Semua Bab Aku Tak Bodoh: Bab 101 - Bab 110

151 Bab

Part 100

Dengan waktu sepuluh menit akhirnya aku bisa terbebas dari kekepoan Ibu Ibu komplek. Drama kera sakti kumainkan, agar bisa segera lolos dari belenggu pintu cinta Ibu Ibu. Akan tetapi, dari kejauhan sudah terlihat jika rumahku pun disantroni ibunya Mas Adit. Astogeee, nggak anaknya nggak ibunya mengganggu ketentraman hidup. Apa salahku, apa salah ibuku, hidupku dirundung pilu. Ciha, malah nyanyi dalam hati. Melihat valak yang satu ini, membangkitkan niatku untuk membuat satu langkah yang belum terealisasikan. Tapi sebelumnya benalu, parasit dan valak kita hempas cuantik terlebih dahulu. "Ehem ... assalamu'alaikum, Bu!" sapaku, sebenarnya malas-malasan. "Eeeh, wa'alaikumsalam, Nak cantik! Baru pulang ya? Duuuh, memang perempuan pekerjaan keras ya. Cocok jadi mantu idaman. Ee eeh, liat nih! Ibu masak sop ayam buat kamu, lo! Ayo ayo dimakan!"Ondeh mandeh. Alun tabukak lai pintu, alun lai den masuak ka rumah, alah diagiah jo disuruahnyo makan, gerutuku dalam hati. (Omak. Belum pint
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 101

Viona. Ia terlihat sedang berbincang dengan dibarengi tawa cekikian mirip Tante kun-kun yang mampu menebus gendang telinga. Ya ampun, semenjak menjadi jendes, gendang telinga ku benar-benar bersih dari debu-debu kehidupan. Dreet dreetGawaiku tiba-tiba saja berbunyi. Mengalihkan perhatian dari mobil yang membawa Viona. Panggilan dari nomor luar angkasa. Emm. "Halo," sapaku. "Halo, Mbak! Posisi sesuai aplikasi, kan?" tanyanya begitu ku selesai menyapa. "Sesuai, Mbak! Saya di halte depan kantor, kok!" terangku akan keberadaan diri ini. Siang ini dapat pengemudi ojol seorang wanita. Alhamdulillah, bisa agak dempet-dempetan ini kepala."Baik, Mbak! Terima kasih!"Panggilan di matikan dari ujung sana. Aku asyik menunggu Kak ojol dengan pikiran berkelana kembali pada Viona. Emm, pasti dia kemari ingin menjemput keluarga benalunya. Baguslah. Bosan menunggu, aku mencoba berdendang dengan menggoyang-goyangkan kakiku ke depan dan ke belakang layaknya anak kecil, hingga tiba-tiba mobil mewa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 102

Dua wanita yang pernah mendapat serangan lahiriah dariku itu, kali ini mendapat serangan bathin. Wajah mereka kaku berbintik-bintik. Ups, mungkin flek malu mulai bermunculan. Pengen jahat yang berlebihan kepada mereka, tapi terlalu malu sama muka ku yang manisnya kebangetan. Astaghfirullah. Masak iya bidadari bisa jahat, mana mungkin. "Kamu itu seharusnya ngaca kalau banyak kekurangan, Fir!" Mantan Ibu mertua yang sedari tadi hanya menyumbangkan senyum sajaatas hinaan anak dan ponakannya kepadaku, kini ikut ngata-ngatain. "Kata siapa, Bu?" ujarku mengejek. "Ya kata Ibu lah, siapa lagi?" Mbak Yana yang menjawab dengan keangkuhannya. Sudah ku bilang kan, angkuh itu lelah, Sayang! "Ooh, pantaslah, yang ngomong ahli surga pulak, pasti lah benar terus. Oya, Mbak Yana, kapan sih, kalian ke surganya? Pengen ikutan nempah kuncinya!"Aku berlalu ingin meninggalkan taman dan pasukan penjajah perasaan, tapi entah mengapa lambe turahku meronta-ronta ingin eksis. "Daaaaah ahli kubur!"Didu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 103

Perutku begah, tubuhku penuh dengan peluh yang mengalir. Bukan ... ini bukan peluh dikarenakan gerakan-gerakan yoga ku, melainkan peluh karena KE PE DA SAN. Aku memesan bakso tanpa mie sampai dua mangkok. Ck, kesal aku tuh pada diri sendiri. Malam hanya memakan buah, siang menghantam bakso hingga dua mangkok, yang benar saja. Menjelang sore gorden jendela malah baru ku sibakkan. Menyapu rumah dan mengepel lantai juga baru ku lakukan. Membersihkan area wastafel, setelah area depan selesai. Ketika akan menyapu halaman aku mempunyai firasat, bakalan ada lagi drama jika sudah diluar. Srek srek srekSuara sapu lidi terdengar nyaring. Sebentar saja pekerjaan itu sudah selesai ku lakukan karena halaman yang tak begitu kotor.Selanjutnya aku ingin menyirami semak belukar, eh maksudnya tanaman-tanaman ku. Begitu akan meraih gayung di ember, sebuah tangan sudah terlebih dulu melakukannya. Aku tersentak dan melihat ulah siapa itu. "Hai, Nak Firda ... Ibu bantuin, yah!" Sosok yang tak kuhara
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 104

Sebuah suara menjadi backsound dari kekehan kecil kami. Tak dinyana, keseruan kami harus dirusak oleh kehadiran keluarga benalu. Mbak Yana dengan Mas Adit. Lah, katanya musuhan. Ais. Namun, tampak jelas jika raut wajah Mas Adit keruh di samping Mbak Yana. Aku melirik pasangan selanjutnya. Mas Bima dengan Susi similikiti, dan Viona ... ia dengan seorang pria baru, yang tak ku kenal sama sekali. Hendrik? Pasti dibuang ke palung laut yang terdalam. "Jendes mainnya dengan wanita ini terus ya! Jangan-jangan mereka ..." ucap Viona yang menggantung. "Hiiiii ..." Viona, Susi dan Mbak Yana berbarengan histeris dengan gaya seolah-olah bergidik geli. Aku mencuci tangan begitu juga Arimbi. Untung saja acara makan kami telah selesai, jika tidak rasa telur puyuh bisa berubah menjadi rasa dragonball. Mbak Yana mendekat dan ikut duduk disebelah Arimbi. Memang lesehan ini memanjang jadi satu dan ada beberapa meja yang di letakkan dengan berjarak jarak. Jika pengunjung merupakan keluarga besar, m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 105

"Rara, Rahmat, Kenalin! Ini Tante Arimbi, teman Tante Firda," ujarku seketika. Arimbi langsung mengulurkan tangannya pada kakak beradik itu dengan senyum aduhainya. Namun, sebelum kakak beradik itu akan membalas uluran tangan Arimbi, keduanya malah dengan cepat menyapukan tangan mereka pada baju yang dikenakan pada bagian belakang. Mungkin saja karena merasa tangannya kotor dan tak ingin tangan Arimbi terikut-ikut kotor. Merasa sudah bersih dan layak, kemudian keduanya bergantian membalas uluran tangan Arimbi dengan sopan. Ealahdalah, melihat adab yang begini saja hatiku meleleh. "Rahmat, Tante," tutur anak lelaki itu dengan sopan begitu tangannya sudah beradu dengan Arimbi lalu menciumnya dengan takzim. "Arimbi," balas sahabatku ini sambil menepuk bahu Rahmat pelan. "Kalau aku Rara, Tante!" Sang adik berujar dengan cepat sembari mengulurkan tangganya pada Arimbi. Padahal, Rahmat dan Arimbi belum saling melepaskan tangan. HahahhahaAku, Arimbi dan Rahmat tertawa barengan, karena
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 106

Arimbi memacu kuda besinya dengan kecepatan sedang. Tak berapa lama kami pun sudah sampai di rumah kontrakanku. Terlihat di depan rumah Mbak Yana, mobil sultan donasi masih terparkir dengan rapi. Arimbi tak singgah, ia langsung tancap gas karena memang malam telah menunjukkan pukul 21.30 Wib.Aku memutar anak kunci pintu. Sebelum masuk ke dalam rumah, diri ini disamperin oleh Bu Vivi, tetangga kontrakan yang masih duduk manis menikmati angin malam di teras rumahnya. Ia memberitahukan, jika tadi Mbak Yana dan Viona datang ke rumah dengan aura kemarahan. Itu terlihat dari cara mereka menggedor pintu rumahku. Namun dikarenakan aku tak di rumah, mereka langsung pulang lagi. "Ada apa ya, Mbak Fir? Sampai segitu marahnya mereka?" tanya Bu Vivi terlihat penasaran. "Nggak tau juga, Bu! Mungkin kurang sajen," jawabku terkikik. Bu Vivi juga ikutan terkikik. Tak ingin berlama-lama aku izin masuk dan tak lupa mengucapkan terima kasih padanya. ***Trang tring trong. Sudah lama nada gawaiku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 107

Pagi ini aku meminta Arimbi untuk menjemputku. Rasanya malas jika harus naik ojol. Tadi malam aku benar-benar tak bisa tidur dikarenakan keributan yang dibuat oleh keluarga cemara itu. Berkali-kali Mas Adit menelponku agar membukakan pintu untuk ibunya, sebelum akhirnya gawai ku matikan. Oh, salah apa diri ini, Tuhan. Hingga harus hidup dengan di kelilingi manusia-manusia ajaib seperti mereka-mereka ini.Arimbi nge-wa kalau dirinya sebentar lagi otewe. Aku hanya tinggal duduk manis menunggunya di depan teras. Tak berapa lama sebuah mobil putih lewat di depan rumahku, yang disupirin Susi silimikiti. Woilah, mobilnya berubah, cuk! Bukan lagi mobil donasi seperti kemarin itu. Aku masih asyik menunggu Arimbi dengan di temani gawai di tangan. Saking asyiknya, tanpa kusadari siluet seseorang menampakkan diri di ujung ekor mataku. Tersentak aku mendongak dalam duduk. Mas mantan? Ulala. Mau apa? Tanda tanya tiga buah muncul di otak sebelah kananku. "Ayo, ikut! Biar pergi ngantornya bareng
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-06
Baca selengkapnya

Part 108

Seperti janji kami kemarin, sepulang dari kerja, aku menyewa grab untuk membawa Rahmat dan Rara muter-muter di mall. Sedangkan Arimbi tetap mengendarai motornya. Arimbi ingin membelikan keperluan Rara dan Rahmat dari atas hingga bawah. Rara terlihat senang dan antusias. Tadinya Rahmat menolak untuk dibelikan itu semua, namun dengan pujukanku dan Arimbi, ia pun mau menerimanya. Jatahku, ialah menyumbangkan sembako untuk keperluan mereka sehari-hari. Beras, minyak, gula, garam, telur, tepung-tepungan hingga sekecil-kecilnya isi dapur ku penuhi. Aku merasa bersalah, mengapa tak mengingat mereka ketika pulang kampung dan memberikannya oleh-oleh. Setelah dirasa semua sudah terpenuhi, kami mengantar anak-anak itu menuju rumahnya. Dari kejauhan aku melihat dua orang pria bertubuh kekar berdiri tegap dengan bersedekap tangan di dada memperhatikan sekelilingnya dalam diam. "Itu siapa, Mat?" tanyaku penuh selidik pada Rahmat. "Itu teman-temannya juragan Toni, Tante?" jawab Rahmat sambil m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-07
Baca selengkapnya

Part 109

Lain halnya dengan Mas Bima, ia hanya terdiam dengan tatapan tajam dan napas yang memburu di tempatnya berdiri. Mungkin Mas Bima masih menaruh rasa segan dan hormat, kepada wanita paruh baya itu. Bu Ayu membingkai wajah Mas Adit. Memperhatikan setiap incinya, padahal belum sesentipun wajah anaknya tersentuh oleh tangan Mas Bima. Begitulah seorang ibu. Tak perduli anak salah atau tidak. Jika ada yang menyakiti, bisa dipastikan ia lah yang paling terdepan, untuk pasang badan buat anak-anak tersayang. Melihat itu, kembali mantan mertuaku berdiri untuk menyeimbangi besannya."Jangan berani-beraninya kamu menyentuh anak-anakku!" semprotnya hingga terlihat percikan ludah mengenai wajah Bu Ayu. Matanya melotot tajam seakan ingin menerkam lawan di depan. "Aku tak akan menyentuh anakmu, kalau dia tak macam-macam dengan anakku!" lanjut Bu Ayu lagi tak kalah sengit. Walau ia lebih pendek, itu tak menjadi tolak ukur untuk takut menghadapi sang besan. Bu Marni tinggi namun kurus, sedangkan besa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
16
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status