Home / Pernikahan / Istri hanya Status / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Istri hanya Status : Chapter 21 - Chapter 30

133 Chapters

Bab 21. Tantangan dari Andi.

"Memaafkan bukan berarti harus pulang, Bu," bantah Silvia, lembut tapi cukup tegas.Bu Anis menarik napas kasar. Tetap tersenyum meskipun terpaksa."Baiklah kalau memang itu keputusanmu. Ibu tidak bisa memaksa kamu. Apa pun yang terjadi kedepannya kamu tetap anakku. Ibu tidak peduli kedepannya kamu akan hidup sama siapa, Silvia. Namun, satu yang perlu kamu ketahui, ibu tidak mau kehilangan kamu. Ibu Sayang kamu, Nak. Hanya saja kemarin ibu terlalu bodoh sehingga terpedaya oleh setan." Raut penyesalan jelas terpancar dari sana.***"Nduk. Paman tidak tahu apa sebenarnya penyebab kamu pulang ke sini? Mertuamu orang yang sangat baik, Nduk. Apa kamu ada masalah dengan Abian?" tanya Paman Gozali di malam harinya.Silvia terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang diajukan oleh adik bapaknya tersebut."Alasan Silvia pulang adalah untuk membantu merawat Nafis, Paman." Silvia menjawab dengan tegas, setelah sekian menit terdiam.Selalu begitu jawaban Silvia.Dia tidak in
Read more

Bab 22. Mau Kemana?

Kalau saja tadi mas Abian mengajakku bukan di depan paman, bibi dan juga Mas Andi. Tentu aku tak mau ikut dengannya. Aku tidak mau mereka tahu permasalahan rumah tanggaku. Terlebih mas Andi. Mengapa aku tidak bisa tegas? Entahlah. Rumah tanggaku memang tidak harmonis, tetapi aku tak mau memberikan celah pada orang lain untuk masuk ke dalamnya. Termasuk mas Andi. Dia memang baik, tetapi hatiku menolaknya ketika mendengar obrolan dengan ibu waktu itu. Telingaku menangkap jelas bahwa Mas Andi menginginkan aku. "Silvia. Aku minta maaf padamu," kata Mas Abian sambil sesekali menatapku. "Untuk apa?" "Untuk semua yang telah aku lakukan padamu. Menganggap kamu istri yang hanya di status. Merendahkanmu, Pernah hampir menodai kamu dan masih banyak yang lainnya. Aku benar-benar minta maaf. Ingin memperbaiki semuanya dari awal. Mau kan kamu memberikan kesempatan kedua padaku?" Aku terdiam. Mungkin aku sudah memaafkan, tapi tidak mudah untuk melupakan semua itu. "Berikan aku waktu, Mas." A
Read more

Bab 23. Eyang Kakung

"Sebenarnya kita mau ke mana?" tanyaku, terpaksa karena penasaran. "Ke rumah Eyang. Beliau memintaku untuk datang ke sana." "Eyang?" gumamku, lirih. Setahuku orang tuanya ibu telah tiada."Iya, orang tua dari Ayah." Mas Abian menjawab tanpa menoleh ke arahku."Kenapa tidak bilang kalau mau bepergian jauh. Setidaknya aku membawa ganti.""Aku sudah membawakan baju ganti untukmu di bagasi."Apa? Dia sudah mempersiapkan ini semua? Dasar lelaki egois. Memaksaku untuk pergi ke rumah eyangnya tanpa persetujuan atau menanyakan kesiapanku. Kebiasaannya yang tidak aku suka dari dia. Suka memaksa orang lain. Suka mengambil kesempatan sepihak.Sebenarnya tujuan dia membawa aku untuk apa? Bukankah aku istri yang hanya ada di status baginya? Tetapi tadi mas Abian kan sudah minta maaf. Apa mungkin dia sudah berubah. Kini ingin memperkenalkan aku sebagai istrinya? Jangan geer Silvia! Siapa tahu eyangnya sedang sakit. Sedangkan aku hanya diminta untuk merawatnya. "Aku ingin memperkenalkan kamu pa
Read more

Bab 24. Tidak Mau Diperalat.

"Kamu meninggalkan Wulan apa karena Silvia? Sehebat apa dia? Sampai kamu tidak sabar menunggu kepulangan Eyang!" tanya eyang dengan suara yang pelan tapi penuh penekanan.Wulan? Siapanya mas Abian? "Dari dulu Bian tidak pernah mau dijodohkan dengan cucu angkat Eyang. Waktu nikahnya Bian, Eyang sedang di rumah istri muda — di Banten. Seandainya eyang diberitahu pun pasti tidak mengizinkan pernikahan ini terjadi. Bian khawatir eyang akan melakukan hal-hal yang bisa merusak acara perkawinan kami," jawab mas Abian dengan tegas.Aku masih menguping di balik tembok. Ingin mendengar obrolan mereka lebih lanjut. Tahu, mencuri dengar pembicaraan orang lain itu tidak boleh. Tetapi jiwa kepoku menginginkannya. "Apa kurangnya Wulan sampai kamu menolaknya? Dia sudah berusaha keras memantaskan diri agar bisa menjadi menantu orang tuamu. Kamu malah memutuskan pertunangan kalian secara sepihak! Kamu telah mencoreng nama baik eyang, Bian!" Eyang menaikkan volume suaranya beberapa oktaf. Padahal ini
Read more

Bab 25. Keputusan Silvia & POV Abian

"Kamu mau kemana? Kenapa barang ini kamu kembalinya? Ini hadiah dari aku." "Aku tidak butuh hadiah dari kamu. Jangan pernah mencari keberadaanku setelah ini. Kalau kamu tidak mau menjatuhkan talak biar aku yang menggugat kamu di pengadilan agama. Permisi!" Aku melangkahkan meninggalkan rumah besar nan megah itu. Rumah Eyang."Apa yang kamu lakukan? Kamu kenapa? Cerita padaku? Kamu tidak boleh pergi dengan keadaan seperti ini." Abian menarik tanganku. Aku berhasil melepaskan cengkeramannya."Sudahlah, Mas. Jangan terus-terusan membodohi aku. Capek dengan semua ini. Aku lelah dengan kamu, Mas. Lepaskan aku." Dering ponsel dari saku celana Abian menyelamatkan aku. Dia sibuk menerima telepon. Aku segera berlari ke arah jalan besar. Beruntungnya ada bis yang sedang melintas. Aku segera menyetopnya. Abian berusaha mengejar, tapi sia-sia. Aku tahu harus turun di mana. Kini tujuanku bukan lagi ke rumah ibu atau paman. Terlalu mudah Abian menemukan aku bila tetap di sana. Sesekali aku me
Read more

Bab 26. Ibu Angkat Tangan.

Aku harus melakukan tindakan sebelum eyang pulang. Aku tak mau beliau menaruh curiga atas pernikahan kami. Segera ku hubungi nomor eyang. "Assalamualaikum, Eyang." "Waalaikummussallam, ada apa, Bian?" "Yang, Bian mau pamit pulang. Ada hal yang harus diurus di sana." Aku terpaksa berbohong."Sana pulang! Kamu memang tidak pernah betah di rumah eyang." Suara kakekku terdengar kesal."Bukan begitu, Eyang. Bian ada urusan mendadak yang harus diselesaikan sekarang. Nanti kalau sudah ada waktu luang kami ke sini lagi, Yang.""Kamu selalu bilang begitu. Nanti kalau ke sini bawa cicit eyang sekalian." Aku menelan ludah. Cicit? Bagaimana mau ngasih cicit kalau kami saja belum pernah memproduksinya. "Doakan semoga cepat jadi cicit, Eyang. Bian pamit, Yang"Doakan semoga cepat jadi cicit, Eyang. Bian pamit, Yang. Assalamualaikum." Aku segera menutup sambungan telepon setelah eyang menjawab salam. Segera kukemasi barang bawaan. Rencana mau liburan beberapa hari di sini terpaksa batal kare
Read more

Bab 27. Kekonyolan Anggraini.

Mataku menyapu sekeliling. Semua orang sedang memandangku. Ada yang bergidik, ada yang menatap tak suka, ada pula yang geleng-gelengkan kepalanya. Mereka semua menelan mentah-mentah ucapan Anggraini.Wanita di depanku merasa telah menang. Dia melipatkan kedua tangannya di depan dada. Tersenyum sinis ke arahku.Gegas, aku berdiri. Berjalan mendekati Anggraini yang masih mematung di tempat."Pilihannya ada di tanganmu. Antara meminta maaf padaku di sini atau aku bongkar semua kartumu saat ini? Atau memilih dipecat dari tempat ini?" bisikku tepat di telinganya. Wajah Anggraini pias.Padahal aku tidak kenal siapa pemilik restoran ini. Bagaimana mungkin aku meminta untuk memecat Anggraini. Pasti tidak akan terpikir olehnya tentang ucapanku. Dia terlihat kaget. Masih bagus, aku memberikan pilihan daripada membongkar semuanya di depan umum. Di restoran ini.Anggraini karyawan di sini. Aku tahu dari baju seragam yang ia kenakan. Dia terlalu gegabah. Mengurusi masalah pribadi di jam kerja. A
Read more

Bab 28. Penemuan Ibu.

"Mas. Boleh aku minta nomor WhatsAppnya?" tanyanya lirih."Aku lupa dengan nomorku sendiri." Aku menjawab asal sembari menyuap makanan. Terlihat gurat kecewa di wajahnya.Aku tidak tega melihat wajah yang sedih begitu."Begini saja. Kamu ada kartu nama?"Senyumnya merekah setelah mendengar pertanyaanku. Hanum segera melambaikan tangan pada karyawannya. Memerintahkan pada salah satu karyawannya. "Tolong ambilkan kartu nama di meja saya.""Ini restoran kamu yang keberapa?" tanyaku kepo. Aku tahu orang tuanya memiliki beberapa cabang rumah makan. Mungkin saat ini sudah menjadi restoran. Belum sempat menjawab karyawan tadi sudah kembali ke sini. Cepat juga dia! "Kamu boleh pergi," ucap Hanum pada karyawannya, setelah menyerahkan kartu nama tersebut. "Ini, Mas. Tolong hubungi aku segera, ya. Aku sudah lama mencari kontakmu tapi tidak ketemu. Mencari akun media sosialmu pun tidak berhasil." Tangan kiriku segera mengambil kartu nama tersebut. Entah untuk kepentingan apa aku menghubun
Read more

Bab 29. Ternyata.

"Astaghfirullah … Bian! Alangkah menjijikkan perbuatan bekas istrimu!" Aku kehabisan kata-kata untuk membantah ucapan ibu. Toh memang benar adanya. Aku sudah melihat adegan yang memalukan di galeri Silvia. "Firasat ibu tidak salah. Anggraini bukan wanita baik-baik. Ini buktinya."Untung saja sudah aku ceraikan.Aku merasa jijik setelah melihatnya adegan itu. Membayangkan tubuhnya sudah dijamah oleh lelaki lain selain suaminya. Mual pun tiba-tiba menyerangku. Zaman sekarang banyak wanita yang covernya gadis tapi isinya sudah tak perawan. Bagaimana bisa dahulu, aku jatuh cinta pada wanita itu? Aku terpesona dengan cantiknya. Memang benar apa kata orang tua, cantik rupa belum tentu hatinya."Benar-benar menjijikkan! Kamu harus segera memeriksakan diri, Bian! Ibu tidak mau kamu terkena penyakit kelamin!" "Bian belum pernah menyentuhnya, Bu," jawabku jujur. Ibu mengernyitkan dahinya. Pasti beliau tak percaya. Tapi itu kenyataannya."Apa kamu tidak normal, Bian?" Pertanyaan ibu absurd. R
Read more

Bab 30. POV 3

Ternyata selama ini ibu dan Silvia memiliki komunikasi yang bagus. Ibu sepertinya sengaja membuat aku tersiksa karena mencari keberadaan menantunya. Tiba-tiba hatiku panas saat melihat Silviatersenyum ramah dan sesekali melihatnya tertawa pada seorang pria yang sedang duduk manis di depan warungnya."Ini alasan kamu tidak pulang-pulang! Pantas saja kamu betah menyendiri dan jauh dari suami karena di sini ada lelaki lain." ucapku setelah menggebrak meja di depannya.Silvia terlihat kaget. Matanya melotot sempurna, giginya gemeretak. "Apa-apaan kamu, Mas. Datang-datang marah nggak jelas. Bikin malu saja. Memang kamu siapa?" tantang Silvia dengan mata menatap nyalang ke arahku. ***POV 3"Ini alasan kamu tidak pulang-pulang! Pantas saja kamu betah menyendiri dan jauh dari suami karena di sini ada lelaki lain," ucap Abian setelah menggebrak meja di depannya.Silvia terlihat kaget. Matanya melotot sempurna, giginya gemeretak. "Apa-apaan kamu, Mas. Datang-datang marah nggak jelas. Biki
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status