Semua Bab Aku Tak Bodoh: Bab 121 - Bab 130

151 Bab

Part 120

Arimbi telihat bersemangat hingga melompat-lompat seperti anak kecil di tempatnya. Kemudian ia menarik tubuh yang masih ngambang di tembok lalu mendorong punggung belakangku untuk menuju ke teras. "Sebentar, mo pipis dulu. Dredeg juga nih kandung kemih liat emak-emak nyerbu gue barusan," tutur ku dengan meraih ponsel yang tergeletak manja di lantai lalu menyodorkannya ke tangan Arimbi untuk dibawakan dulu. Tak menunggu balasan Arimbi. Cepat kakiku menderap langkah ke menuju kamar mandi untuk menuntaskan hajad yang ditahan-tahan sedari tadi. Tak butuh berlama-lama aku selesai dan segera keluar. Baru kusadari, ternyata dapurku sudah bersih dan wangi. Arimbi benar-benar bisa di andalkan dalam perbabuan. Seketika ada niatku untuk memintanya tinggal disini aja,?bareng bu Asih dan anak-anak. Sayang tenaganya jika dianggurin. Hahahaha. Eh, bu Asih dan anak-anak juga tak kelihatan dari tadi, baik di ruang tamu dan di dapur ini. Kemana mereka? Apa sudah masuk kamar? Jika iya, itu lebih bagu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-10
Baca selengkapnya

Part 121

Ya, masih ada video yang ku ambil sendiri sewaktu tak sengaja menumpang di mobil Oppa ketika pulang dari lembur. Aku memergoki Mas Adit dengan wanita yang sama, sedang makan di warung pecal lele di pinggir jalan. Tak sia-sia keisenganku merekam aksi cinta damai mereka, walau di palar dengan meminjam ponsel Pak Oppa, karena baterai ponselku yang habis kala itu. Di video lainnya juga ada, dimana Mas Adit yang sedang melingkarkan tangannya di pundak wanita itu, sedangkan si wanita membalas dengan mencium pipi Mas Adit. Ini adalah hasil investigasi ku ketika secara tak sengaja melihat Mas Adit yang sedang jalan bergandengan dengan wanita itu di mall pada sebuah gerai perhiasan. "Oh, masih ada yang lain?" sahut bu Darmi ketika ku selesai memekikkan tawaran video lain pada Mas Bima. "Tentu ada, Bu!" balasku bersemangat. "Kok bisa ada video seperti itu sama Mbak Firda?" Bu Caca bertanya kepo. "Oh, kalau itu dari sumber yang terpercaya saja, Bu Caca," ujarku tak ingin memberitahukan dar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Baca selengkapnya

Part 122

Susi yang ditegur tiba-tiba menegakkan kepalanya cepat. Seketika ia terdiam, tak menyangka jika aksi buka suaranya malah membuatnya menjadi pasakitan dan terpojok. "Yasudah, urusan kita belakangan! Sekarang, biar urusan saya dengan warga saya yang jelas dulu KTPnya," lanjut bu RT kembali ke inti permasalahan sembari mengibaskan tangannya di udara. Susi melirikku dengan tatapan sinis dan mulut yang mengatup rapat. Aku hanya membalas ringan dengan tersenyum dan tak lupa menjulurkan lidah keluar. Week. Hahahaha. semak belukar menjerit dalam diam. "Baik, Mbak Firda. Gimana? Mau di sumpah duluan?" tawar bu RT yang membuatku gelagapan karena lidah ku masih berada di luar. "Eh, nggak masalah, Bu RT. Aman itu. Mau sumpah model apa, Bu? Sumpah palapa, sumpah pemuda, sumpah pramuka, sumpah pocong, tuyul pun hayyuk," godaku pada wanita lima puluh dua tahun itu yang disambut dengan cekikian dari diri dan teman-teman seangkatannya. Tanpa balasan, aku gegas berdiri dan mendekatkan diri ini kep
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Baca selengkapnya

Part 123

Jgeeer. Duar. Tik. Tritik. Kilatan listrik di langit disertai bunyi gemuruh berkolaborasi dengan suara rintik hujan. Satu per satu suara rintik yang bertemu dengan seng rumah, bagaikan bilah-bilah piano yang sedang mengeluarkan suaranya. Masih rintik, hanya tinggal menunggu curah lebatnya saja. Walau mata dan tanganku serius bermain pada ponsel Mas Bima, namun sesekali pandanganku masih awas memperhatikan sekeliling. Para tetangga yang masih tersisa segera membubarkan diri dikarenakan hujan yang sudah mulai turun. Ibu Mas Adit juga terlihat meninggalkan rumahku. Ia berlari cepat menuju rumah anak mantunya. Sepertinya wanita itu takut meraga sukma lagi akibat tingkah abstrak dadakan ku seperti kejadian tempo hari, hingga memutuskan untuk pulang duluan. Bu RT dan teman-temannya terlihat biasa saja dalam duduk mereka. Seperti tak terpengaruh walau hujan badai, angin ribut, halilintar, menghantam rumah kontrakan ini. "Bu ibu terima kasih ya, karena sudah mau membantu saya mengamankan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Baca selengkapnya

Part 124

"Bu ... Mbak Yana, bertaubatlah! Minta ampun pada Yang Maha Kuasa atas sumpah palsu yang telah kalian ikrar kan barusan. Allah maha pengampun jika kita menyegerakan taubat atas dosa dan kesalahan. Jika tidak, memang bukan sekarang ... tapi takutnya azab mulai mencari jalannya untuk menemui si pemilik kemarahan sang Empu kehidupan, yaitu kalian!"Aku berkata sambil menyerahkan ponsel ke tangan Susi yang hanya memasang tampang lawak-lawak dari tadi. Mbak Yana yang menyadari ponselnya baru saja di kembalikan ke tangan Susi tampak bingung. Ia meraba-raba kantung celana yang digunakannya dengan cepat. Ternyata wanita itu benar-benar tak menyadari jika benda pipih nya tadi sempat ku sita. "Oi, Mbak. Jangan suka mempersulit hidup orang lain apalagi berani sumpah palsu. Entar dikutuk orang di azab lagi sama Tuhan, belanja sho*ee nggak dapat gratis ongkir seumur hidup! Mau?!"Aku hendak berbalik setelah ngata-ngatai mantan iparku itu. "Apa hubungannya, emang dasar sintin*!" balas Susi. Ucapa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Baca selengkapnya

Part 125

Pagi ini aku dan Arimbi bangun kesiangan. Itu dikarenakan Arimbi yang melarangku untuk tidur setelah sidang terbuka di akhiri dan masih saja menuntut penjelasan tentang Oppa. Waktu masuk kantor hanya tersisa tiga puluh menit lagi. Alhasil, kami harus berbagi kamar mandi. Begitu selesai berdandan aroma masakan menguar dari balik dapurku. Tak berniat sarapan di rumah, namun aroma ini membuat aku dan Arimbi harus memutar langkah untuk mendatangi sumbernya. "Maaf, Mbak! Saya lancang pakai dapurnya," ujar bu Asih malu-malu. Di lantai dapur sudah terhidang bihun goreng lengkap dengan perintilannya. Masakan yang sama, namun harum aromanya begitu berbeda. Tajam merata sampai tembus ke dalam usus. Hehe. "Nggak papa, Bu! Kami malah senang," imbuh Arimbi sembari meraih piring kosong yang sudah tersedia di samping bihun goreng tersebut. Padahal ia belum di tawari makan oleh si empu yang masak. "Siapa yang suruh lu ambil tu makanan?" cecarku dengan merampas piring yang sudah penuh di tangannya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Baca selengkapnya

Part 126

"Gue jadi curiga, Cuk! Suara pluitnya lebih halus. lebih berkelas gitu," celoteh Arimbi lagi. Priiiiit ... Sekonyong-konyong, dua orang polisi tampan yang berada pada trafik line di seberang kami, menyambut dan memberhentikan laju kendaraan setelah motor meninggalkan perempatan trafik line di belakang. Gawat. Abdi negara! Arimbi gegas menghentikan laju motornya. Kecurigaanku mengkrucut. Pasti kami telah membuat kesalahan. "Selamat pagi, Mbak-mbak!" sapa Pak polisi yang satu dengan senyum ramah dan tak ketinggalan—senyum manis tanpa sari gula— begitu Arimbi dan aku menaikkan kaca helem. "Selamat pagi, Bapak ... ada yang bisa kami bantai? Eh, bantu maksudnya!" jawab Arimbi terbata-bata, hingga salah berucap. Polisi tampan itu pun seketika mengulas senyum. "Bisa tunjukan surat-surat nya, Mbak?" kata polisi itu yang ditujukan pada Arimbi. "Boleh, Pak!" jawab bestie ku itu lagi. Arimbi meraih tas bahu yang dicantolkannya di depan motor. Cepat ia mengeluarkan beberapa kertas berbaga
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-12
Baca selengkapnya

Part 127

Mbak Yana dan ibunya sedikit mundur ke belakang, karena suara yang aku keluarkan memang benar-benar diluar kendaliku. Setelah kejadian malam tadi, hari ini pun mereka masih bisa menampakkan wajah tak tahu malunya dan berani memijakkan kaki di lantai rumahku. Sebenarnya manusia jenis apa sih mereka ini. Jenis amuba atau jenis purba. Tapi aku rasa pun, kelompok amuba dan manusia purba tak kan rela jika kedua manusia ini digolongkan ke dalam jenis mereka. Malu-maluin nenek moyang. Aku rasa pun nabi Adam tak ingin manusia-manusia seperti mereka ini disebut keturunan anak cucu Adam. Selain mampu zalim ke orang lain, bahkan tak ada perasaan takut ketika bibir mengikrarkan sumpah palsu. "Untuk sementara kami akan tinggal di sini, sampai surat cerai tiba ke tangan kamu, Fir!" Mas Bima tiba-tiba keluar dari dalam rumahku dan menjawab pertanyaan yang ku ajukan buat ibu dan kakaknya tanpa merasa kikuk. Aku mundur dua langkah kebelakang karena sedikit kaget melihat lelaki ini keluar dari dal
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-13
Baca selengkapnya

Part 128

"Mbak, maafin saya, ya. Saya tadi sedang menyapu halaman, eeh, mereka nyelonong masuk sambil bawain barang-barang dari rumah yang sana. Saya sudah mencoba melarang, tapi Mas nya malah ingin memukul Rahmat, saya takut," jelas bu Asih dengan apa yang terjadi tadi. "Astagfirullah, Mas Bima mau memukul Rahmat? Keterlaluan. Maaf ya, Bu. Karena kisruh rumah tangga saya, anak-anak ibu jadi korbannya," ucapku menyesalkan atas tindakan Mas Bima. Aku berpaling menatap keluarga itu yang sudah sibuk lagi mengangkati barang-barang mereka yang masih tersisa di dalam rumahnya. Lihat saja kau Mas Bima. Sebentar lagi kalian akan melihat hasil dari perbuatan kalian pada anak-anak yatim ini. "Yaudah yuk, kita masuk aja. Nggak usah membahas benalu lagi. Nih, kasihan dianggurin," ucap dan ajak Arimbi sembari memperlihatkan kantungan plastik berisi martabak telur. Kami berlima masuk ke dalam rumah, langsung menuju dapur. Aku gegas membersihkan tangan dan kaki terlebih dahulu, begitu juga dengan Arimbi.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-13
Baca selengkapnya

Part 129

Entah mengapa, mataku ingin menjelajah Mas Bima, dan ternyata mantanku itu juga sedang memandang ke arahku seraya berkacak pinggang. Peluh yang mengaliri dahi tak dihiraukannya hingga hampir memasuki mata. Namun sejurus kemudian ia sadar dan membuang peluh itu dengan sangat kasar dan sedikit mendecak. An-neh. "Nona?" tanya dan celetuknya setelah mendengar panggilan bos besar buatku. Dengan masih berkacak pinggang, ia kembali menautkan tatapannya ke arah Pak Oppa dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas, lalu membuang jauh pandangannya ke samping dan berdecak. Oh ho. Jeb ajeb kayaknya tuh. Pa-nas! "Eh eh, sampai lupa disuruh masuk. Masuk dulu, Pak bos! Fir, masa' tamu penting dianggurin diluar sih. Selain banyak mata-mata jahil, apa lu nggak kecium bau-bau daging kebakar? Kebakar api—api cerumbu! Ya ... ya, api cerumbu! Ups." Tak perlu lulusan luar negeri, lulusan luar dalam seperti Arimbi pun tak perlu aba-aba untuk hal-hal absurd seperti ini. Ia langsung tanggap dan lihai dalam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-14
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
111213141516
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status