Aku tak menyangka jika aku benar-benar terusir dari geleri ini, dengan lesu aku melangkah menuju sudut ruangan, tempat kardus berisi barang-barang milikku, memang sih, itu barang receh, dan tak penting, tapi syukur Sintya masih menghargai itu milikku, dan tak membuangnya.Sintya berdiri di depan mejanya, bersilang dada menatapku yang berjalan melewatinya.Hingga tepat di hadapannya, membuat kedua netra kami bertemu, tapi dengan cepat Sintya mengalihkan pandangannya. Tak ada lagi tatapan sendu di matanya seperti dulu, yang terlihat hanya sorot mata penuh kebencian, amarah, dan kekecewaan.Ada sedikit penyesalan terbersit di dalam hatiku karena telah menyakitinya, terlebih karena kebodohanku itu, membuat aku kehilangan semuanya, coba saja dulu aku menahan gelora cinta pada Eva, mungkin semua akan tetap baik-baik saja hingga detik ini.Apalah daya nasi sudah menjadi bubur, mungkin ini balasan atas penghianatan yang aku lakukan, maafkan aku Sintya. Aku melangkah keluar pintu, dan berjal
Baca selengkapnya