Home / Pendekar / Legenda Pendekar Buruk Rupa / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Legenda Pendekar Buruk Rupa: Chapter 141 - Chapter 150

158 Chapters

141. Ribuan Naga Berdatangan

Tanaka menghapus air mata Bimala dengan tangannya. “Sekarang kau tak perlu sedih lagi. Aku akan selalu ada bersamamu.”Bimala mengangguk. Raja Saka, Bari, Pendekar Penggebrak Bumi dan para pendekar lain pun tampak haru mendengar itu.“Lalu bagaimana kau bisa keluar dari negeri raksasa itu?” tanya Tanaka heran.“Aku memohon pada Raja Sajuna setiap hari,” jawab Bimala. “Akhirnya dengan keluhuran budinya dia mengizinkan aku menyusulmu ke sini. Itu karena aku tahu bahwa batu permata yang menyatu dengan raja Nepis itu akan membuat bumi ini kiamat jika tidak segera kita kembalikan ke negeri itu.”Raja Saka, Bari, Pendekar Penggebrak Bumi dan pendekar lainnya pun terkejut mendengar itu.“Bumi ini akan hancur jika batu permata itu tidak segera dikembalikan ke negeri raksasa?” tanya Raja Saka dengan terkejutnya.“Iya,” jawab Tanaka. “Untuk itulah aku harus segera membunuh Raja Nepis itu agar aku bisa mengeluarkan batu permata yang sudah menyatu dengannya itu.”“Pantas saja dia begitu kuat,” uc
Read more

142. Kembalinya Roh Panglima

“Majulah kalian semuanya jika ingin mati di tanganku!” teriak Tanaka.Lalu Elang-elang yang beterbangan di atas langit sana lebih dulu menyerang Tanaka. Sementara binatang-binatang buas lainnya yang kini tengah berada di lapangan luas depan benteng istana itu berlarian menembus benteng yang sudah berhasil dipecahkan Tanaka dengan kekuatannya.Tanaka yang sedang memegang pedang perak cahaya merah itu meraih golok hitam di punggungnya lalu melempar golok hitam itu hingga goloknya berputar mengenai elang-elang di atas kepalanya itu hingga elang-elang itu terjatuh ke atas tanah tanpa kepala.Sementara pedang perak cahaya merah ditangannya itu dia kibaskan ke para binatang yang hendak menerkamnya itu hingga cahayanya melesat mengenai mereka dan para binatang itu terlempar jauh ke belakang.Raja Nepis terbelalak melihat itu.“Sudah aku bilang! Aku tidak takut dengan mereka!” teriak Tanaka.Raja Nepis semakin geram mendengar itu. Dia pun kembali membacakan mantra itu lalu seketika terdengar
Read more

143. Cahaya Biru di Negeri Raksasa

Tanaka yang sudah mendarat di tanah lapangan depan benteng istana itu pun mengeluarkan tenaga dalamnya untuk menyerang Raja Nepis yang tengah meluncur ke arahnya. Sementara Roh Panglima, Jabali, Sakwa, Tasir dan ribuan prajuritnya yang masih hidup itu menunggu di atas kuda-kuda yang mengeluarkan kobaran api itu. Mereka penasaran apakah Tanaka akan berhasil melesatkan tenaga dalamnya pada Raja Nepis itu.Saat Tanaka melesatkan kembali tenaga dalamnya itu ke arah Raja Nepis, rupanya Raja Nepis berhasil menghindarinya dan kini Raja Nepis yang berbalik menyerangnya dengan cahaya birunya, namun Tanaka dengan sigap mampu menghindarinya.Sesaat kemudian, saat Tanaka lengah, tiba-tiba serangan cahaya biru dari tangan Raja Nepis mampu mengenai dada Tanaka hingga Tanaka terpental ke belakang dan semua yang menyaksikan itu tampak terngaga.“Tanakaaa!!!!” teriak Roh Panglima dengan khawatirnya bersama suara tawa Raja Nepis yang terdengar menggema.“Sudah aku bilang! Kau tak bisa mengalahkankuuuu!
Read more

144. Hadiah dari Raja Sajuna

Setelah lama menunggu. Raja Sajuna pun berdiri di singgasananya saat mendengar suara angin yang begitu kencang di luar istananya. Para Tetua dan Putra Mahkota yang berada di dalam sana juga heran.“Apa yang terjadi?” tanya Raja Sajuna dengan heran.“Sepertinya ada manusia yang memasuki negeri kita ini, Yang Mulia,” jawab Putra Mahkota.Raja Sajuna mengernyit heran. “Coba kau periksa keluar sana!” perintah Raja Sajuna.“Baik, Yang Mulia.”Putra Mahkota pun akhirnya keluar dari ruangan itu. Saat dia sudah berada di halaman istana, dia terkejut melihat angin puting beliung telihat berputar-putar di arah lautan sana. Seketika terlihat kilat yang menyambar-nyambar di arah laut sana. Dia mendengar banyak penduduk di luar istana tampak berteriak ketakutan mendengarnya.Tak lama kemudian mata Putra Mahkota terbelalak ketika mendapati sosok cahaya putih melesat ke arahnya. Dia pun tidak sempat lagi untuk memerintahkan para prajuritnya untuk bersiap dan berjaga di atas benteng istana.Tak menun
Read more

145. Sepasang Penyelamat

Tanaka yang masih berada di rumah itu tampak kebingungan. Malam di tempat itu hujan masih turun begitu deras di luar sana. Suara kilat terdengar menyambar-nyambar di luar sana.Tiba-tiba Tanaka terkejut melihat seorang perempuan yang tampak tidak bisa tidur di atas kasurnya sambil mengelap air matanya. Perempuan itu tampak gelisah di atas kasurnya. “Kemana suamiku?” ucap perempuan itu. “Kenapa jam segini dia belum pulang juga? Apa dia tidak tahu bahwa aku sangat takut dengan kilat itu?”Tanaka heran harus menyaksikan itu.“Apa batu permata itu membuat aku mati lalu aku menjadi bangsa roh seperti Roh Panglimaku?” tanya Tanaka pada dirinya sendiri. Sesaat kemudian dia berpikir untuk mengajak perempuan itu berbicara. “Hey! Apa kau mendengarku?”Anehnya perempuan itu seperti tidak mendengar suaranya. Tanaka kian panik. Dia khawatir sudah mati gara-gara menelan batu permata itu.Perempuan itu tampak melihat ke pintu kamarnya sambil bergumam.“Tak biasanya dia telat pulang begini. Biasanay
Read more

146. Sebuah Alasan

Suaminya mengangguk. Perempuan itu langsung membawa bayi itu ke dalam kamar. Sementara suaminya berjalan dengan hati-hati menuju pintu. Tanaka melihat suaminya itu sedikit mengintip keluar dari celah pintu yang berlobang. Tanaka pun ikut mengintip keluar sana. Dia terkejut ketika melihat seorang Panglima bersama empat prajuritnya datang ke sana. Tanaka tidak pernah melihat Panglima itu di kerajaan yang kini diperintah oleh Ibunya itu. Mungkin dia sekarang sudah mati, pikir Tanaka.Sang Suami itu tampak gusar. Di kepalanya seperti dijatuhi pertanyaan-pertanyaan.“Apakah mereka sudah tahu kalau aku telah menyelamatkan Putra Mahkota itu? Atau ada hal lain yang ingin disampaikan Panglima padaku hingga di dini hari ini mereka datang ke sini?” guman lelaki itu yang terdengar di telinga Tanaka.Akhirnya Sang Suami membukakan pintu. Sang Panglima terlihat berdiri di ambang pintu bersama ke empat prajuritnya. Tanaka pun membiarkan dirinya untuk menyaksikan itu, karena dia yakin ada pesan untu
Read more

147. Kembalinya Raja Saka ke Istana

“Mengapa para Iblis itu dikurung oleh Para Dewa?” tanya Tanaka penasaran pada Raja Sajuna.“Dahulu mereka tinggal di bumi yang sama dengan umat manusia,” jawab Raja Sajuna. “Namun karena kebiadapan mereka, akhirnya Maha Dewa menciptakan dunia baru untuk mereka tempati, namun Raja Iblis itu dan anak-anaknya tidak mau ke sana. Kaum-kaumnya yang lain saja yang pindah ke dunia baru itu. Mereka pun membuat huru hara dengan cara memerangi umat manusia, akhirnya Maha Dewa mengutus para dewanya untuk mengurung mereka dan memenjarakan mereka di tempat-tempat khusus di atas muka Bumi ini.”Tanaka mendengarkannya dengan seksama.Raja Sajuna kembali melanjutkan kata-katanya. “Mereka tidak akan bisa keluar dari tempat penjara masing-masing, kecuali ada umat manusia yang membantunya. Kini para dewa itu resah, karena para iblis itu berkali-kali bekerjasama dengan umat manusia, makanya para dewa mengutus umat manusianya untuk membunuh mereka suatu saat nanti, karena hanya umat manusia yang boleh memb
Read more

148. Masih Berlayar Menuju Nusantara

“Kita harus berterima kasih pada Tuan Guru Tanaka karena berkat dia dan orang-orang yang dibawanya lah aku bisa berada di singgasana ini dan kembali menguasai Nusantara ini!” ucap Raja Saka.Semua terdiam mendengarkan. Semua rakyatnya tampak mengerti dan mencoba melupakan dendam itu.“Lagipula, Raja Manggala yang dahulu berkuasa di sana telah tiada,” lanjut Raja Saka. “Dan sekarang ini kerajaan Manggala telah dipimpin oleh seorang ratu, ibunda Tuan Guru Tanaka sendiri. Suatu hari ini kita akan datang ke sana untuk memaafkan kesalahan Raja Manggala terdahulu dan kita akan menjalin persahabatan dengan mereka dan akan bekerjasama di segala bidang.”Para pejabat dan Tetua tampak angguk-angguk setuju.Raja Saka kembali menatap mereka dengan lekat. “Sekarang aku butuh kalian semuanya untuk memakmurkan kembali negeri kita! Kita harus bersama-sama membangun negeri ini dan kita harus bergotong royong untuk kemakmuran bersama. Setiap perbatasan harus dijaga dengan ketat agar tidak ada kerajaan
Read more

149. Gadis yang Bernama Numi

“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Raja Saka dengan bingung. Bagaimana pun dia adalah raja saat itu. Penasehatnya benar, bahwa dia harus memiliki seorang permaisuri agar rakyatnya bisa tenang karena ada keturunan yang akan meneruskan tahta kerajaannya kelak. Jika dia tidak menikah, Raja Saka khawatir jika terjadi sesuatu hal buruk padanya hingga kerajaan itu kehilangan keturunan yang sah untuk meneruskan tahta di kerajaan itu.“Bagaimana kalau kita ke sana,” jawab Bari.“Kemana?” tanya Raja Saka heran.“Ke tempat orang tua Numi!”Raja Saka tiba-tiba gemetar, namun dia harus berani datang menemuinya, karena dialah satu-satunya perempuan yang dicintainya saat ini. Raja Saka tidak mau menikah dengan gadis yang tidak disukainya. “Memangnya kau tahu rumahnya?”Bari mengangguk. Raja Saka kian panik.“Jangan panik! Numi pasti menerima lamaranmu. Apalagi sekarang dia pasti sudah tahu siapa dirimu. Engkau adalah raja di negeri ini. Siapa yang tidak mau dilamar oleh raja?” bujuk Bari.
Read more

150. Tanaka Kembali

“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi
Read more
PREV
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status