Home / Rumah Tangga / Aku Tak Bodoh / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of Aku Tak Bodoh: Chapter 111 - Chapter 120

151 Chapters

Part 110

"Apa benar itu Mas Adit?" Pak RT beralih pertanyaan ke Mas Adit. Yang ditanya malah menganggukkan kepala dengan bersemangat. "Saya lelah dengan kehidupan rumah tangga saya bersama Yana, Pak RT. Tak ada kenyamanan lagi yang diberikannya selain ribut dan ribut. Manalagi mertua yang selalu ikut campur, baik dalam materi dan batin," jelas Mas Adit terlihat sedih. "Lantas, kamu bisa seenaknya berselingkuh dengan ipar sendiri yang saat itu masih sah menjadi istriku?" Mas Bima ikut bicara dengan geram, ia bahkan ingin berdiri dari duduknya untuk mendekati Mas Adit. Namun tangannya cepat ditarik oleh Susi similikiti. "Aku tidak ada berselingkuh dengannya!" belaku cepat, mematahkan ucapan Mas Bima. "Jika tidak, kenapa dia sering ngirimin kamu uang, hagh!" bentak Mbak Yana masih tak terima atas apapun yang aku katakan. "Ooh, baiklah Mbak Yana. Akan aku jelaskan, sejelas jelasnya padamu. Yang pertama, aku tidak pernah selingkuh dengan lelaki yang makan hati dengan ibu dan dirimu. Yang kedu
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Part 111

Pak RT tiba-tiba bersuara memberikan opininya atas apa yang di dengarnya barusan, tanpa terlebih dulu mendengar pembelaanku. Ya, jika hanya memahami sekilas, mertuaku ini terlihat sungguh menyedihkan. Apalagi dia rajanya dalam berakting, pesona olah kata yang keluar dari mulutnya tak diragukan lagi. Apalagi, itu semua didukung dengan postur tubuhnya yang kurus seperti tak terurus. Mereka yang melihat bisa langsung merasa iba. Senjata yang selalu digunakannya untuk mengambil hati orang banyak adalah bibir dan biji matanya. Dan itu sudah ku alami sendiri di awal-awal pernikahan. Cerita hidup yang selalu menyedihkan ditambahi manik mata yang selalu berkaca-kaca jika sudah berbicara, mampu menyirep mata hatiku yang masih polos hingga tertidur dan terlelap dari kebenaran yang ada. Namun, seiring berjalannya waktu, sifat asli tak mampu bertahan di balik topeng kemunafikan. Ia akan keluar dari persembunyian walau sudah dijaga rapat sedemikian. Ibu Mas Adit terlihat mencebik di ujung san
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Part 112

"Ap ... Apa?"Brug!Buju buset. Maksud hati ingin mengulas senyum di akhir kata, namun tak kesampaian dikarenakan ibu Mas Adit tiba-tiba oleng hingga tak sadarkan diri.Omegot. Please Bu Valak, jangan dulu meraga sukma. Jika ruhnya beneran merajuk dan minggat, bisa jadi aku lah yang bakal dipenjarain dengan kasus penistaan jantung. Ku mohon, Bu, candinya juga belum dirancang. Huhuhu."Gil* lu, Fir! Lu kira kita hidup di zaman penghambaan? Mintanya yang keren dikit napa!" protes Arimbi sembari bergerak mengikutiku menuju Bu Ayu. Kami berdua mengitari ibu Mas Adit yang sudah tewas, eh maksudnya yang sudah tak sadarkan diri."Huf ... Huf ... Huf ...."Mulutku dan Arimbi kompak mengeluarkan angin surga. Kami berlomba-lomba meniup serta mengipas-ngipas wajah Bu Ayu dengan manual, agar dia segera sadar dari komanya.Mas Adit tak ingin membahas apapun. Ia juga terlihat panik saat melihat ibunya mendadak sawan. Ia hanya meminta kami bergeser, agar dengan mudah memindahkan ibunya ke karpet."
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Part 113

"Eh, itu, Pak! Buat angkut sesuatu, tapi belum ada," jawabku jujur dan sepelan mungkin agar tak terdengar yang lain."Sekarang?" tanyanya lagi di ujung sana."Iya, Pak, sekarang, cuma—""Buat apaan, biar saya tau mengkondisikannya?" potongnya dengan cepat."Orang mau pindahan," jujurku."Pindahan kok pake angkot? Ya truk, lah, Nona cantik! Yasudah, sharelock posisi kamu, sepuluh menit lagi saya datang!"Cantik atau antik tadi ya? sekejap aku malah memikirkan ucapannya."Eh jangan, Pak!" Aku sadar seketika mendengar ia berkata mau datang kemari. Jangan Samsudin, jangan."Kenapa?" timpalnya terdengar penasaran. Duuh, gimana jelasin sama ini makhluk yak?"Kalau Bapak nggak usah. Kasihan, nanti lelah kesana kemari. Tapi kalau mobilnya aja ... boleh, hehehhe," tolakku dengan berdalih sembari memutar-mutar ujung baju dengan gaje."Kenapa nggak boleh? Mencurigakan! Udah cepetan kirim sharelock nya. Saya tunggu!"KlikWaduh, dimatiin! Kacau balau nih! Pasti kacau, jika Pak Oppa beneran kemari
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Part 114

"Hatchim!"Heh!Perhatianku berpindah karena suara bersin dari Arimbi. Alhamdulillah, siuman diawali dengan bersin, pertanda jantungnya nggak pindah ke dengkul. Jadi pengen nya-nyiBa-by shark dudududududu.Mata Arimbi memperhatikan sekeliling dengan lemah dan seksama. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan nya dengan sekali hentakan. Wajah gadis itu seketika merona kembali. Syukurlah.Mungkin karena masih penasaran apakah karyawan yang pingsan tadi beneran stroke, Pak Oppa bergeser lebih mendekat ke sampingku. Arimbi menyadari bahwa lelaki nomor satu di kantor kami itu semakin intens memperhatikan dirinya. Ia kembali kaget hingga matanya terbelalak. Gadis cunguk itu malah bersin-bersin lagi. Tobaat!"Hatchim ... hatchim ... hatchim. Fir! Pak Oppa sugar mmmffffh ...."Aku begitu bingung. Cepat ku tutup mulut Arimbi dengan kedua telapak tanganku yang saling menimpa. Ia terlihat kesusahan dalam bernapas. Rasain lah. Gil* kok nanggung-nanggung."Pak, truk pick up nya, di sana,
last updateLast Updated : 2024-02-08
Read more

Part 115

Tapi eh tapi, kenapa Pak Oppa juga senyam-senyum menawan seperti itu? "Khufuhufhuhu ..."Mataku kali ini berpindah, yang tadinya dari Pak Oppa menuju ke suara tawa tertahan dari sumber yang lain.Jreng. Astoge. Miskaaah.Ternyata tawa tertahan yang lain itu berasal dari dua orang dayang-dayang berotot si kakek berkaki tiga. Mereka tertawa saling berhadapan dengan menunduk sambil menutup hidungnya. Sebegitu lucu kah ucapanku? Penasaran, mari kita ulang? "Berapa semua utang bu Asih, Kek Sugiono?" Buahahahahahha ... Juragan cap kaki tiga mendelik kepada dua orang pesuruhnya yang lupa diri, bahwa aku sedang menyinggung tuannya, dan mereka ... terbahak. "DIAM KALIAN!" bentak si juragan kepada mereka berdua. "Eh ... misi misi adek permisiiii dalam diam kalau nggak diam jangan misi misi."Alamak jaaang.Aku tak menyangka, dibalik otot yang bermassa, ada si Zainal dan Parjo yang latah. Ia mencubit pipi rekannya dengan ciri khas wanita jadi-jadian. Iyyuuuh. Emm, tapi yang latah, Zainal
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more

Part 116

"TENDANG BU**NG DIA DENGAN KERAS!" teriakku memberi perintah pada algojo yang latah sambil menunjuk teman seperjuangan di sebelahnya. Bugh! Tanpa babibu, ia langsung menendang daerah yang ku perintahkan. "Aaarrggh," jerit tertahan dari temannya dengan memegangi tempat di mana pusakanya berada. Kaget dan sakitnya menyatu dalam kekehanku. Yo, berhasil ... berhasil ... berhasil. "TAMPAR!" tambahku lagi dengan pekikan tajam. Rasa senang semakin tak terkira, karena aku yakin temannya tak akan membalas karena masih sibuk memegangi alatnya. PLAK! "Uugh, hentikan bodoh!" jerit temannya tak terima. "LAGI!" perintahku meminta ia kembali melakukan hal tadi. PLAK! "Aaaarrgh,""JOTOS HIDUNGNYA!" BUGH! Mantap, sorakku dalam hati, daaan, Brug! Dayang berotot yang di hajar oleh rekannya sendiri telah terjatuh mencium bumi dengan keadaan sudab tak berdaya. Melihat itu, aku mengambil kesempatan untuk membasmi si latah. "SERANG, Mbi!" ajakku pada Arimbi yang terlihat kaget dan syok demi me
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more

Part 117

"Tak apa, Nona Firda. Sengaja saya lebihkan, agar pak tua itu benar-benar tak lagi menggangu bu Asih dan anak-anak nya," jelasnya langsung mengerti, apa yang ingin aku katakan tadi. "Baik, Pak. Terima kasih. Tapi ...."Pak oppa mengernyitkan alis. Kembali ia menatap bingung atas ucapan yang menggantung dariku. "Tapi apa, Nona Firda? Kebanyakan? Nggak lah, itu sudah pantas buat lelaki seperti dia," ujarnya. "Bukan kebanyakan buat dia, Pak. Tapi kedikitan buat bu Asih. Hehehe," balasku dengan terkekeh. "Maksudnya? Saya benar-benar tidak mengerti.""Ya sudah, Pak. Gak papa. Saya bawa dulu ya, Pak. Urgent," pamitku. Pak Oppa masih terlihat ingin berkata, namun lagi-lagi terdengar suara ponsel yang berdering dalam genggaman. Ah, pasti itu istrinya yang mau lahiran anak kembar, hingga tak sabar dari tadi menelepon terus. Praduga tak bersalahku, mulai menguasai otak sebelah kiri. "Silahkan!" balasnya sembari mengangkat panggilan di ponselnya. Aku gegas menuju bu Asih dan Arimbi. Tapi
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more

Part 118

Mobil pick up yang membawa barang pindahan sudah sampai di depan rumahku. Hanya tinggal menurunkannya saja dari atas mobil tersebut. Bu Asih beserta anak-anak ikut naik di mobilnya Pak Oppa, sedangkan aku memilih naik motor bersama Arimbi. Setelah menurunkan bu Asih dan anak-anak, Pak Oppa segera pulang tanpa singgah terlebih dahulu, karena ada urusan yang lain. Itu lebih baik daripada entar aku harus memberi cerita tambahan kepada Arimbi. Supir dan kernet menurunkan barang dengan sigap dan gesit. Sebentar saja seluruh barang telah berpindah tempat di ruang tamu. Melihat barang yang hanya beberapa saja, membuat diri ini mengulum senyum lebih dalam lagi. Hihihi. Bagaimana tidak, barang tak sampai satu ton, tapi dipesankan mobil pengangkut untuk lima ton. Ada lawak-lawaknya. Hihihi. Arimbi membantuku membersihkan kamar depan yang memang sudah bersih. Namun, bukan Arimbi namanya jika tak membuat ulah. Ia melarutkan garam dengan air di dalam ember kecil, tak lupa ia cicipi. Hehe. Ke
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more

Part 119

"Silahkan masuk aja ke dalam, Bu ibu," tawar ku lagi, karena dengan melihat pasukan berdaster memenuhi rumahku, pasti ada yang tidak baik-baik saja. Apalagi bu RT telah turun perut, eh turun tangan maksudnya. "Oh, tidak usah, Mbak Fir, kami di teras ini saja," Bu Ratmi yang menjawab dengan kipas dari potongan kardus minuman yang stand by di tangan. Aneh, malam ini begitu dingin, namun kipas kardus masih bisa bermain di wajah dan lehernya. "Begini, Mbak Firda. Saya selaku bu RT yang menggantikan posisi suami jika dia mangkat—""Hah, mangkat? Innalillahi," ujarku spontan memotong ucapan bu RT karena benar-benar kaget. "Innalillahi? Siapa yang mati, Mbak?" Bu RT ikutan kaget dan melotot padaku. "Loh, tadi ibu bilang suaminya mangkat, berarti sudah meninggal, toh?" balasku menjelaskan. "El-laaah! Suami saya masih sehat bugar, Mbak. Napa ngomong gitu. Emang mangkat artine opo?" "Mangkat artine wes modar, Bu. Mod-dar," cicitku menekankan kata modar, arti dari kata mangkat. "Urong! Be
last updateLast Updated : 2024-02-10
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
16
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status