Semua Bab ALASAN SUAMIKU MENDUA: Bab 141 - Bab 150

179 Bab

Part 141. Ingin Bertemu

"Boleh aku tahu apa yang membuatmu berkeinginan kuat melindungi Zia dari ulah Sintia?" tanya Aiman berusaha mengurai tanya di benaknya. Tiara menjawabnya dengan senyum. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Aiman tentang Zia, tapi ia urungkan. Ia ingin mengenal secara langsung sosok Zia tanpa harus mendengarnya dari yang lain. "Naluri perempuan mana pun tak akan ada yang membenarkan Sintia dalam permasalahan kalian dulu, termasuk aku. Aku orang pertama yang menentang perbuatan Sintia kala itu. Sayangnya, Sintia baru menceritakannya padaku saat kalian sudah resmi menikah."Tiara menarik napas dalam. Ada banyak hal yang membuat nalurinya ingin melindungi Zia. Aiman bergeming. Ia memberikan waktu untuk Tiara meluahkan isi hatinya tentang mantan istrinya itu, mantan istri terbaik yang pernah ia miliki. "Jujur, yang kutahu tentang Zia dari Sintia hanyalah kisah buruknya. Dan kudengar darimu semua kebaikan Zia. Aku menjadi penasaran dengan sosok Zia. Dan hingga kini yang aku yakini
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 142. Aku Tak Bisa Melupakanmu!

"Maaf, bisa saya minta nomor ponsel atau alamat Ustadzah Zia?" tanya Tiara dengan senyum lembut. Beberapa saat perempuan berkaca mata itu hanya diam. Ia tak bisa memberikan nomor Zia pada sembarang orang. Namun, sudut hatinya mengatakan jika perempuan di sampingnya itu tak memiliki niat buruk terhadap Zia. "Jika Ustadzah keberatan aku tak akan memaksa," ucap Tiara dengan senyum lembut. "Aku hanya ingin menyampaikan hal yang aku anggap penting pada beliau," lanjut Tiara dengan santun. Rahma membalas kalimat Tiara dengan senyum lembut. Sesaat kemudian ia membuka ransel kecil miliknya, merogoh ponsel dari dalamnya. Dua belas digit nomor ia sebut, sedangkan Tiara fokus mengetik di layar ponselnya."Makasih, Ustadzah," ucap Tiara sumringah. Setidaknya ia sudah memiliki akses untuk lebih dekat dengan Zia, meski hanya lewat nomor telpon. "Perlu alamat Ustadzah Zia?" tawar Rahma dengan senyum simpul. "Boleh, jika Ustadzah tidak keberatan."Rahma tak menjawab. Ia mengeluarkan secarik ker
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 143. Tamu Untuk Zia

"Aku tak bisa menggantikan posisimu sampai detik ini."Suara Sintia terdengar bergetar. Ia benar-benar tak rela jika Aiman akan segera menikah dengan perempuan lain. "Mulai detik ini jangan pernah menggangguku lagi jika tak ingin aku berbuat di luar kemauanku. Satu hal lagi, siapa pun calon istriku kelak, tolong jangan pernah mengusik hidupku lagi karena aku tak akan tinggal diam jika kau berniat tak baik untuk hidupku."Sintia tersentak mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Aiman. Kalimat ancaman di penghujungnya membuat Sintia menelan ludah getir. Aiman beranjak dari tempat duduknya. Ia berharap dengan sedikit ancaman Sintia akan berpikir dua kali untuk mengganggu hidupnya seperti yang sudah-sudah. Aiman berlalu dari hadapan Sintia, menyisakan perih yang merambat hingga relung terdalam di tubuh Sintia. Kuat Sintia mencengkram ujung kemeja yang ia kenakan. Merapatkan gigi-giginya hingga bergemelutuk. Kali ini Aiman benar-benar berbeda menurutnya. Selama ini laki-laki itu ta
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 144. Akhirnya Bertemu

Zia bergeming, kepalanya sibuk menerka siapa tamu sepagi ini datang ingin bertemu dengannya. "Zia ke sana, Bik. Tamunya di mana sekarang?" tanya Zia setelah merasa tak menemukan jawaban atas rasa penasarannya. "Di teras depan, Non. Tadi Bibi suruh nunggu di sana," jawab Bik Ani. "Oke, Bik. Makasih, ya."Cepat ditutupnya al-qur'an yang sejak tadi masih terbuka, meletakkannya di meja sudut di samping kursi yang tadi ia duduki kemudian beranjak. Zia berjalan gontai melewati ruang tengah menuju ruang tamu, lalu berjalan menuju teras depan. Pelan tangan Zia mendorong pintu pagar besi yang masih tertutup. Terlihat di sana punggung perempuan yang tadi dimaksud Bik Ani. "Maaf, Anda mencari saya?" tanya Zia santun pada perempuan berkerudung pashmina putih susu yang tengah sibuk dengan layar ponsel di tangannya. Tiara seketika menoleh lalu bangkit dari duduknya, berbalik menatap Zia yang kini berdiri di dekat pintu masuk. Lidahnya terasa kelu saat melihat perempuan yang beberapa bulan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 145. Terima Kasih Atas Kepedulianmu

"Hingga saat ini Sintia masih menyalahkan Kakak atas semua kegagalannya," ucap Tiara pelan. Zia menelan ludah getir. Ia pun merasa apa yang dikatakan Tiara benar adanya. Sintia masih belum puas melihatnya menderita saat bersama Aiman dulu. "Apa yang membuat Sintia begitu ingin melihatku menderita?" lirih Zia setengah berbisik dengan kepala menggeleng pelan. "Aku pun tak tahu. Yang pasti nasihatku selama ini seolah tak berguna sama sekali." Tiara berucap sendu. "Jika bukan karena peduli, mungkin aku lebih memilih cuek dengan permasalahan kalian, Kak." Tiara menatap lekat wajah getir Zia. Ia merasa tak tega jika perempuan baik di hadapannya itu kembali terluka karena ulah Sintia. "Lalu apa yang akan Sintia lakukan? Bukankah aku tak lagi ada hubungan antara dirinya dengan mantan suaminya?" Tiara menghela napas panjang hingga beberapa kali. Ulah Sintia memang berlebihan menurutnya. "Sintia masih mencintai mantan suaminya, sayangnya Aiman sebaliknya. Sekarang Sintia tengah mencari c
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 146. Lamaran untuk Tiara

Farid selalu merasa tak sabar untuk mendengar cerita Zia setiap harinya, meski kenyataannya dari hari ke hari jawaban Zia tak jauh berbeda. Zia tak menjawab. Ia hanya tersenyum manis serta mengusap lembut dada bidang Farid yang masih melekat kemeja marun sebagai pembatas kulit keduanya. "Udah shalat?" tanya Zia pelan. "Udah, tadi jamaah di masjid di depan komplek.""Ya udah, sekarang Abang mandilah dulu, sebentar lagi Mama pasti datang buat ngajak makan malam," ucap Zia dengan senyum lembut. "Siap, Nona," goda Farid sambil tersenyum geli. Farid beranjak membersihkan diri setelah terlebih dahulu mengecup kening sang istri. Seharian bekerja membuat tubuhnya terasa lengket. "Jawab pertanyaan Abang tadi," ucap Farid saat ia baru saja selesai mengenakan kaos putih tipis dengan celana santai dibawah lutut. Laki-laki itu kini duduk di sisi tempat tidur di samping sang istri. Tangannya membelai lembut perut rata Zia. Zia bergeming sambil menyandarkan kepala di bahu suaminya. Ia hanya t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 147. Apa Kau Yakin?

Tiara jatuh cinta melihat keseriusan Aiman padanya. "Apa kau tak ragu dengan kalimatmu barusan?" tanya Tiara setelah keduanya hening untuk beberapa saat. Jauh di relung sana, Tiara merasakan desir halus memenuhi rongga dadanya bersamaan dengan detak jantung yang memburu. Aiman menggeleng pelan dengan bibir tersenyum lembut. Tangannya merogoh saku celananya, meraih kotak kecil yang sedari tadi berada di sana. "Aku tak memiliki sedikitpun keraguan untuk melamarmu, Ti. Aku yakin kau bisa menjadi istri serta ibu yang baik bagi keturunanku kelak."Ucapan Aiman terdengar begitu manis di telinga Tiara. Sudah lama ia menginginkan ini, menginginkan Aiman memintanya untuk menjadi istrinya. Namun ia sadar, banyak hal yang harus ia pikirkan kembali sebelum menerima lamaran Aiman padanya. Aiman membuka kotak cincin di tangannya. Kotak kecil berlapis bahan bludru berwarna marun itu terbuka, menampilkan sebuah cincin emas putih di dalamnya. Aiman berharap penuh jika Tiara akan menerima perasaann
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 148. Kemarahan Sintia

Tiara terlihat berpikir sejenak, lalu menjawab. "Minggu besok aku tak ada kegiatan.""Baiklah, aku akan membawamu pada Ibu. Semoga kalian cocok." Aiman tersenyum dengan sedikit canggung. Tangannya perlahan memasukkan kembali cincin di tangannya ke tempatnya. Ada kecewa yang menggurat di hatinya. Namun ia sendiri tak memiliki hak untuk marah, semua murni hak Tiara untuk menerima atau menolaknya. Ia tak ingin memaksa kehendaknya pada perempuan itu, meski Aiman sendiri tau jika Tiara juga memiliki rasa yang sama untuknya. Dua meja dari Aiman dan Tiara berada, seorang laki-laki dan perempuan sibuk memperhatikan keduanya. Bahkan sejak beberapa menit lalu perempuan dengan rambut ikal sebahu itu sibuk membidikkan kamera ponselnya ke arah Aiman dan Tiara tanpa keduanya tahu.*Sintia baru saja beranjak ke kamarnya ketika layar ponselnya menyala. Cepat ia mendekat ke arah benda pipih itu, lalu meraihnya. Perempuan itu semakin merasa sendiri akhir-akhir ini. Jika dulu Tiara kerap menemaniny
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 149. Carilah Penggantinya

Pulang kantor Aiman tak langsung pulang ke rumahnya, mengingat besok hari minggu dan ia sudah membuat janji pada Tiara untuk bertemu keluarganya. Ia memacu mobilnya menuju rumah orang tuanya. Jalanan kota yang Aiman lalui baru saja diguyur hujan. Tetesan-tetesan kecil bahkan masih terlihat jelas jatuh ke aspal meninggalkan jejak hitam pekat. Beberapa pengendara motor masih mengenakan jas hujan. Ada pula yang terlihat berhenti di sisi jalan untuk melepas jas hujan yang sempat dipakai untuk menghalangi air hujan membasahi pakaian kering mereka. Di tengah perjalanan adzan magrib mengalun merdu bersahut-sahutan dari masjid satu dengan yang lainnya. Aiman memilih menepi untuk melaksanakan kewajiban tiga rakaatnya sebagai hamba, sebagai rasa syukur serta bakti pada Sang Pencipta. Sepuluh menit berselang ia kembali ke mobil. Melanjutkan perjalanannya yang masih tersisa separuhnya lagi. Jarak satu jam perjalanan ia tempuh, hingga mobilnya terparkir di depan rumah orang tuanya. Keadaan ru
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 150. Aku Hanya Ingin Melihat Kau Tersenyum

Pagi menyapa menggantikan malam. Jam dinding kamar masih menunjukkan pukul 6 pagi. Farid masih setia di atas kasur dalam balutan selimut. Pendingin ruangan menambah suasana sejuk pagi iniini membuat laki-laki itu enggan beranjak. Zia keluar kamar mandi dalam balutan handuk kimono di tubuhnya serta selembar handuk membalut rambut basahnya. "Katanya pengen ngajak jalan santai," sindir Zia saat ia baru saja duduk di depan meja rias. Tangannya sibuk meremas-remas rambut dalam balutan handuk putih itu agar segera kering. "Mama bilang kurang baik kalau lagi hamil muda banyak olahraga. Kalau mau, kita duduk santai di taman aja, ya. Nanti kalau udah trimester tiga Abang temenin olahraga tiap hari." Farid tersenyum lembut. Zia terdiam sesaat lalu mengangguk pelan. Farid bangkit dari baringnya. Mendekat ke arah Zia dengan duduk di sisi ranjang persis di samping Zia. "Kecewa?" tanya Farid lembut seraya menyentuh pundak sang istri. Zia menoleh pada Farid. Tangannya seketika berhenti mengeri
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status