Home / Pendekar / Legenda Pendekar Buruk Rupa / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Legenda Pendekar Buruk Rupa: Chapter 131 - Chapter 140

158 Chapters

131. Kegelisahan Sang Ratu

Sementara itu, di negeri Manggala, Sang Ratu tampak berbaring di atas kasurnya. Perutnya sudah besar, mungkin tidak lama lagi dia akan melahirkan. Pelayan setianya duduk di hadapannya dengan khawatir.“Berapa lama lagi aku akan melahirkan?” tanya Sang Ratu dengan penasaran.“Mungin tiga kali purnama lagi, Yang Mulia,” jawab pelayan setianya itu.Sang Ratu tampak khawatir karena Tanaka anaknya belum juga pulang. Dia khawatir Tanaka tidak berhasil membunuh raja Iblis itu hingga kutukan Iblis itu juga akan dialami anak yang sedang dikandungnya itu.“Tolong panggilkan Panglima terbaru kita,” pinta Sang Ratu pada pelayannya.“Baik, Yang Mulia.” Pelayan setianya itu langsung bergegas keluar dari sana. Sang Ratu pun berusaha untuk duduk agar bisa menerima kedatangan Panglima terbarunya.Ya, semenjak Bimala pamit padanya untuk mencari Tanaka, saat itu juga Sang Ratu memilih prajurit terbaiknya untuk dijadikan Panglima terbarunya. Padahal Sang Ratu berharap Bimala lah yang mendapatkan posisi i
Read more

132. Kuil Tertinggal

Tabib Istana yang tengah mencoba menerawang lokasi kulil yang tertinggal di Nusantara bagian timur itu tampak terkejut ketika melihat para pendekar sakti mendatangi kuil itu. Mereka menghancurkan pintu besi yang menuju ruang bawah tanah kuil itu. Tak lama kemudian kilatan cahaya membuat matanya sakit dan tidak dapat lagi menerawang kembali.Tabib Istana itu membuka mata lalu mendadak tubuhnya lemas dan disekujur tubuhnya terasa sangat sakit. Raja Nepis yang duduk menunggunya di dalam kediamannya itu tampak heran.“Apa yang terjadi?” tanya Raja Nepis heran.“Ada yang menghalangiku untuk menerawang lokasi itu, Yang Mulia,” jawab Tabib Istana itu.Raja Nepis mengernyit mendengarnya.“Seperti apa wujud yang menghalangimu itu?” tanya Raja Nepis penasaran.“Aku melihat banyak pendekar yang tak pernah kulihat sebelumnya mendatangi kuil itu lalu tiba-tiba ada kilatan cahaya yang menghalangi penerawanganku. Sepertinya para pendekar itu hendak mengambil mantra itu,” jawab Tabib Istana.Raja Nep
Read more

133. Mencari Jalan Keluar

Sakwa dan Tasir mendekati Roh Panglima dan Jabali yang tengah tertidur pulas di negeri raksasa itu. Seketika Sakwa membangunkannya.“Roh Panglima! Roh Panglima!” panggilnya.Roh Panglima dan Jabali pun terbangun dengan heran. Mereka pun duduk menatap Sakwa dan Tasir dengan heran melihat di punggungnya tengah memikul buntalan kain seperti orang hendak melakukan pengembaraan.“Kenapa kalian menggangu istirahat kami?” tanya Roh Panglima. Meskipun hari di sana tampak tidak pernah malam, namun karena biasa hidup di alam manusia yang berganti antara siang dan malam, mereka juga merasakan kantuk di sana. Mereka tidak tahu kapan waktunya malam di bumi manusia. Jika mereka mengantuk, mereka berpikir bahwa di alam manusia pasti tengah terjadi malam.“Kami memiliki cara untuk kabur dari sini,” ucap Sakwa.“Betul! Kami membangunkan kalian untuk mengajak kalian pergi karena yang bisa mengendalikan kapal hanya kalian saja,” tambah Tasir.Roh Panglima dan Jabali mengernyit heran.“Bukan kah sudah ti
Read more

34. Menuju Gerbang Batas

Masih di negeri raksasa. Raja Sajuna berjalan di taman istana diikuti oleh dayang-dayang dan para prajuritnya. Dia sering melakukan itu jika sedang bersantai dari aktivitas istana. Hanya sekedar berkeliling sembari menghirup udara segera di luar istana.Di hadapannya Putra Mahkota datang ke arahnya. Sang Raja berhenti melangkah saat melihat Putra Mahkota berlutut memberi hormat padanya.“Bagaimana keadaan para tawanan di kediamannya?” tanya Sang Raja penasaran.“Mereka baik-baik saja, Yang Mulia,” jawab Putra Mahkota.“Lalu soal Tanaka dan Bimala, apakah sudah ada petunjuk dari mereka?” tanya Raja Sajuna penasaran.“Hingga saat ini kita belum mendapatkan petunjuk dari mereka, Yang Mulia,” jawab Putra Mahkota.Sang Raja tampak khawatir. “Waktunya tidak lama lagi. Jika batu permata itu tidak segera didapatkan, maka batu permata itu akan meledak dan membuat seisi alam manusia akan kiamat.”Putra Mahkota kian khawatir mendengar itu.“Apakah itu akan berdampak buruk untuk alam kita, ayah?”
Read more

135. Kembali Ke Masa Lalu

Tanaka dan Pendekar Dua Alam akhirnya tiba di dekat mata air Abadi itu. Tanaka terperangah melihat pemandangan indah di sana. Danau bening yang menampakkan bebatuan di dasarnya membuatnya terpukau. Pulau-pulau kecil di dalam danau yang ditumbuhi pohon-pohon besar hingga sebagian akarnya terlihat memasuki air dan menembus bebatuan di dalamnya. Di ujung sana sebuah air terjun mengalir dari atas bukit batu yang putih.“Apakah ini yang dinamakan mata air abadi itu, Guru?” tanya Tanaka terperangan tak percaya.“Iya,” jawab Pendekar Dua Alam. “Inilah mata air abadi itu.”Angin berembus sepoi-sepoi menyapu wajah Tanaka. Segar sekali rasanya diterpa angin itu. Tanaka pun memejamkan matanya lalu merasakan hembusan angin itu hingga lelahnya seketika menghilang.“Sekarang keputusan ada padamu,” ucap Pendekar Dua Alam.Tanaka membuka matanya lalu menoleh pada Pendekar Dua Alam itu.“Kau boleh berubah pikiran jika memang tidak sanggup untuk mendapatkan keabadian hidup,” lanjut Pendekar Dua Alam. “
Read more

136. Keabadian

Karena kebingungan dan karena teringat suara yang tadi terdengar di telinganya, akhirnya Tanaka mendekati ketiga pamannya itu yang tengah membakar daging rusa dan tengah membicarakannya.“Paman Su,” ucap Tanaka sambil menatap Su dengan penuh rasa bersalah.Su, Si dan Se tampak terkejut melihat kedatangan Tanaka.“Tanaka?” ucap Su terbelalak tak percaya. Seketika dia khawatir Tanaka mendengar apa yang mereka bicarakan tadi tentang kekesalannya pada anak berumur 10 tahun itu.Tiba-tiba Tanaka berlutut di hadapan Su. Sekarang dia teringat di hari itu, hari yang sama terjadi saat dia berumur 10 tahun yang lalu. Saat itu Tanaka mendengar obrolan ketiga pamannya di sana, namun saat itu Tanaka malah pergi lalu kembali mengadu kepada Sa dan Laras bahwa ketiga pamannya tengah membicarakannya. Akhirnya Su mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi dari Sa.Tanaka berpikir mungkin karena mendapatkan hukuman yang berat itu Su menjadi dendam padanya. Dan beberapa hari setelah Su menjalankan hukuman
Read more

137. Mantra Penutup Gua

Bimala yang menjadi patung hidup di dalam gua bersama Raja Saka, Bari, Pendekar Penggebrak Bumi dan para pendekar lainnya tampak terkejut saat tiba-tiba terbangun dan membuka mata. Begitupun dengan Raja Saka dan yang lainnya. Mereka saling menatap dengan bingung.“Apa yang terjadi pada kita?” tanya Bimala heran pada semuanya.“Sepertinya kita baru saja bangun dari tidur, Nona,” sahut Raja Saka.“Tapi sepertinya ada yang membuat kita tertidur di sini,” ujar Bari curiga. “Aku mengingat ada yang datang saat aku duduk lalu membuatku pingsan.”Bimala dan yang lain mencoba mengingat kejadian sebelum pendekar kiriman dari Pendekar Dua Alam itu datang untuk menidurkan mereka agar selamat dari pencarian Raja Nepis itu. Namun semakin dia berusaha untuk mengingatnya, dia tidak dapat melakukannya.Bimala pun mencoba bangkit berdiri. Tiba-tiba dia merasakan sendi-sendinya tampak kaku seperti sudah lama tertidur lalu baru bangun. Semua pun merasakan hal yang sama.“Coba periksa di luar sana!” pinta
Read more

138. Menjemput Panglima

Roh Panglima, Jabali, Sakwa dan Tasir yang masih menaiki perahu itu sudah hampir tiba di batas antara negeri raksasa itu dengan alam manusia tampak terdiam saat melihat kabut tebal terhampar di hadapan mereka. Kabut tebal itu terhampar memenuhi cakrawala di hadapan mereka.“Apakah kita sudah tiba di gerbang batas?” tanya Sakwa dengan heran.“Iya,” jawab Roh Panglima. Sebentar lagi kita akan memasuki kabut itu. Di dalam kabut itulah perbatasan antara negeri raksasa ini dengan alam manusia.”Sakwa pun menoleh pada Tasir. “Kau harus bersiap dengan kerismu!”Tasir mengangguk lalu menyerahkan dayung perahu itu pada Sakwa. Sakwa mengernyit. “Kenapa kau serahkan ini padaku?”“Katanya aku harus menggunakan keris itu untuk membelah mantra dinding pelindung itu. Aku haru fokus dengan kerisku dan dayung ini dan Tuan yang harus mengggunakannya,” jawab Tasir.Sakwa menghela napas lalu terpaksa meraih dayung itu di tangan Tasir lalu menggantikannya untuk membantu Jabali yang tengah mendayung itu. T
Read more

139. Ratusan Kapal Layar Menuju Nusantara

Perahu yang berisi Roh Panglima, Jabali, Sakwa dan Tasir itu pun sudah tiba di garis batas dinding pelindung cahaya. Duyung-duyung baik itu pun berhenti mendorong mereka. Semua terperangah melihah kilau warna-warni yang terlihat di permukaan dinding pelindung itu.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Tasir bingung.“Jangan dulu kau belah!” teriak Roh Panglima. “Ambil buah itu dan taruh di mulut masing-masing! Saat kita keluar dari dinding itu, baru kita kunyah lalu telan agar tubuh kita kembali mengecil!”“Baik!” jawab Tasir.Sakwa pun langsung mengeluarkan potongan buah itu pada Roh Panglima, Jabali dan Tasir. Mereka pun langsung meletakkan potongan buah itu ke mulut masing-masing. Sakwa menoleh pada para duyung yang membantunya itu.“Apakah duyung-duyung ini tidak kita beri juga?” tanya Sakwa.“Mereka tak perlu memakannya!” jawab Roh Panglima. “Mereka akan mengecil sendiri jika sudah memasuki alam manusia dan akan akan membesar sendiri jika memasuki alam negeri raksasa ini.
Read more

140. Pendekar Tak Dikenal

Tanaka terbangun di pinggir air terjun itu. Dia pun duduk dengan terkejut kenapa bisa berada di sana. Tempat itu baru dilihatnya. Air terjun mengalir indah dari atas bukit itu ke bawah. Airnya begitu jernih dan terlihat banyak ikan-ikan kecil yang berenang di bawahnya. Bebatuan di aliran air terjun itu tampak memutih dan menghitam. Pohon-pohon besar tampak asri dan terlihat belum dijamah oleh satu pun manusia. Tempat itu begitu sunyi.“Di mana aku?” tanya Tanaka yang sudah tidak mengingat lagi bahwa dirinya baru saja melakukan petualangan bersama Pendekar Dua Alam. Dia juga tidak mengingat sudah meminum mata air abadi itu. Tanaka pun mencoba mengingat terakhir kalinya dia berada sebelum terbangun di tempat itu.“Tidak!” ucap Tanaka. “Terakhir kali aku bertarung dengan Raja Nepis lalu saat itu dia menyerangku dengan cahaya biru dari kekuatan batu permata yang telah menyatu dengan tubuhnya itu.”Tanaka pun berdiri lalu melihat ke atas langit sana dan kembali mengitari pemandangan di sek
Read more
PREV
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status