Semua Bab ALASAN SUAMIKU MENDUA: Bab 151 - Bab 160

179 Bab

Part 151. Bertemu Calon Mertua

"Jangan khawatir, insya Allah dia tak seburuk Sintia. Bahkan dia yang sudah menyampaikan niat buruk Sintia seminggu lalu agar aku lebih berhati-hati pada perempuan itu."Farid mengembus napas panjang. Bagaimana pun jika itu berhubungan dengan Sintia ia merasa cemas. Dalam pandangannya, Sintia perempuan nekad. Terlihat saat perempuan itu dengan beraninya hendak menyerang Zia saat di mini market waktu itu. Farid menyentuh lembut kedua pundak sang istri. Menatap lekat wajah cantik yang kini terlihat sangat natural karena tanpa polesan make up sedikit pun. "Kau memang harus lebih hati-hati dengan perempuan itu, Zi. Abang nggak mau terjadi sesuatu dengan istri dan calon anak Abang. Bila kau mengizinkan, Abang ingin menyewa satu atau dua orang bodyguard buat menjagamu selagi Abang tak di rumah."Zia tak langsung menjawab, ia menoleh ke arah meja rias, mengambil sisir rambut yang tegeletak di sana. Pelan tangannya mulai menyisir rambut sepunggung berwarna pekat miliknya. "Di sini 'kan uda
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 152. Sesal Itu Masih Terasa

Beberapa saat Aiman hanya tersenyum sambil menatap wajah tegang Tiara. "Ada yang lucu?" Tiara menautkan alis. Sesaat kemudian ia menepuk-nepuk pelan wajahnya dengan tisu. "Kau terlihat tegang," ucap Aiman dengan senyum tetap menghiasi bibirnya, senyum yang membuat Tiara sulit untuk menjauh darinya. "Entahlah, aku merasa sedikit tegang untuk bertemu ibumu."Aiman tertawa pelan. Ia merasa terhibur melihat wajah Tiara yang kini berkeringat. "Kau cantik saat tegang seperti sekarang," godanya dengan kekehan pelan. "Kau berusaha menghiburku?" tanya Tiara dengan menaikkan alis. "Tidak juga. Kau memang terlihat cantik dan menggemaskan sekarang. Tak seperti biasanya, terlihat tenang dan keibuan membuatmu tak semenggemaskan sekarang." Tiara memanyunkan bibirnya, membuat Aiman kembali terkekeh. "Apa aku harus turun lagi untuk mandi kembali?" sindir Tiara karena merasa mobil Aiman tak kunjung beranjak. "Iya, iya, kita berangkat sekarang, Nyonya." Aiman tertawa cukup keras membuat wajah t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 153. Tak Seperti Kau Bayangkan

Tebakan itu bukan tanpa alasan. Melihat sesal yang ditampilkan Aiman dulu serta tanggapan keluarga laki-laki itu membuat Tiara menyimpulkan jika semua terjadi karena Zia begitu spesial di hati mereka, termasuk Aiman. "Begitulah. Awalnya Ibu bahkan sempat mogok makan beberapa hari saking marahnya terhadap keputusan sepihakku. Bahkan sehari setelah Zia menikah Ibu terlihat murung seharian. Aku menjadi merasa sangat berdosa melihatnya."Aiman lagi-lagi terlihat menghela napas panjang. Ia tengah berusaha mengenyahkan rasa tak nyaman yang semakin kentara di relung sana."Aku berharap kau tak berkecil hati. Sekarang Ibu sudah terbiasa tanpa Zia. Dan aku berharap kau bisa menggantikan posisi Zia di hati Ibu."Aiman melirik sekilas ke arah Tiara dengan senyum lembut. Harapannya begitu besar terhadap Tiara, meski jauh di relung sana ia paham jika Tiara bukanlah Zia. Tiara tersenyum getir. Ia sendiri merasa jika dirinya begitu jauh berbeda dengan Zia. Hanya saja sudut hatinya begitu kuat memi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 154. Terasa Begitu Hangat

Beberapa saat ketiganya berbincang hangat hingga akhirnya Aiman izin ke kamar dengan alasan ingin mengambil laptop miliknya untuk dimasukan ke mobil karena takut ketinggalan. Kini tinggallah Tiara dan ibu Ana. Tiara masih terlihat sedikit canggung. Namun, ibu Ana dengan keramahannya berusaha membuat Tiara senyaman mungkin. "Kenal Aiman sejak kapan?" tanya ibu Ana lembut. "Kurang lebih tiga bulan lalu, Bu," jawab Tiara dengan senyum masih terus mengembang. Ibu Ana mengangguk pelan. Detik ini ia membenarkan kalimat Aiman semalam. Menurutnya Tiara tak memiliki kesan buruk pada pertemuan pertama mereka. Tiara bahkan nampak begitu santun. "Apa kau tau jika Aiman sudah pernah 2 kali menikah?" tanya ibu Ana lagi. Beliau tak ingin ada yang ditutupi dari Aiman. Dan hanya ingin Tiara menerima Aiman setelah mengetahui kurang dan lebih anak sulungnya itu. "Sudah, Bu. Bahkan aku lebih dulu mengenal kisahnya daripada orangnya," aku Tiara jujur. Ibu Ana menatap heran pada Tiara. "Maksudmu?""
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 155. Rasa Nyaman

Rindu itu kian terasa, rindu pada perempuan yang dulu selalu menghadiahinya pelukan hangat serta kecupan lembut saat akan dan setelah bangun dari tidurnya. "Terima kasih, Bu. Terima kasih sudah sedemikian baik pada Tiara meski kita baru pertama kali bertemu." Tiara berucap dengan suara bergetar. Sesaat kemudian bulir bening menitik lembut di pipinya, menghangat di wajahnya, hingga Tiara harus menundukkan kepalanya demi menghalau air matanya dari pandangan ibu Ana. Suasana haru begitu pekat terasa di hati keduanya. Ibu Ana bangkit dari duduknya, mendekat ke arah Tiara. Lembut tangannya mengusap bahu hingga punggung Tiara. Rindunya pada kehadiran anak perempuan membuat ibu Ana merasa ingin dekat dengan sosok Tiara. "Maaf jika Ibu membuatmu bersedih. Yang pasti pada akhirnya kita pun akan mengalami hal serupa cepat atau lambat. Cukup tunjukkan bakti sebagai anak, insya Allah hati akan menemukan ketenangan."Kalimat ibu Ana semakin membuat Tiara terharu. Kedua tangannya menangkup di w
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 156. Tak Memiliki Alasan Untuk Menolak

"Iya, dan keseringan yang ngalah pasti kita yang perempuan. Kalau nggak mau seleranya yang ngalah berarti harus tubuh yang ngalah, dalam artian harus siap capek buat masak menu lebih banyak." Ibu Ana terkekeh, tangannya sibuk memisahkan sayuran yang akan ia masak menjadi menu makan siang kali ini. "Itulah yang sejak dulu hingga sekarang Ibu lakukan, Ti. Tapi lama kelamaan selera kita jadi menyesuaikan. Pelan-pelan Ibu jadi ikut makan makanan kesukaan Ayahnya Aiman, dan beliau pun begitu."Nampak rona bahagia terpancar dari wajah yang masih terlihat cantik di usianya yang tak muda lagi. "Intinya menyatukan segalanya, ya, Bu. Tanpa terkcuali." Tiara tersenyum kecut. "Iya, Ti. Tenang, pelan-pelan akan terbiasa." Ibu Ana kembali terkekeh. Kerinduan Ibu Ana untuk memiliki anak perempuan sedikit terobati, pun dengan Tiara yang merindukan kasih sayang seorang ibu kini terbayarkan. *Matahari mulai menguning. Menggantikan sinar putih menyilaukan mata menjadi kuning keemasan. Pertanda sia
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 157. Pertemuan Tak Terduga

"Apa sekarang kau sudah bisa menerima lamaranku?" tanya Aiman dengan wajah serius. Bersamaan dengan itu ia kembali mengeluarkan kotak kecil yang beberapa hari lalu sempat ia bawa saat bertemu Tiara. Aiman menatap dalam wajah perempuan di hadapannya yang kini menatapnya lekat. Ada desir yang sama menjalar perlahan. Sesaat kemudian Tiara membenarkan posisi duduknya. Berusaha mengurai degub jantung yang kini bekerjaran. "Apa aku harus menjawabnya sekarang?" tanya Tiara. Ada restu yang masih belum ia peroleh dari seseorang yang ia anggap penting. "Jujur, aku tak ingin lebih lama lagi menunggu, Ti. Tapi jika memang kau tak bisa sekarang, aku akan berusaha sabar. Semoga hatimu segera mantap untuk menerima lamaranku."Tiara tersenyum lembut. Melihat Aiman dengan mudah memberi kebebasan padanya membuat hati Tiara luluh. "Kau bisa menyematkan cincin itu di jari manisku jika khawatir aku akan menjauh," ucap Tiara ringan. Aiman menampakkan rona bahagia. Akhirnya ia menemukan jawaban yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 158. Meminta Pendapat

"Eh, iya, Mik. Sama siapa ke sini?" tanya Tiara sekedar basa-basi. Ia dan Miko sebenarnya tidaklah saling bermusuhan. Keduanya berteman sebelumnya, hanya saja Miko yang kerap cemburu saat Tiara terlihat dekat dengan lawan jenisnya membuat Tiara kurang suka pada laki-laki itu. "Sendiri. Kebetulan di suruh Ibu buat beli beberapa barang karena istri almarhum Abang yang mau datang. Kamu sendiri?" "Sama temen, Mik, bentar lagi mungkin sampai," jawab Tiara seraya melirik meja di hadapannya yang sudah penuh pesanan. Miko melirik sekilas jumlah pesanan di atas meja, menebak jumlah pemesan. "Oke, lah, Ti. Semoga menyenangkan. Aku ke sana dulu, ya."Miko sedikit lega, setidaknya Tiara bertemu dengan dua orang, meski ia sendiri tak tahu dengan siapa Tiara akan bertemu? Apakah dengan laki-laki atau perempuan? Sejak kejadian di taman waktu itu Miko memang menjaga jarak dengan Tiara. Bukan karena Tiara dekat dengan Aiman, melainkan dirinya yang sibuk dengan study S2-nya di kota sebelah. Meliha
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 159. Beristikharahlah

"Jangan-jangan kau di lamar duren, Ti?" tebak Zia dengan tawa pelan, memamerkan gigi-gigi putih bersihnya. "Begitulah, Kak. Tiara masih bingung. Orang tuanya begitu baik menurut Tiara. Sejauh ini dia pun sama. Aku tak pernah menemukan sesuatu yang membuatku tak menyukainya. Hanya saja kegagalannya dalam berumah tangga sebelumnya membuatku sedikit ragu." Tiara terlihat serius. Dengan membaginya pada Zia ia berharap menemukan jawaban atas rasa penasarannya tentang sosok Aiman yang sebenarnya. "Istikhoroh, Ti. Terkadang apa yang menurut pandangan kita baik, belum tentu sama dengan pandangan Allah. Namun sebaliknya, jika baik menurut Allah maka sudah pasti baik untuk kita. Kalau menurut Kakak, selagi kamu yakin tak ada masalah dengan status. Toh kegagalan sebelumnya bisa jadi bukan sebab darinya, kan?" Tiara mengangguk pelan. Ia merasa berbagi cerita dengan Zia mampu membuatnya lebih tenang. Detik ini Ia merasa semakin cocok dengan kepribadian Zia. "Akan Tiara coba, Kak. Sejauh ini Ti
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 160. Aku Tak Memiliki Hak Atasnya

Zia berusaha bijak. Dan memang itu yang ia yakini selama ini. Bohong rasanya jika ia mampu bersikap biasa-biasa pada laki-laki yang telah menoreh luka dalam dalam kisahnya itu secepat ini. Namun, ia beranggapan, luka itu selamanya tak akan sembuh jika ia terus mengingatnya dan menanam benih dendam pada laki-laki itu. "Nyatanya Sintia sangat licik, Kak. Aku pun tak tahu akan seperti apa kemarahan Sintia jika tau Aiman melamarku," lirih Tiara sendu. Bayangan kemarahan Sintia membuatnya getir. Zia menarik napas dalam. Jika itu sudah menyangkut Sintia rasanya begitu sulit untuk mencari jalan ke luar. Perempuan itu seolah tak lagi memiliki akal untuk berpikir sehat. "Kalau menurut Kakak, melangkahlah jika kau memang yakin Bang Aiman mampu menjadi imam yang baik untukmu. Masalah Sintia, lama kelamaan ia akan terbiasa dan akan mengikhlaskan semuanya. Semoga saja setelah ini Sintia benar-benar bisa lebih dewasa lagi."Tiara bergeming. Jauh di sudut hatinya ia tak begitu yakin jika Sintia ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status