Home / Rumah Tangga / Aku Tak Bodoh / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Aku Tak Bodoh: Chapter 131 - Chapter 140

151 Chapters

Part 130

Ucapan Arimbi disambut gelak tawa kami semua. Eh tidak ding, Mas Bima nggak ikutan. Karpet bulu tak bisa menampung kami semua. Aku lebih memilih duduk di lantai tak berkarpet. "Bu Asih, saya kemari mau ajak bu Asih dan anak-anak ke rumah. Oma pengen kenalan." Pak oppa memulai bicara serius dengan bu Asih. "Ke rumah Bapak? Kapan, Pak, Bos?" balas bu Asih begitu pelan dan menunduk. "Kalau bisa sekarang, ayo. Pun kalau memang mau, Oma bilang biar tinggal saja di rumah kami. Sekalian menemani beliau di sana. Nanti anak-anak juga bisa sekolah dari rumah saya," ajak Pak Oppa bersungguh-sungguh. Bu Asih seketika mengarahkan pandangannya kepadaku. Aku hanya mengangguk berkali-kali dengan senyum bahagia. Ternyata Pak Oppa sejauh ini berpikir buat anak-anak yatim ini. Terima kasih ya Allah, tampannya nggak sia-sia. "Assalamu'alaikum!""Waalaikumsalam," jawab kami kaget dengan salam yang tegas. Mbak Yana nggak menyerah. Dalam sekejab ia sudah hadir kembali diantara kami semua. Amazing. Mb
last updateLast Updated : 2024-02-14
Read more

Part 131

Setelahnya aku meninggalkan mereka semua yang masih mengitari Pak Tamin. Gegas ke kamar untuk mengambil baju salinan yang bersih. Selanjutnya menuju kamar mandi. Mencuci wajah lalu melakukan ritual 315. ByarByurByarTiga guyuran air dari gayung. Lanjut satu sapuan sabun cair ke seluruh area terpencil dan .... ByarByurByarByurByarLima guyuran tanpa jeda lagi ke seluruh tubuh, hingga semua sabun dan daki rontok tak berbekas. Segar, walaupun hanya mandi ekspres. Aku gegas menyalin pakaian di kamar mandi ini dan ... selesai. Dengan langkah setengah berlari aku menuju kamar. Ditungguin itu nggak enak, saudara-saudara. Kayak dihimpit utang. "Pssst, pssst. Swit swiiit. Kirain ... supirnya doang yang kenal, ternyata eh ternyata, sak Omanya pun udah kirim-kirim salam. Entah jangan-jangan ... udah ketemuan juga ama mami en papinya. Emmm." Arimbi tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar yang emang tak kukunci. Dengan gaya masygul, ia naik ke atas pembaringan dan mulai tengkurap di sana
last updateLast Updated : 2024-02-16
Read more

Part 132

"Fir, biaya rumah sakit ... kamu yang bayar!" cetus Mbak Yana tampak sesantai mungkin dengan melipat tangannya di dada. "Sampai di rumah sakit, cari pohon yang paling mempesona ya, Mbak!" saranku dengan ketenangan yang masih di ambang batas kesabaran. "Buat apa?" timpalnya dengan pertanyaan yang bernada ringan. Serasa tak perduli dengan sindiran yang aku ucapkan."Minta ke sana! Kali aja ada dedemit yang ngekos disitu terus kasihan ama kamu— saudarinya. Entar, pasti dipinjami atau bahkan di kasih cuma-cuma," jawabku asal-asalan. Tak perduli dua orang manusia di depanku mendengar ucapan nyeleneh dari mulut ini. "Uffhhh ... Tampak dari kaca spion tengah, Pak Tamin melihat kepada kami berdua yang sedang bersenda gurau dalam emosi. Ia tersedak tawa sambil menutup seluruh mulutnya dengan bibir. "Uuuh, Mamah ... kepala Dini sakiiit. Huhuhu. Sakit, Mah! Papah ... Papah ... huhuhu."Dalam pelukan, Dini meraung. Panas dari tubuhnya mampu menembus kulit tanganku. "Ia ... bentar! Jangan c
last updateLast Updated : 2024-02-16
Read more

Part 133

"Melakukan apa? Apa tidak terlalu berisiko buat kamu, Nona?""Ya, saya tak akan mengalah dengan lari dari masalah. Saya akan melakukan sesuatu sampai mereka yang kapok berurusan dengan saya." "Well, termasuk dengan anak ini?""Tidak, Pak! Jika dengan Dini saya tulus. Bagaimana mungkin kekesalan pada orang tua dan om-nya saya limpahkan kepada dia. Tidak bukan? Itu semata-mata karena saya emang menyayanginya seperti anak sendiri, karena saya tau begitu berharganya akan kehadiran seorang anak."Ya, jika urusan tentang anak, aku lemah. Memang aku terlihat santai dan biasa aja menanggapi perihal masalah ini, namun mereka semua tak tahu, jika sebenarnya hatiku hancur, merasa diri ini tak ada gunanya. Aku wanita normal yang setiap saat menginginkan kehadiran seorang anak di tengah-tengah pernikahan, namun sampai di angka tiga tahun belum juga di beri kepercayaan oleh Tuhan.Namun, beberapa orang yang diberi kepercayaan itu, malah kadang lupa jika ia sudah dititipi permata hati untuk dijaga
last updateLast Updated : 2024-02-16
Read more

Part 134

Nyawa menyatu dan daya ingatku seketika on. Astaghfirullah. Poying. Bukannya aku berada di mobil Pak Oppa? Aku celingukan ke kanan dan kiri ingin menembus kaca mobil yang tertutup. Ya ampun, bisa-bisanya aku ketiduran dan bermimpi hal yang tak masuk akal. Mimpi indah kata Pak Tamin, dan apa tadi katanya aku bahkan sampai menyebut-nyebut nama Pak Oppa? Omegot. Omegot. Omegot. Benarkah. Seketika aku membenci bibir nggak berakhlak dan beretika ini. Tidak bisakah ia menjaga harga diri dari tuannya? Kuat Firda, kuat. Mental lu harus tetap aman. "Sudah ingat? Atau masih belum sadar seratus persen? Jika belum sepenuhnya mau dipapah atau digendong hingga sampai dalam sama Den Alex, Nona Firda," tutur dan goda Pak Tamin hingga membuatku kejang mendadak. "Eh, tidak, Pak! Tidak perlu, saya bisa sendiri," ucapku cepat dan ingin segera membuka pintu mobil dari arah kanan. Ah seketika aku menghentikan gerakan tangan. Malas deh turun dari pintu sebelah sini karena bakalan akan memutar lagi unt
last updateLast Updated : 2024-02-17
Read more

Part 135

"Bentar lagi gue halal, Beb!" Arimbi memelukku begitu jam istirahat kantor dimulai. Pantas saja sedari pagi tadi wajah anak perawan satu ini begitu berbinar. Eh, tunggu. Bukannya katanya tahun depan? Dipercepat? Aku pura-pura membelalakan mata tanda kaget ke arah bestie ku ini. Senyum yang tadi merekah seakan akan musnah dalam sekali jentikan jari"Jadi selama ini ... lu haram, Beb? Kacau beliau dong gue!""Syalan, Lu!"Arimbi berujar sembari monoyor pucuk dahiku. Bibir plumpnya mengerucut tanda kesalnya masih dilevel 'bersedia'. Aman. "Mas Fadil bakalan menghalalkan gue! It-tuu," sambungnya lagi melupakan kekesalan karena tampak dari matanya yang semakin berbinar."Mas Fadil? Waaah, bikin iri gue aja. Yang satu prodak haram, nah yang satu datang buat menghalalkannya. Klop dah ah. Baru tau gue Mas Fadil ternyata anggota MUI," godaku terus sampai bestieku benar-benar teler, migrain sampai mimisan. Hihihi. "Hog ogh. Malah dia ketua MUI-nya dan gue ... b**i nya. Puas loe, puas!" omel
last updateLast Updated : 2024-02-17
Read more

Part 136

"Pegang yang paling kecil dan ramping dong, Mbi!" Sarkasku dengan menggoyang-goyang pinggang di atas jok motor yang sudah mulai melaju pelan. Tak menunggu lama leherku terasa dijalari oleh tangan, seperti gaya akan menyekek leher hingga membuat aku menjerit kegelian. "Apaan sih lu, Nyet. Geli tau!" pekikku merinding disko, karena badanku bangsa yang nggak tahan geli. "Lah, tadi katanya pegang yang paling ramping dan kecil. Gue perhatiin, cuma ini yang paling ramping dan kecil. Ya gue pegang dong!" jawab sohibku itu terdengar sesantai mungkin. "Hadeh, kasihan gue ama Mas Fadil. Belum lah lagi halal, malah udah gilak duluan. Naseb naseb!"Pletok! Lagi, helemku menjadi samsak si wanita cunguk. Merasa mbak bestie udah normal, motor kulajukan menuju arah rumah, karena seingatku, di gang sebelah banyak rumah-rumah yang dikontarakan maupun yang disewakan untuk anak kos. Setiap rumah yang bertuliskan papan iklan disewakan, kami coba tanyain pada pemiliknya. Tapi hingga sampai mentok ja
last updateLast Updated : 2024-02-19
Read more

Part 137

Sebuah panggilan keras atas namaku menghentikan kekehan kami. Aku melirik asal suara. "Bu Kokom?" desisku lirih. Ternyata bu Kokom yang memanggil diriku dari dalam mobil yang tepat berhenti di ruas jalan. Duh tetangga budiman. Sudah lama nggak melihat wanita ini. "Ngapain, Mbak?" tanyanya setelah turun dari mobil pajero hitam yang dikendarainya. "Ada perlu, Bu. Ibu apa kabar? Udah lama nggak liat. Kemana aja?" tanyaku balik dengan kayu yang masih kumainkan. "Iya saya baru pulang dari rumah anak saya yang di luar negeri. Jelong-jelong. Mbak Firda ngapain di sini? Ada perlu sama si Kitty Hare-hare? Kenapa bawak-bawak kayu segala? Mau tawuran?" Begitu banyak pertanyaan bu Kokom. Tapi yang nyantol di otakku hanya kata 'Kitty hare-hare'. "Kitty hare-hare?" tanyaku terusik karena namanya unik. "Ini, si Kitty hare-hare!" Bu Kokom menujuk wanita tronton di depan kami itu yang sudah merubah wajahnya dengan sangat ramah pada bu Kokom. Terlihat ia serba salah sendiri. "Oooh, saya lagi ca
last updateLast Updated : 2024-02-19
Read more

Part 138

"Jangan pernah sekalipun merusakkan hati anak-anak itu!" ucapku pada kedua kuyang benalu yang masih terpaku di tempatnya berada. Mungkin tak menyangka aku akan memperlakukan pakaian mereka sebaik dan seramah itu. "Fi ... Firda syalaaan!" jerit mbak Yana yang seketika tersadar dari mimpi manisnya untuk dilayan bak ratu. "Apa salahnya baju-baju itu dicuci sama si Asih?" teriaknya tak suka dan masih membenarkan perbuatannya. "Salahnya katamu?" Aku melipat tangan dan menatap wanita di depanku ini dengan ekspresi seperti sedang berpikir. "Yap, salahnya adalah baju-baju itu punya kalian, Mbak Yana. Seandainya itu baju bukan punya kalian, mungkin saat ini, baju-baju itu nasibnya akan baik-baik saja!" Aku berpaling pada kain yang masih teronggok setelah selesai berbicara. "Oi mak jaang, dah lain ku tengok warna bajumu loh! Ups." Aku menepuk dahi seolah-olah terkejut demi melihat keadaan baju-baju mbak Yana. Tak lupa kusisipkan dengan logat bahasa Medan, agar mbak Yana semakin haredang. Mbak
last updateLast Updated : 2024-02-19
Read more

Part 139

"Bu Asih, saya tadi lupa kasih taunya. Rumah kontrakan buat bu Asih udah dapat. Dua kamar. Dan berita bagusnya lagi, itu kontrakan dekat dengan sekolah SD dan SMP. Jadi cocok buat ibu buka usaha appaa gitu, yang dibutuhkan oleh anak-anak sekolah," jelasku bersemangat, lebih bersemangat dari opera di luar. "Alhamdulillah, Mbak Fir. Saya senang mendengarnya. Terima kasih ya, Allah." Wajah bu Asih berseri dengan mata yang berkaca-kaca."Kira-kira kapan ibu mau pindahnya?" tanyaku memastikan. Sejenak kami melupakan kegaduhan di luar rumah. "Kalau saya terserah mbak Firda saja gimana baiknya. Yang penting bagi saya, mbak ikut juga. Saya kok nggak rela mbak Firda direcokin terus sama keluarga itu," tunjuk bu Asih ke arah luar yang masih ramai dengan suara bu Marni dan bu Salamah. "InshaAllah, Bu. Sekarang saya lagi konsen buat urus surat cerai dulu. Ni, mau menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan," kataku. "Iya, Mbak. Saya doakan semoga semua urusan berjalan lancar. Aamiin.""Aamiin, B
last updateLast Updated : 2024-02-19
Read more
PREV
1
...
111213141516
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status