Capek, atu arian main sama Dini. Besok mau kerja lagi," pamitku sopan, karena aku benar-benar lelah untuk hari ini. "Eh eh eh.Tunggu dong. Maksud Mas kemari mau ajak kamu ke kantor polisi. Dini merengek terus minta ketemu sama mamanya. Mas mau kamu juga ikut ... temeni Mas!"Hiii ... aku kira suasana hidupku akan sedikit konduksif dengan tidak adanya tiga kuyang. Lah, aku lupa jika kutil dajjal sedang terombang ambing belum men
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-01
Baca selengkapnya

Part 76

Pak Oppa kaget mendengar kata cerai dari mulutku, hingga ia berdiri dari duduknya dengan gerakan repleks. Akibat dari pergerakan yang tiba-tiba, meja jadi tersenggol tubuhnya sendiri, hingga air kopi di depannya ikut tertumpah tepat mengenai kemeja putih yang dikenakannya. Aku yang melihat adegan itu serasa dejavu. Ia bersorak menatap wajahku dengan ... tersenyum samar. Hei, apa aku tak salah lihat? Bibirnya tadi menyunggingkan senyum, walau tak jelas di mataku, tapi aku yakin itu sebuah senyuman. Ia mengibas-ngibaskan tumpahan kopi di kemeja putihnya. Sementara aku masih specless, mengingat garis senyum yang dibuatnya tadi. "Kamu ... tersenyum, Pak?"Ini adalah salah satu kebiasaan jelek yang kumiliki. Mulutku ini terkadang suka ngeprank otak. Sebelum otak memerintahkan sesuatu, entah mengapa selalu keduluan sama mulut. Aku suka bertanya, yang tak seharusnya aku pertanyakan. "Kenapa saya harus tersenyum, Nona Firda?" Pak Oppa bertanya sembari melonggarkan ikatan dasinya. Lantas k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-01
Baca selengkapnya

Part 77

Dengan sepatu dan kostum yang ringan, aku begitu bebas untuk bergerak, berlari dan mengejar. Mataku menangkap pergerakan pemindahan barang dari si pencopet kepada temannya dengan begitu cepat. Lah, ada temannya, toh? Si penerima cepat menyembunyikan tas curian ke balik jaket di belakang punggungnya. Aku tak lagi mengejar si pencopet, tapi malah menggerakkan siku tanganku tepat ke hulu hati temannya yang berpura-pura sedang berdiri di sebelah kananku. Bug! "Aaakh ...."Tak menyangka akan mendapat serangan mendadak, si teman pencopet tertunduk lalu jatuh tersungkur di bawah kakiku. Tas yang disembunyikan dari balik jaket hitamnya menyembul keluar. Aku cepat mengambil tas itu dan berniat meninggalkan tempat, namun tanpa kuduga beberapa pria mengelilingiku dengan wajah yang ah, mantaaap! Omegot! Kukira satu, ternyata bertujuh. Aku tak menyangka akan dikepung oleh beberapa orang. Ternyata mereka menyebar di mana-mana. Orang-orang hanya memperhatikan tanpa berniat ikut campur dalam per
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-01
Baca selengkapnya

Part 78

"Ya, Oma—sudah—gak papa. Iya bawa aja ke rumah—sama Alex—Ya.""Kita pulang dulu ke rumah saya," ucapnya tegas sambil menstater mobil. "Pak anterin saja saya ke pasar tadi. Barang saya masih tertinggal di sana," pintaku sungguh-sungguh. "Tenang, udah dibawain," jawabnya tak melihatku, karena ia lebih asyik melihat jalanan di depan. "Kemana, Pak?" sambungku lagi karena jawaban yang diberikannya tak sesuai harapan. "Udah, jangan banyak tanya. Cerewet!" balasnya ketus. "Kita mau kemana, Pak? Siapa yang bawain barang saya. Saya harus tau dong!" Aku kembali bertanya, tak ingin mengalah. Pak Oppa tak menjawab lagi, ia hanya melajukan mobilnya dengan pelan. Peluh di dahinya ku lihat mengalir. Tak berapa lama kami sampai di sebuah rumah besar nan megah. Mobil berhenti tepat di depan pintu utama. Dua orang sedang berdiri di sana, wanita tua serta lelaki paruh baya korban copet tadi. Lah, kok bisa? Aku masih bermain-main dalam pikiran tentang dua orang itu. Tanpa sadar pintu mobil sudah d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-01
Baca selengkapnya

Part 79

Huuuuh. Tenang Fir! Pak Tamin nggak bersalah, dia cuma ngikut ucapan bos anehmu. Nggak lebih. Lagian salah sendiri kenapa tadi nggak ngajak kenalan dulu sama Pak Tamin. Lihat, wajahnya saja begitu teduh tanpa dosa yang tak sengaja. "Pak Tamin, kenalin! Saya Priyanka Copranya Indonesia," kataku mantap sembari mengulurkan tangan untuk berjabat. "Priyanka? Artis Korea itu ya, Non?"Kirain bener tadi namanya Bar-bar. Saya udah berusaha nahan awok awok sampai jungkir balik. He he he. Maaf Non, Copra. Saya khilaf!"Tweweweeng ... Mataku membesar, lebih tepatnya ingin keluar dari persembunyiannya. Pintu dibuka dari luar oleh manusia Mars itu. "Ayo turun Nona Bar-bar. Biar saya yang anterin naik motor," ajak Pak Oppa sambil bertolak kaki di samping pintu mobil. "Kenapa nggak dari awal sih, Pak!" Aku ngomel tapi tetap turun dari dalam mobil, "Naik turun mobil nambah pergerakan, Pak Alex!" lanjutku lagi begitu kesal. Panasnya matahari sudah tepat di ubun-ubun. Menambah rasa mendidih di ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-01
Baca selengkapnya

Part 80

Pak Tamin juga ikut keluar dari dalam mobil, lalu berjalan dan berdiri mendekat ke arah rumah."Pak Oppa? Kenapa?" tanyaku tak percaya jika ia benar-benar akan pulang bareng aku. "Kenapa apanya?" balasnya dengan balik bertanya. "Bapak seriusan nih, mau kita pulangnya bareng?" "Huuf … saya sebenarnya gak mau. Ngeri sendiri pulang barengan kamu. Tapi mau gimana lagi, Oma paksa saya terus. Yaudah, biar Oma senang, saya yang ngalah!" "Itu beneran Oma yang suruh? Nggak bohong, kan?""Memalukan sekali jika saya harus berbohong untuk masalah seperti ini, Nona Firda! Oma suruh saya karena mengkhawatirkan kamu, apalagi dengan kondisi tangan seperti itu!" tunjuknya dengan bibir yang dimajukan ke arah tanganku. "Terus, Bapak kok bisa tau jadwal keberangkatan saya?""Ooh … itu … ah, itu soal gampang. Barang kamu ini semua?" tanyanya tak melanjutkan jawaban atas pertanyaanku, malah balik bertanya setelah melihat dua koper dan satu tas kecil di bawah kakiku. "Ya, Pak!"Pak Tamin tanpa disuruh
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
16
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status