Home / Rumah Tangga / ALASAN SUAMIKU MENDUA / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of ALASAN SUAMIKU MENDUA: Chapter 161 - Chapter 170

179 Chapters

Part 161. Kau Pun Akan menemukannya

"Itulah kenapa Kakak memintamu istikhoroh, Ti. Minta petunjuk. Jika kelak kau benar-benar yakin silakan kau putuskan. Pun jika tidak, jangan takut untuk menolak karena pernikahan bukanlah perkara coba-coba. Dan yakinlah, jika tidak dengan Bang Aiman pun kau akan menemukan jodoh terbaik pilihan-Nya."Sejatinya memang begitu. Allah telah menetapkan jodoh masing-nasing bahkan jauh sebelum manusia dilahirkan. "Benar yang Kakak katakan. Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Itu lah kenapa di hati ini ada ragu karena masa lalu laki-laki yang melamar Tiara." Tiara berucap lirih. Hatinya mengakui kebaikan Aiman dan keluarganya. Namun sudut lain kembali ragu karena masa lalu Aiman. "Yakinkah hatimu dulu, Ti. Kakak tak bisa asal memberimu jalan karena kau yang akan menjalaninya kelak. Dan sekarang waktunya untuk mencari jawaban apakah kau akan melanjutkannya atau berhenti di titik ini." Zia berusaha bijak. "Terima kasih, Kak. Akan Tiara lakukan saran Kakak, semoga Allah beri petunjuk
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Part 162. Salah Sasaran

Zia merasakan tubuhnya lunglai kemudian terduduk di lantai tempat ia berdiri. Wajahnya yang tadi terlihat sehat kini berubah pucat pasi. Detak jantungnya pun berpacu kian cepat seiring perasaan cemas yang tiba-tiba memenuhi rongga dadanya. Farid yang melihat Zia merosot ke lantai diliputi kekhawatiran. Laki-laki itu berjongkok lalu menyandarkan tubuh Zia di pangkuannya. Tangannya mengusap lembut wajah Zia yang terlihat pucat pasi serta keringat dingin yang tiba-tiba berjejalan ke luar. "Kenapa, Sayang?" tanya Farid dengan nada khawatir.Zia menggeleng pelan. Ia pun tak tahu kenapa tiba-tiba kakinya seolah melemah seiring kabar buruk yang baru saja ia dengar. "Kaki Zia tiba-tiba lemes," lirih Zia sambil berusaha menggengam ujung kemeja yang tengah Farid kenakakan. Sayangnya, tenaganya seolah habis tak bersisa. "Kita pulang sekarang, ya," ajak Farid sekaligus meminta persetujuan. Zia mengangguk lemah. Ia tak memiliki nyali untuk melihat peristiwa nahas di depan sana. Sigap Farid m
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Part 163. Kekhawatiran Zia

"Nggak usah, Bang. Zia jalan aja, kayaknya sekarang mulai baikan," jawab Zia lemah. Farid segera turun dari mobilnya, lalu berjalan cepat ke sisi kiri mobil. Membuka pintu mobil bagian penumpang di mana Zia berada. "Kalau nggak kuat biar Abang gendong, Sayang. Nggak perlu ngerasa nggak enakan. Mama Papa pasti ngerti, kok." Farid masih terus membujuk. Zia hanya menjawab dengan senyum lembut. Tangannya meraih uluran tangan Farid kemudian perlahan turun. Kakinya memang lebih bertenaga sekarang, meski belum sepenuhnya pulih.Sisa-sisa tubuh yang bergetar masih terasa seiring hatinya yang sibuk memikirkan Tiara. Waktu Tiara ke luar dengan kejadian tadi begitu dekat, hingga Zia tak bisa abai dengan kabar perempuan itu. Keduanya berjalan menuju pintu utama. Dalam ketukan kedua pintu pun terbuka. Wajah ibu Liana menyembul dari balik pintu. "Nanti jangan keluar terlalu sore, Bang!" ucap sang mama sambil menutup kembali daun pintu. Perempuan paruh baya itu sejak tadi menunggu kepulangan Far
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Part 164. Kecurigaan yang Sama

Zia bangkit untuk duduk. Mendengar kabar dari Tiara barusan membuat jantungnya berdetak lebih cepat. "Ya Allah, jadi kau sebenarnya yang menjadi incarannya, Ti?" tanya Zia dengan wajah berubah panik. Sekarang bukan lagi rasa panik karena mendengar berita nahas itu, melainkan kabar dari Tiara yang menyebutkan jika laki-laki itu tertusuk karena berusaha menghalanginya dari penusukan. Artinya Tiara-lah sasaran utama si penusuk. "Iya, Kak," jawab Tiara singkat. Suaranya masih terdengar bergetar. Ketakutan yang sebelumnya menderanya kini masih belum seutuhnya hilang. "Sekarang kamu di mana, Ti?" tanya Zia khawatir. "Di Rumah Sakit Kasih Ibu, Kak.""Sekarang bagaimana keadaan temanmu?" tanya Zia masih dengan nada cemas. "Syukurnya nggak sampe kena perut bagian dalamnya, Kak. Karena dia nubruk tubuhku yang menjadi sasaran si penusuk akhirnya pisaunya Mengenai lengan dan bagian rusuknya, Kak. Sekarang masih di UGD mungkin sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang rawat.""Baiklah, nanti Ka
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Part 165. Apakah Ulah Sintia?

Rintik hujan sudah berhenti, menyisakan aspal yang masih menghitam serta aroma tanah basah yang menguar. Dengan kecepatan sedang Farid melajukan kendaraan roda empatnya menuju rumah sakit tempat Tiara berada. Farid fokus mengemudi sedangkan Zia terlihat sibuk melafadzkan dzikir, dengan jari-jemari terus memutar bulir tasbih berwarna hitam di tangannya. "Mau mampir beli sesuatu untuk dibawa?" tawar Farid pada Zia. Zia mengangguk. Tak lama setelahnya mobil Farid berhenti di sebuah mini market. Zia membeli satu botol air mineral kemasan besar, satu liter jus jambu kemasan, serta dua bungkus roti tawar serta selai coklat dan blueberry untuk ia bawa ke rumah sakit. Sepuluh menit berselang mobil Farid memasuki pelataran rumah sakit yang dimaksud. Lalu turun setelah mobil terparkir sempurna. Farid meraih bungkusan yang tadi mereka beli, menentengnya dengan tangan kirinya. Sedang tangan kanannya menggandeng tangan Zia. Keduanya berjalan melewati lorong rumah sakit dengan tangan saling
last updateLast Updated : 2022-07-16
Read more

Part 166. Kekhawatiran Seorang Ibu

Tiara beranjak dari duduknya setelah kedatangan keluarga Miko, pun dengan Zia. Ibu Rinda—ibunya Miko menghambur ke arah sang anak tanpa peduli pengunjung lainnya. Kekhawatirannya dengan keadaan sang anak membuat Ibu Rinda seolah tak melihat keberadaan yang lain di ruangan itu. Ibu Rinda sendiri tak tahu bagaimana keadaan Miko karena saat menelpon Miko hanya mengatakan dirinya mengalami kecelakaan kecil dan terluka sedikit. Namun, naluri seorang ibu tetaplah khawatir, terlebih keberadaan Miko yang sedang berada di rumah sakit. Dalam benak Ibu Rinda keadaan Miko pasti parah karena dilarikan ke rumah sakit. Syukurnya ia bisa sedikit lebih tenang karena melihat perban hanya pada lengan kanan dan dada Miko saja. Rahma sempat melihat keadaan Miko lalu memilih bertegur sapa dengan pengunjung ruang rawat Miko beberapa saat. Terlebih ia mengenal Zia dengan baik dan juga kenal Tiara meski belum terlalu lama. Tiara nampak diliputi tanya saat melihat Rahma bersama Ibu Rinda. "Mungkinlah Us
last updateLast Updated : 2022-07-18
Read more

Part 167. Aku Tak Bisa Memaksa Hatimu

"Aku bicara jujur," ucap Miko dengan senyum mengembang. Kali ini ia merasakan sikap angkuh Tiara yang biasa ia lihat musnah, menyisakan nada suara yang terasa hangat. Tiara tersenyum kecut. Kagum dan iba bercampur menjadi satu di sudut sana. Sesaat kemudian ia tertunduk dalam. Matanya menatap jari-jemari miliknya yang kini saling bertaut. "Harusnya akulah yang berterima kasih. Jika tak ada kamu tadi … ah entahlah. Aku bahkan tak sanggup membayangkannya." Tiara menunduk. Ada rasa tak nyaman pada laki-laki baik itu. Mata Tiara tertumpu pada jari manisnya yang kini terselip cincin Aiman. Jika saja cincin ini belum melingkar di sana mungkin ia tak akan merasa sebersalah ini. Pelan ia menghela napas dalam. Mengangkat wajahnya kembali menatap Miko. Entah ke mana wajah menyebalkan itu pergi. Kini yang Tiara lihat adalah wajah tulus nan teduh. Miko menatap sendu wajah perempuan yang telah membuat hatinya seolah terkurung. Tiara memang tak terlalu cantik di matanya, tapi sikap tenang dan
last updateLast Updated : 2022-07-18
Read more

Part 168. Hati yang Kembali Patah

Ingin rasanya ia mengatakan jika bersama Aiman hidup Tiara terlalu berisiko, tapi lagi-lagi kalimat itu hanya menggumpal di kepalanya. Miko memejamkan mata beberapa saat. Berusaha menguatkan hatinya agar bisa berlapang dada menerima kenyataan di depan matanya. Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk memperjuangkan rasanya pada Tiara. Hatinya belum siap kehilangan Tiara saat ini. Perempuan itu kini tertunduk. Menatap getir kedua lututnya dengan hati berdesir, desir yang membuatnya tak nyaman. "Aku pun tak tahu harus bagaimana," lirih Tiara dengan suara tercekat di tenggorokan. Hening. Tak ada lagi percakapan antara mereka. Masing-masing sibuk dengan isi kepala masing-masing. Miko merasakan Tiara menyembunyikan sesuatu darinya. Hingga ia memilih diam karena tak ingin hatinya lebih terluka lagi dengan kalimat-kalimat Tiara yang akan membuatnya lebih merasa kehilangan. Jika saja hati bisa memilih ke mana akan berlabuh, maka sudah pasti laki-laki itu tak akan mau ditakdirkan meja
last updateLast Updated : 2022-07-18
Read more

Part 169. Sintia Kecelakaan

Sinar matahari pagi baru saja menampakkan semburat kekuningan di ufuk timur. Zia mematung dengan mata membulat saat membaca pesan Tiara. Ia memang baru saja menghidupkan kembali sinyal ponselnya setelah semalam ia matikan. Pesan yang Tiara kirim sejak pukul sepuluh malam. Mengabarkan jika dua orang penusuk yang dibayar untuk mencelakai Tiara sudah tertangkap dan dalangnya pun sudah diketahui, Sintia. Persis kecurigaan mereka, jika Sintia-lah yang menjadi pelaku utama kejadian nahas yang mengakibatkan Miko masuk rumah sakit. Pesan selanjutnya membuat Zia merasakan persendiannya melemah, hingga tubuhnya terduduk lemas di lantai. Tiara mengirimkan video kecelakaan sebuah sedang berwarna merah dengan sebuah truk. Nampak mobil sedan terlihat ringsek dengan bagian depan mobil hancur tak berbentuk. Zia merasakan tubuhnya semakin lemas ketika mengingat mobil yang ada dalam video persis dengan mobil Sintia. Namun, berusaha ia menolak pikirannya sendiri karena ia sendiri tak hafal plat mob
last updateLast Updated : 2022-07-18
Read more

Part 170. Sintia Koma

"Do'akan saja yang terbaik bagi Sintia, serta do'akan semoga segera mendapat hidayah." Farid berucap serius. Jauh di relung hatinya kalimat terakhir yang ia ucapkan akan menjadi doa yang diijabah. Agar tak ada lagi korban hati maupun fisik yang disebabkan Sintia. Zia hanya mengangguk pelan. Empat puluh menit berselang mobil Farid dan Tiara memasuki parkiran rumah sakit daerah tempat Sintia berada. Ketiganya turun hampir dalam waktu bersamaan. Tiara sengaja tidak mengabari Aiman. Menurutnya ini bukan saat yang tepat untuk datang bersama laki-laki itu. Tiara melangkah di depan, sedangkan Farid dan Zia mengekor di belakang. Ketiganya melangkah menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU, tempat di mana Sintia berada. Tiara sengaja berjalan sebiasa mungkin dan tidak terburu-buru. Bukan karena tak panik, tapi ia tak ingin Zia ikut mengejar langkahnya. Khawatir membahayakan keadaan Zia. Kurang dari lima menit mereka berjalan dari parkiran kini di depan sana nampak ruang ICU rumah sak
last updateLast Updated : 2022-07-18
Read more
PREV
1
...
131415161718
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status