Semua Bab ALASAN SUAMIKU MENDUA: Bab 91 - Bab 100

179 Bab

Part 91. Sintia Rapuh

Zia membaca pesan Farid barusan hingga tiga kali dengan hati berdesir kuat. Bibir tipisnya kembali tersenyum dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Terima kasih sudah menghargaiku sedemikian rupa, semoga Allah tetapkan hati kita hingga tak ada satu pun makhluk di bumi mampu memisahkan kita," bisik Zia dengan dada bergemuruh. Mata yang sejak tadi berkaca-kaca kini menetes bulir bening di pipi. Perlakuan Farid padanya mampu membuat hati perempuan itu menghangat. Beberapa saat ujung jemari lentiknya sibuk mengusap sudut mata yang berurai. Senyum lembut karena haru kini tersungging. Pelan tangan Zia meraih kotak kecil yang tergeletak di sampingnya. Memandangi kilauan berlian yang terkena bias cahaya dari luar. "Semoga kau lah imam yang tertulis untukku di lauh mahfudz, Farid Aminuddin," bisik Zia dengat hati berharap penuh kalimatnya barusan akan menjadi doa yang mampu menembus langit. [Aku hanya ingin Abang yang memasangnya kelak setelah kita halal satu sama lain.]Di sana, Farid men
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 92. Ketika Rindu Itu Datang

Tiara membaringkan tubuh lemah Sintia di atas ranjang. Ia tak tega melihat sahabatnya itu terus meratapi nasibnya. "Aku tak berguna lagi, Ti." Sintia sesenggukan. "Ssstttt, tak ada yang berubah, Sin. Tidurlah, tubuhmu butuh istirahat," ucap Tiara seraya menutupi tubuh sintia dengang selimut. Sebuah tanya besar bersarang di hati Sinti, pertanyaan yang ia pendam sejak pertama kali melihat Aiman menjenguknya. "Ti, apa menurutmu Bang Aiman masih mau menerimaku?" tanya Sintia membuat Tiara diam seribu bahasa. Senyum terbit di bibir Tiara. Ia sendiri tak tahu harus menjawab apa. Namun, untuk membuat Sintia kecewa pun ia tega. "Aku pun sama denganmu, Sin. Aku tak tahu dengan isi hati Aiman seperti apa. Sudahlah, sekarang waktunya istirahat." Tiara tersenyum lembut, meskin sudit kecil di hatinya ada rasa tak nyaman. Sintia terlihat kecewa. Rasa pada mantan suaminya itu belum seutuhnya hilang, terlebih setelah melihat betapa Aiman masih begitu menghargainya hingga kini. "Aku menyesal,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 93. Permintaan Dua Perempuan

Dua kali putaran, kunci kamar terbuka, dengan pelan tangan Zia memutar gagang pintu ke kanan, hingga sedetik kemudian pintu terbuka. "Iya, Pak, ada apa?" tanya Zia santun. "Ini, ada titipan dari Pak Farid, tadi minta tolong Bapak yang anterin," ucap Pak Kusnadi seraya mengangsurkan dua kantong kresek ke arah Zia. Zia menerima plastik makanan yang disodorkan Pak Kusnadi. Laki-laki itu beranjak untuk pergi. "Tunggu sebentar, Pak," cegah Zia pada laki-laki tinggi besar yang merupakan satpam di tempat ini. Laki-laki itu menghentikan langkahnya. Bukan hal baru baginya saat mengantar pemberian Farid pada Zia ia selalu dicegah saat akan pergi, karena Zia selalu membagikan setengah makanan itu untuknya. Gegas Zia membuka isi dua plastik makanan yang berisi nasi dan cemilan."Ini buat, Bapak, Zia tadi udah makan." Zia mengangsurkan plastik putih yang berisi satu paket nasi lengkap dengan lauk pauk, sedangkan dirinya memilih bolen pisang kesukaannya. "Makasih banyak, Bu," ucap Pak Kusnad
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 94. Kesepakatan Bersama

"Manurut Abang, bagaimana baiknya?" Zia balik bertanya, berusaha bijak sebelum memutuskan. "Abang sendiri setuju dengan kesepakatan Mama dan Ustadzah Hamidah, setidaknya kalau kita sudah selesai akad, berarti batasan yang selama ini kita jaga akan runtuh, itu artinya Abang bisa mendampingimu ke mana saja, Zi. Maaf, Abang hanya meminta persetujuanmu, jika merasa keberatan kau bisa menolaknya tanpa harus merasa tak nyaman," ucap Farid pelan. Zia tersenyum bersamaan dengan hati yang berdesir hebat. Sikap dan tutur bahasa laki-laki diseberang sana benar-benar mampu menciptakan suasana sejuk di hati Zia. Detik ini ia merasa begitu dihargai oleh makhluk bernama laki-laki. Benar yang Farid katakan, jika batasan itu runtuh oleh ijab qobul, ia tak akan merasa bersalah lagi berlama-lama menatap lekat wajah laki-laki itu, bahkan hingga ia merasa lelah sekalipun. Memikirkannya wajah putih bersih itu kini terlihat merona. "Jika itu yang terbaik, Zia pun setuju, Bang," ucap Zia lembut. Di sebe
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 95. Berdamailah Dengan Takdir!

"Aku benci laki-laki itu, Ti," ucap Sintia dengan gigi bergemelutuk. Mendengar nama Wisnu saja mampu membuat emosinya terpantik. Pelan tangan lembut Tiara mengusap bahu Sintia, berharap sahabatnya itu bisa berpikir lebih dingin."Sin, tenangkan dirimu. Kau hanya butuh bertenang sekarang. Jika kau hanya mengandalkan emosi maka kupastikan semua akan tambah hancur dan kau akan lebih menderita dari sekarang, Sin," Tiara berucap pelan, namun penuh penekanan. Ia tak ingin Sintia melakukan hal serupa seperti yang sudah-sudah. Sintia bergeming. Amarah di rongga dadanya terasa terbakar. Namun, setitik nasihat Tiara barusan berhasil membuatnya bungkam. "Apa kau pikir kau akan menunggu dengan keadaan seperti sekarang, Sin? Tidak 'kan? Kau mau 'kan hidup kembali normal seperti dulu lagi? Tak mungkin kau akan mengandalkan tabunganmu untuk seumur hidup, Sin! Kau butuh pekerjaan, kau butuh uang, kau butuh teman. Ayo lah, Sin, sadarlah! Semua hanya akan bisa diselesaikan dengan kepala dingin." Tia
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 96. Hati yang Berkeping

"Masuk, yuk, Zi. Eh, sama siapa ke sini?" tanya Ibu Ana setengah berbisik, matanya melirik pada laki-laki tampan bersama seorang perempuan yang berdiri kurang dari empat meter dari mereka berdua dengan perasaan gusar pelan-pelan menelusup. Zia berusaha tersenyum lembut, meski yang nampak lebih pada senyum setengah terpaksa. "Kita masuk, Bu, ada yang pengen Zia bicarakan," ucap Zia seraya merangkul lengan perempuan paruh baya itu. "Yuk, masuk," ajak Ibu ana dengan mengulas senyum ke arah Farid dan Bik Suti. Keduanya membalas dengan hal serupa. Farid dan Bik Suti serempak mengikuti langkah Zia dan Ibu Ana yang berjalan menuju pintu masuk, Pak Ramli menyambut uluran tangan Farid dan Bik Suti dengan senyum ramah. Kelima orang dewasa itu duduk di sofa ruang tamu bercat putih susu, mengitari meja persegi empat dengan taplak meja berwarna abu muda. Zia memperkenalkan Farid dan Bik Suti pada Ibu Ana dan Pak Ramli, pun sebaliknya. Beberapa saat setelahnya mereka asik bertukar cerita. Be
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 97. Aiman Patah Hati

Tubuh Aiman terasa melemas hatinya perlahan remuk. Dapat ia rasakan jika harapannya untuk bisa meraih kembali cinta bidadari bermata teduh itu akan menemukan titik akhir. Farid menatap lekat perubahan sikap Aiman. Terpampang jelas di mata pekat laki-laki dengan hidung mancung itu jika dirinya masih sangat mencintai mantan istrinya itu. Dan itu yang membuat Farid sedikit getir. Ada rasa khawatir jika Zia masih memiliki rasa yang sama pada laki-laki itu, karena selama ini Zia memang terlihat begitu tertutup dalam hal apa pun. Ibu Ana dapat merasakan perasaan putra sulungnya. Cepat perempuan paruh baya itu mencairkan suasana. "Tolong bilang Bik Nia, kalau di sini ada tamu!" ucap Ibu Ana pada Aiman yang masih terpaku di tempat. Aiman tersadar, tangannya cepat mengusap wajahnya, lalu bergegas beranjak tanpa mampu berucap sepatah kata pun. Hening. Suasana canggung yang diciptakan Aiman sukses membuat ruang tamu itu bungkam. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Pelan Zia mengangkat
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 98. Ikhlaskan

Perlahan ia bangkit menuju ke arah pintu. Dalam satu kali putaran, pintu kamarnya terbuka. Menampilkan wajah sang Ibu di seberang sana. "Boleh Ibu masuk?" tanya Ibu Ana dengan wajah sendu. Matanya menatap dalam wajah kusut Aiman. Aiman hanya mengangguk. Tak ada suara yang ke luar. Ia kembali memutar tubuhnya berjalan ke arah tempat tidurtidur lalu kembali duduk di atasnya. Dua ibu dan anak itu duduk bersisian menghadap deretan buku-buku di meja kerja Aiman. Beberapa saat hanya hening. Keduanya asik dengan tatapan kosong dengan dada sesak oleh masalah yang sama. "Apa kau masih berharap Zia akan kembali?" lirih Ibu Ana pelan memecah sepi tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Aiman mengembus napas pelan. Pertanyaan barusan sukses membuat hatinya kembali terasa perih karena sesal yang semakin menggunung. "Bukankah Zia akan segera menikah?!" ucapnya dengan luka kembali menganga. Kepergian Zia membuatnya terluka, lebih lagi sebentar lagi Zia akan sah menjadi istri dari laki-laki lain.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 99. Menjemput Bahagia

Pintu kamar di belakang Farid berderit, Fira ke luar dengan piyama dan pashmina tersampir seadanya di kepalanya. "Kok, masih di sini, Bang?" tanya Fira saat melihat punggung Farid di depan kamarnya. Laki-laki itu menoleh lalu tersenyum simpul. "Nggak bisa tidur," jawab Farid sekenanya, membuat Fira tersenyum geli. Fira yang semula berniat ingin turun untuk mengambil minum, kini mendekati Farid. Keduanya duduk di sofa minimalis menghadap ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga. "Fira turut bahagia, bahkan sangat bahagia," ucap Fira setengah menggoda. Malam ini pertama kali Fira menginap di rumah orang tuanya setelah diboyong Alfin ke rumahnya. Jarak dari sini ke rumah mereka sekitar satu jam perjalanan. "Makasih atas bantuanmu, Ra. Abang berhutang budi padamu." Farid tersenyum manis seraya menatal kagum pada adik semata wayangnya itu. Kembali berkelebat bagaimana pentingnya peran sang adik dalam membantu menyampaikan rasanya pada Zia. "Ini juga mimpi Fira," jawab Fira den
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 100. Hari Bahagia

Ustadz Husni—nama penghulu yang akan menikahkan Farid dan Zia. Laki-laki yang juga menjadi imam masjid di masjid yang sering farid kunjungi untuk shalat berjamaah. Rangkaian acara satu persatu di mulai. Pembacaan al-quran menjadi acara pertama. Ustadz Syamsi—seorang qori yang sering memenangkan lomba tilawah al-quran tingkat kota, juga merupakan sahabat Ustadz Nasrun turut berperan menjadikan acara akad nikah Zia dan Farid terasa begitu khidmat. Lantunan ayat suci al-quran terdengar merdu, hingga tanpa sadar membuat keadaan hati terasa begitu damai dan menenangkan. Beberapa puluh menit kemudian khutbah nikah disampaikan oleh Ustadz Malik. Tak jauh dari tempat Ustadz Malik berdiri, Ustadzah Khofifah turut hadir bersama Syafiq—putra bungsu mereka. Zia mendengar dengan khusyuk meski akhirnya ingatannya pada kejadian hampir dua tahun lalu kembali mengambang di kepalanya, menciptakan getir yang kembali hadir. Lirih bibir dengan lipstik berwarna lembut itu membisikkan istighfar, berhara
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
18
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status