Home / Rumah Tangga / Aku Tak Bodoh / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Aku Tak Bodoh: Chapter 91 - Chapter 100

151 Chapters

Part 90

"Pak bos, maap. Bagian pengembang lahan, menelpon ini." Ucapan Pak Oppa terpotong karena tiba-tiba Pak Sarul masuk ke dalam rumah memberi kabar dengan menyerahkan gawai ke tangan bosnya itu, "Terima kasih, Pak!" ujar Pak Oppa sopan. Setelahnya, supir itu kembali duduk di dalam rumah, namun posisinya agak menjauh dari karpet yang kami duduki. "Pak, Bu, maaf, saya terima telpon dulu." Pak Oppa meminta izin dengan sopan pada Ayah ibuku. "Oh ya, silahkan!" balas kedua orang tuaku berbarengan. Terlihat Pak Oppa sibuk berbalas kata dengan orang di seberang gawainya. Tak ingin terkesan menguping pembicaraan, aku membuang pandangan ke arah Nanda. Tapi ternyata ... Nanda terlihat bengong dengan mulut yang menganga. Layaknya otang yang baru mendapat syok terapi jiwa, pandangan matanya tak lepas dari makhluk yang bernama Alex. Waduh! Kacau balau ini bocah!"Eh, keasyikan ngomong sampek lupa nawarin minum. Mau minum apa, Pak bos?" tawar ibuku setelah melihat Pak Oppa selesai menelepon. "I
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

Part 91

Obrolan ku terputus, karena suara Nanda sudah melengking saja, memanggil dari balik pintu yang tertutup. "Mbi, gue putus dulu. Ada tamu gue?""Lah ... yo wes lah. Kirim salam ama Ayah Ibu lu ya, Fir!" pinta Arimbi cepat. "Males! Masa cuma kirim salam doang. Kirim duit lah!" ledekku senang. "Baru seminggu juga, udah mirip kayak Mbak Yana, Lu. Ck, dah matiin deh. Gue mager!""Syalan. Oke. Dadah babay. Mmuuach.""Mmuuach."Aku bergegas turun ke bawah. Menduga-duga di setiap anak tangga yang kupijak. Siapa lagi tamuku kali ini? Cewek-cowok, tua-muda, teman-lawan. Kakiku telah memaku di ruang keluarga, tak ada seorang pun di sana. Namun, telingaku menangkap suara cempreng dengan tawa bahagia di barengi jeritan-jeritan kecil di ruang depan. Kayak kenal itu suara siapa. Bergegas melangkahkan kaki ke ruang tamu, mataku terpaku pada seorang wanita cantik. Benar saja seperti dugaanku, bahwa yang menjerit dengan kekehan tadi adalah … Lin Lin. Selanjutnya mata ini berpindah arah pada seorang
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

Part 92

"Jadi ... kalian bertiga sering ceritain akuuu?" pekikku dengan jari telunjuk mengarah pada mereka berdua secara bergantian.Dua orang berkulit putih bak salju itu tak menjawab. Namun, anggukan kompak dan cepat yang mereka lakuin secara bersamaan, sudah menjadi jawaban telak untuk pertanyaanku."Tunggu, tunggu, tunggu. Kalian kok bisa tau, aku di Jakarta dan kerja di perusahaan itu? Mana tiba-tiba, Alex yang ono jadi bos aku lagi!" Tingkat penasaran sekelas detektif sudah menyerangku. Apa yang terlintas di dalam benak harus di luahkan agar tak menjadi sarang penyakit."Oh, itu Aku Ying. Di Medan nggak sengaja we ketemu ama itu Fitli. Dia kasih tau, kalo lu olang udah kelja di Jakalta. We kepo dooong. Oblak ablik media sosial cali akun lu. Eeh ... nemu dan taunya lu kelja di salah satu anak pelusahaan Papa kita. Tadinya sih, aku yang mo handel, Tapi malah Alex yang pingin pegang. Makanya gitu pimpinan diganti, Alex masuk. Kayaknya tu olang penasalan banget ama lu ya. Hahahahahahah." Al
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

Part 93

Jabang bayik. Mau dibalas bulli, tapi rasa segan sudah merasuki. Didiami kok malah ngelunjak? Mau kamu apa, Ultraflu? Andaikan saja tadi aku belum mengetahui siapa dibalik topeng nan tampan ini, sudah kupastikan kamu akan tralala trilili karena lambe turahku Pak Oppa. "Kita pulang, Pak?" tanyaku yang tak tau lagi mau ngomong apa. kali ini aku yang mati gaya. "Sabar, dong! Belum juga muter-muter cari angin!" tukasnya selembut salju. "Angin gosah di cariin, Pak! Entar itu angin datang kasih kabar, dia bilang se su sanang deng dia di sana," ucapku. Plup! Aku reflek menutup mulut, sereflek mulutku mengucapkan kata-kata barusan dengan lancar tanpa berembel nyanyian. Suer! Plis deh. Pliiiis banget loh, Lut! Aku pengen berubah. Pengen polos, pengen insaf dan pengen taubat dari kenyinyiran yang hakiki terhadap Pak Oppa. Tapi ternyata ini lambe belum bisa move on mendadak. "Gak sekalian aja, Nona Firda, kamu bilang, angin, bisakah kau turunkan hujan, aku—""Pak, ralat! Itu langit, buk
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Part 94

Masa cuti telah berakhir. Rencananya, besok siang aku akan kembali ke kota Jakarta. Namun hari ini, Ibu, Ayah dan Nanda sudah heboh mempersiapkan segala tetek bengek yang akan ku bawa pulang. Pulang kampung hanya membawa dua koper, begitu kembali bisa beranak pinak menjadi lima koper. Ah, ada-ada saja keluargaku ini, yang mereka pikirnya, aku pulang naik truk? Seminggu rasa sehari, terlalu kurang banyak untukku, si anak perantauan yang belum puas melepas rindu. Tapi anehnya, baru seminggu berada di istana sayur mayur, perubahan bentuk tubuhku serasa sudah setahun. Membengkak di sana-sini. Perasaan, dimana pun ratu berada selalu mempunyai tubuh yang ideal, namun tidak dengan Ratu Poying. mengherankan!Tiket pesawat dan segala keperluan ternyata katanya, telah diurus oleh Pak Oppa. Amazing banget itu orang, karena rencananya kami berempat akan pulang ke Jakarta. Padahal ya, setelah pulang dari malam berhujan, ia terlihat jutek setelah aku menolak pertolongannya untuk menyewa pengacara
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Part 95

"Hallah, ada gitu ya, mo ngasih, tapi dimintak balek," desis Wak Emi sinis dengan mulut miring ke kanan-kiri. Astaghfirullah ... "Bah! tadi katanya—""Kenapa, Mak?"Sebuah suara menghentikan ucapanku. Oneng, anak bontot Wak Emi menghampiriku. Wajahnya begitu kilat, menyilaukan seperti sinar bohlam. Skincarenya pasti dari prodak minyak curah. Licin dan kilat. Semut aja bakalan terpleset jika berjalan di wajahnya. Tapi itu pun kalau si semut mau. "Eh, Oneng. Pa kabar? Sehatnya?" sapaku dengan mendekatinya. Segera mengulurkan tangan untuk berjabat. "Sehatlah! Lahir batin pun!" Oneng ikut mengulurkan tangan. Namun, bukan telapak tangan yang disodorkannya, melainkan punggung tangan yang mengarah tepat ke arah hidung bangirku, seolah-olah aku harus mencium punggung tangan tersebut.Agoiamang. Mintak dipites nih bocah. Mendapat perlakuan tak sopan dari anak ingusan seperti dia, juga sayang jika harus ngeluarin suara, aku mengangkat tangan kiri dengan gerakan sigap. Lalu memasukkan jari t
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Part 96

Aku melenggang dengan yakin. Bukankah kita dianjurkan untuk mendoakan saudara kita yang lain? Nah, hari ini, perbuatan baik itu telah ku lakukan. Aku masih melenggang dengan senyum yang merekah, sebelum melewati rumah Wak Emi. Namun senyum itu menghilang ketika ku lihat pemuda yang tangannya ku pelintir tadi, sedang duduk mesra dengan Oneng. Berhadap-hadapan di depan pintu rumahnya. "Bayaaa ... udah jadi tukang kusuk (urut) kau, Neng?" Aku berhenti tepat di depan mereka, namun masih berada di jalanan gang. Berkata karena melihat kedua jari jempol Oneng sedang mengurut pergelangan tangan pemuda itu. Oneng dan pemuda itu tersentak. Mereka mendongak berbarengan untuk melihat ke sumber suara. Pemuda itu melotot begitu mengetahui siapa pemilik suara yang menegur barusan. "Heppot (sok sibuk/ ikut campur urusan orang)!" Jawaban singkat dari mulut Oneng terdengar lucu di gendang telingaku. Kemudian ia menunduk dan mempekerjakan kembali kedua jempolnya untuk aksi yang sempat tertunda tadi
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Part 97

Pak Tamin berjalan tergopoh gopoh begitu melihat kami berdua keluar dari pintu utama bandara. Dia memasukkan barang-barang bawaan kami satu per satu dengan pelan ke bagasi mobil. Tak ingin sebagai penonton, aku turut serta membantu Pak Tamin, memasukkan barang ke dalam mobil. Melihatku juga ikut sibuk, Pak Oppa malah ikutan juga. Kompak da ah. Barang bawaan Alex dan Lin Lin juga telah selesai di masukkan ke dalam mobil. Kami meninggalkan bandara dengan beriringan, namun di perempatan lampu merah kedua, kami berpisah. Pak Oppa mengantarkan ku terlebih dahulu, namun sebelum pulang ia malah membawaku entah kemana. "Kita mau kemana ini, Pak? Ini bukan jalan menuju rumah saya, bukan?""Saya ngeleh (lapar), Nona!"What? Lee Min Ho ngomong ngeleh? Tak berselang lama dari ucapan Pak Oppa, kami telah sampai di sebuah restoran yang cukup ternama. Aku dipaksa turun. Ternyata diculik untuk menemaninya makan. Ck, dasar ultraflu. Pengen ngelus pipinya pake amplas. Mobil telah berhenti di depa
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Part 98

Tok tok tok! Acara istirahat tertunda, karena suara ketukan dari luar. Begitu pintu terbuka, aku melihat seorang wanita sebaya Ibu mertuaku. Namun ia datang dengan menggandeng Dini, anak Mbak Yana. "Tanteeee ...."Gadis kecil itu berlari menubruk tubuh lelah ini. Ia melingkarkan tangan kecilnya pada pinggul ku. Ada rasa bersalah menyelimuti hati, ketika mendengar ia sedikit terisak. Aku berjongkok, mensejajarkan arah pandang kami. "Pa kabar, Sayang?" tanyaku dengan mengelus pipi lembutnya. Ya ampun, baru beberapa hari aku tak melihatnya, pipi cabi itu sedikit mengecil. Sebegitu menderitanya kah gadis kecil ini terpisah dari ibunya? "Baik, Tante," jawabnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Dini sehat?" "Sudah! Tadinya sakit. Tante, kapan Mamah bisa pulang? Dini rindu. Kata Papah tunggu Tante pulang baru Mamah Dini bisa pulang juga!"Aku terdiam, tak mampu menjawab. "Assalamu'alaikum ..." Tiba-tiba salam terdengar dari arah luar dan itu suara ayah dari bocah yang sedang ku peluk
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Part 99

Pulang kerja, sudah kuputuskan akan ke kantor polisi. Kembali pihak terkait menelponku perihal permasalahan dengan tersangka, yaitu suami, mertua dan ipar. Motor masih di pakai Urip. Jadi aku menggunakan jasa Bang ojol untuk menuju ke sana. Jam pulang kantor begini, arus padat merayap. Aku semakin gerah dengan laju motor yang sebentar berhenti, sebentar jalan. Oh, beginilah kota besar yang penuh dengan kesibukan. Tin! Brem ... Tin! Tet! Seseorang menoel bahuku ketika sedang asik menikmati kemacetan di atas motor Bang ojol. Aku melirik, si empu membuka helmnya. Ultraflu? Mau ngapain noel-noel. Bikin kesel aja. Di kantor suombongnya ngalah-ngalahin Fir'aun dan Namrud. Ketemu di jalan sok akrab pakai noel-noel segala. "Mau kemana, Nona Firda? Ini bukan arah ke rumah kamu, kan?" teriaknya agar pantulan suara sampai ke telingaku. "Ada perlu, Pak!" teriakku juga, karena suara klakson yang mendominasi. "Mau saya anterin?" pekiknya lagi. "Nggak usah, Pak. Udah naik ojol, juga!" Aku
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more
PREV
1
...
89101112
...
16
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status