Semua Bab ALASAN SUAMIKU MENDUA: Bab 111 - Bab 120

179 Bab

Part 111. Dia Memintamu Kembali

Usai melaksanakan dua rakaat ba'da dzuhur ia bangkit menuju pintu ke luar. Dari lantai dua seorang perempuan dengan kemeja khas kantoran berwarna abu gelap serta pashmina hitam menutupi kepalanya berjalan mendekat. "Sering shalat di sini juga?" tanya perempuan itu tanpa menoleh pada Aiman saat keduanya berjalan beriringan menuju deretan mobil yang terparkir di sisi kiri jalan. Aiman seketika menoleh, setelah mendengar suara yang ia rasa kenal. "Eh, iya, Ti. Kamu?" Aiman balik bertanya seraya menghentikan langkah ketika keduanya semakin mendekati mobil Aiman, sedangkan mobil Tiara terparkir di sisi kanan jalan. "Nggak terlalu sering. Kalau lagi banyak pikiran aja," jawab Tiara setelah melirik sekilas laki-laki di sampingnya. "Banyak pikiran?" tanya Aiman tergelitik untuk bertanya. Tiara menghela napas dalam. Menatap satu persatu jamaah yang beranjak meninggalkan rumah ibadah di belakangnya. "Begitulah," jawab Tiara singkat dengan menaikkan bahu dengan senyum, menyisakan rasa pe
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 112. Selalu Rindu

"Tentang sikap Sintia yang ingin menyingkirkan Zia dulu," jawab Aiman dengan gurat sedih bercampur kesal, kesal karena baru tahu semuanya setelah Zia menikah dengan laki-laki lain. Tiara tersenyum tipis. "Apa kau pikir tidak aneh, ketika aku yang hanya mengenal kalian lewat cerita Sintia, tau-tau mencarimu dan mengatakan banyak hal buruk tentang Sintia padamu? Apa kau akan percaya, ketika ada orang asing yang kau sendiri tak kenal datang, lalu menceritakan keburukan istrimu yang kau sendiri tak pernah melihatnya berbuat demikian?" Tiara berucap tanpa menatap lawan bicaranya. Ia merasa lebih bebas mengutarakan alasannya dengan tanpa melihat wajah Aiman. "Kau sendiri tahu, aku bahkan baru memiliki nomor ponselmu setelah Sintia kecelakaan dan kita bertemu pun sehari setelah Sintia dirawat.""Atau kau pikir, aku akan mencari tau tentang Zia dan memintanya memperjuangkan rumah tangganya denganmu? Kukira, berbagi suami bagi kebanyakan perempuan bukanlah hal mudah. Dan ketika hati perem
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 113. Boleh Aku Minta Sesuatu?

"Kita berhenti sebentar dekat butik yang biasa Fira kunjungi di depan ya," ucap Farid seraya mulai melajukan kendaraannya di jalan raya. "Abang mau ngapain?" tanya Zia dengan alis bertaut. Yang ia tahu butik yang Farid maksud berisi pakaian muslimah dengan harga lumayan. "Pengen ngajakin istri Abang jajan." Farid berucap enteng dengan senyum mengembang. "Baju-baju Zia udah banyak, Bang. Bahkan hantaran waktu kita nikah masih ada yang sama sekali belum dipakai," ucap Zia menolak dengan lembut. "Boleh kali ini Abang yang milih? Bukankah semenjak nikah Abang belum pernah membelikannya untukmu?" Farid menggenggam lembut jemari berkulit halus itu. "Bukan nggak pengen sebenarnya, cuma Zia nggak mau mubadzir. Bukankah semua yang kita miliki sekarang akan dipertanyakan kelak," jawab Zia pelan.Farid terdiam. Kalimat Zia barusan mampu membuat hatinya tercubit. Bagaimana dengan dirinya. Ya, ia sendiri begitu mudah membeli apa saja yang ia inginkan tanpa memikirkan jika semua itu akan ada pe
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 114. Rindu Itu Kian Menggunung

"Nggak suka sama modelnya?" tanya Farid lagi setelah melihat Zia kembali diam. "Suka."Farid menaikkan alis melirik sang istri yang mematung di sampingnya. Seketika ia menepuk jidat, ia baru ingat jika struk belanja masih ada di dalam sana, di plastik abu tua di tangan Zia. "Zi …," panggil Farid pelan. "Iya.""Kenapa diam, Sayang? Ada masalah?" Farid berucap lembut, tangan kirinya meraih tangan Zia membawanya di atas paha kirinya. "Nggak papa," jawab Zia singkat. "Marah?""Enggak," jawab Zia seraya menggeleng pelan. Tak ada raut marah di sana, yang ada hanya gurat sedih. "Kalau nggak marah coba senyum," pinta Farid sekilas kembali melirik Zia berusaha mencairkan suasana.Zia menoleh pada suaminya, bibirnya tersenyum, tepatnya senyum setengah terpaksa. Farid terkikik geli. Farid menaikkan laju kendaraannya agar semakin cepat sampai. Menyalip beberapa kendaraan di depannya dengan kecepatan cukup tinggi. "Nggak usah ngebut, Bang. Pelan juga bisa sampai rumah 'kan?" protes Zia mena
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 115. Semua Terasa Begitu Manis

Malam semakin pekat bersamaan dengan dingin yang mulai menusuk tulang. Farid masih berada di balkon kamarnya—kamar sebelum mereka menikah dulu. Kamar itu terlihat terawat. Sebuah lemari buku serta satu paket meja kerja berjejer merapat ke dinding. Farid hanya akan mengunjunginya saat lembur di rumah saja. Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia tengah asik berkutat dengan laptop di pangkuannya serta secangkir teh hangat buatan sang istri.Ketukan di pintu kamar terdengar pelan. Namun masih bisa terdengar. "Masuk!" ucap Farid dengan tatapan mata masih fokus ke layar laptopnya. Suara pintu berderit lalu langkah yang semakin mendekat membuat Farid mendongak ke arah pintu. Senyum seketika mengembang di bibirnya. "Sudah selesai ngobrol sama Mama?" tanya Farid setelah Zia duduk di sampingnya. Saat ia naik ke lantai atas tadi Zia tengah asik ngobrol dengan sang Mama. "Sudah dari tadi.""Belum tidur?" "Belum. Abang masih sibuk?" tanya Zia pelan seraya duduk di sofa berbaha
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 116. Khawatir

"Kau sakit, Zi?" tanya Farid dengan nada khawatir. "Nggak," jawab Zia pelan. Spontan tangan Farid meraba dahi Zia. Wajah istrinya itu memang terlihat pucat. "Kamu pucat, Sayang. Kita ke dokter, ya?" Farid meminta persetujuan. Ia pun bingung karena suhu tubuh Zia ia anggap normal tapi wajahnya terlihat pucat. "Nggak ah, Zia sehat, kok," jawab Zia dengan dahi berkerut. "Kamu pucat, Sayang." Kali ini Farid memegang dahi lancip milik istrinya, mengangkat sedikit hingga matanya menatap lekat wajah pucat Zia. Beberapa detik tatapan mereka bertemu, hingga jawaban Zia membuat Farid melongo. "Zia laper," ucap Zia dengan meringis menahan perutnya yang terasa perih. Sejak tadi perutnya meminta haknya terpenuhi. "Hah?! Kenapa nggak makan siang?" tanya Farid dengan mata membulat sempurna. Tangan kekarnya membolak-balik wajah sang istri ke kanan dan ke kiri. "Dompet Zia ketinggalan di kamar," ucap Zia dengan nyengir kuda. Entah apa yang membuatnya begitu ceroboh hari ini. Spontan Farid me
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 117. Aku Tak Ikhlas

Sepulang kantor Sintia sengaja menemui Aiman di rumahnya. Berkali-kali Sintia memijat pelan kakinya yang sesekali masih berdenyut. Berharap laki-laki itu akan iba dan kembali padanya. Aiman bergeming. Sejak tadi dirinya memang menghindar dari tatapan Sintia. Laki-laki itu hanya tak ingin memberi harapan baru untuk mantan istrinya itu. "Atau mungkin Abang ingin kembali pada wanita itu?" Lagi, Sintia bertanya karena merasa tak puas dengan pertanyaan pertamanya yang tak kunjung terjawab. Permintaannya untuk bertemu yang tak kunjung dipenuhi Aiman membuat Sintia nekad datang ke rumah yang dulu pernah ia tinggali bersama laki-laki itu. Aiman terlihat menarik napas dalam setelah nama Zia kembali hadir dalam masalah mereka. "Jangan ganggu Zia lagi, Sin, dia sudah bahagia sekarang," lirih Aiman tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Detik ini hatinya merasa sakit. Bibir berlipstik natural itu terlihat melengkungkan senyum karena bahagia yang tiba-tiba menyeruak. "Maksud Abang? Dia sudah m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 118. Semua Murni Titipan

"Bagaimana andaikan Zia tak mampu memberi Abang keturunan?" tanya Zia dengan senyum getir. Wajah getir Zia menyirat kekhawatiran. Banyaknya perpisahan dengan alasan keturunan membuatnya merasa getir. Tangan kekar itu menyentuh bahu Zia. Memutar tubuh istrinya hingga berhadapan dengannya. "Keturunan murni titipan, Zi, bonus dari Allah. Abang hanya butuh kau mencintai Abang seperti sekarang dan sampai kapan pun."Diciumnya telapak hingga punggung tangan Zia dengan lembut, seraya berjanji pada diri sendiri untuk menjaga amanah yang Tuhan titipkan untuknya saat ini yang berwujud seorang istri. "Bukankah Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya, Sayang. Sudahlah, Abang sangat menikmati kebersamaan ini. Tak perlu risau untuk kedepannya. Jangan mengkhawatirkan hati Abang, karena hati ini pun murni titipan, bahkan jasad ini pun titipan 'bukan?"Zia menghambur ke pelukan Farid kalimat yang baru saja meluncur membuat hatinya berdesir. "Maafkan Zia, Bang," lirih Zia pelan. Zia memejamkan ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 119. Ini Cara Menghargai Hidup

Sepuluh menit berlalu tak kunjung berbalas. Hingga kurang dari dua menit kemudian notif pesan masuk kembali berbunyi. [Di mana?][Kamu aja yang nentuin, senyamannya kamu aja. Aku tunggu kabar sampai besok.]Pesan terkirim. Entah sejak kapan Aiman merasa nyaman berbagi cerita dengan perempuan itu, yang pasti Tiara jauh berbeda dengan Sintia, itu yang Aiman tahu. Sikap Tiara menunjukkan jika dirinya perempuan dewasa nanti mandiri, hingga tak sedikit teman-temannya yang merasa nyaman dengan gadis itu. Di seberang sana Tiara mematung dengan pandangan lurus pada layar ponsel bersamaan debar jantung yang kian berpacu. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. *Aiman baru saja sampai di tempat yang ia dan Tiara sepakati, Taman Kota. Lahan hijau membentang ditumbuhi pepohonan besar-besar yang disulap menjadi taman bermain itu ramai dikunjungi di hari libur seperti sekarang. Hampir setiap penjuru terdapat pengunjung, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga manula. Semua terlihat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya

Part 120. Sosok Pengagum Tiara

Dari ujung sana sekitar sepuluh meter dari mereka berada, seorang laki-laki sejak tadi mengawasi keduanya dari jauh. Tatapan mata laki-laki itu terlihat kurang bersahabat. Tiara masih belum menyadari jika laki-laki itu perlahan mendekat. "Kau di sini juga?" tanyanya membuat Tiara dan Aiman seketika menoleh ke asal suara. Laki-laki itu berdiri tegak di belakang Tiara. "Ya," jawab Tiara singkat, wajah perempuan itu berubah dingin. Aiman terdiam. Melihat wajah dingin keduanya Aiman merasa ada sesuatu di antara mereka. Namun ia memilih diam, memberi waktu pada Tiara dan laki-laki itu bicara. "Kenapa menolak ketika aku yang ngajak?" tanyanya dengan nada tak suka."Aku sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihanku. Katakan pada Ayah, aku bukan anak-anak yang ke mana-mana harus ada yang mengawasiku."Tiara membuang pandangan ke ruang kosong di hadapannya. Bertemu Miko saat tengah bersama Aiman membuat suasana hatinya menjadi kurang baik. "Ayahmu telah menyerahkanmu untukku, kenapa kau
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
18
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status