Kini kami harus kembali bertemu dengan situasi seperti ini. "Silvia. Dia itu anaknya teman ibu. Orang tuanya sangat baik. Sayangnya, ibu hanya memiliki anak satu, lelaki," ucap ibu, lesu.Aku masih terdiam. Mencerna maksud dari ucapan mertuaku. "Bu. Apa mas Abian perlu diberitahu keadaan ibu yang seperti ini?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Aku pikir anak harus tahu kondisi orang tuanya. "Jangan pernah menghubungi dia. Ibu tidak akan pernah mengemis perhatian dari anak pembangkang macam itu," ungkap ibu, lirih.Tatapan ibu menerawang ke depan. "Bu, maafkan Silvia yang telah lancang." "Kamu tidak salah. Saat ini ibu cukup butuh kamu, Nak." Aku mengulum senyum, mengangguk pelan, saat ibu menggenggam tanganku."Ibu ingin tidur. Tolong jangan pernah tinggalkan ibu, Silvia." Ibu sangat mengiba. Ibu memang berlimpah harta, tetapi saat ini yang beliau butuhkan adalah perhatian anaknya. Sayangnya, pria itu memilih pergi dengan pilihannya. Meninggalkan orang tua dengan segala lukanya.
Read more