"Silahkan masuk aja ke dalam, Bu ibu," tawar ku lagi, karena dengan melihat pasukan berdaster memenuhi rumahku, pasti ada yang tidak baik-baik saja. Apalagi bu RT telah turun perut, eh turun tangan maksudnya. "Oh, tidak usah, Mbak Fir, kami di teras ini saja," Bu Ratmi yang menjawab dengan kipas dari potongan kardus minuman yang stand by di tangan. Aneh, malam ini begitu dingin, namun kipas kardus masih bisa bermain di wajah dan lehernya. "Begini, Mbak Firda. Saya selaku bu RT yang menggantikan posisi suami jika dia mangkat—""Hah, mangkat? Innalillahi," ujarku spontan memotong ucapan bu RT karena benar-benar kaget. "Innalillahi? Siapa yang mati, Mbak?" Bu RT ikutan kaget dan melotot padaku. "Loh, tadi ibu bilang suaminya mangkat, berarti sudah meninggal, toh?" balasku menjelaskan. "El-laaah! Suami saya masih sehat bugar, Mbak. Napa ngomong gitu. Emang mangkat artine opo?" "Mangkat artine wes modar, Bu. Mod-dar," cicitku menekankan kata modar, arti dari kata mangkat. "Urong! Be
Last Updated : 2024-02-10 Read more