Home / Rumah Tangga / ALASAN SUAMIKU MENDUA / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of ALASAN SUAMIKU MENDUA: Chapter 81 - Chapter 90

179 Chapters

Part 81. Jangan Sampai Kau Menyesal!

"Baiklah, kalau kau tetap keras kepala, aku tak akan mengurus surat kepemilikan harta gono-gini yang pernah kujanjikan," ancam Wisnu, berharap Lusi akan takut dan mengurungkan niatnya untuk pergi. "Apa kau mau semua kebusukanmu terbongkar?" tanya Lusi menantang. "Kau ingin keluargamu tahu tentang kebusukamu?! Lalu mamamu yang jantungan itu akan histeris lalu pingsan dan kau akan dibenci seluruh keluargamu."Tanpa menunggu jawaban Wisnu, Lusi segera beranjak menuju mushala dekat ruang keluarga, tanpa peduli pada Wisnu yang mematung dengan wajah kusutnya. Wisnu memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. Kekhawatirannya akan ancaman Lusi membuat kepalanya tak lagi mampu berpikir jernih. Bercerai dari Lusi saja keluarganya bisa murka, apalagi tau penyebab mereka berpisah adalah dirinya. Di tempat lain, lebih dari satu jam Sintia menunggu pesan balasan dari Wisnu, kini perempuan itu tengah memandang layar ponselnya dengan gigi bergemelutuk. Ia merasa kesal karena berkali-kali menelpon W
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 82. Pertanyaan Ustadz Nasrun

"Mama mau ngelamar, apa langsung akad sih, Ma?" Farid tersenyum geli melihat ulah sang Mama. "Ini buat makan santri hari ini, Bang. Mama udah suruh Fira telpon pihak pesantren, suruh bilang kalau hari ini masak nasi aja, lauk sama sayur biar kita yang bawa," jelas sang Mama, membuat kepala Farid manggut-manggut pertanda mengerti. "Makasih, Ma," ucap Farid dengan mata menatap bangga pada perempuan paruh baya yang telah melahirkannya lebih dari 30 tahun lalu. Mata Ibu Liana menatap sendu pada putra semata wayangnya itu dengan bibir menyungging senyum lembut. "Mama hanya ingin anak-anak Mama bahagia. Alhamdulillah, sebentar lagi kalian berdua akan memiliki keluarga masing-masing, Mama harap kalian akan selalu menyayangi Mama sama Papa seperti sekarang, dan tak pernah ada yang berubah." Farid merangkul Mamanya, merasakan kasih sayang perempuan terbaiknya itu yang begitu hangat. "Insya Allah, Farid menemukan perempuan yang tepat, Ma. Farid yakin, Zia mampu menjadi istri yang baik sek
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 83. Mantapkan Hatiku Untuk Menerimanya

Farid terlihat menarik napas dalam, lalu mengembusnya ke luar. Ia harus berpikir untuk beberapa saat demi menjawab pertanyaan yang baru saja ditujukan untuknya. "Saya akan berusaha memaafkannya semampu saya, Ustadz. Mungkin saja itu ia lakukan karena khilaf atau hal lainnya." Farid berucap mantap. Farid meyakini jika Zia bukanlah perempuan yang akan dengan mudah membuat Tuhan-nya murka. Yang ia tahu, bahkan Zia tak sampai hati menyakiti hati perempuan lain meski hatinya yang harus terluka. Seperti saat Raline mengaku sebagai tunangannya beberapa waktu lalu. Bibir laki-laki dengan kopiah putih itu mengukir senyum. Beliau cukup puas dengan jawaban yang Farid keluarkan, hingga merasa tak ada yang harus beliau khawatirkan lagi. Semua yang hadir menyimak dengan hati sedikit terasa gugup."Baiklah, saya rasa tak ada alasan lagi bagi kami selaku orang tua asuh Zia untuk menolak niat baik Nak Farid, apalagi anak kami pun sudah sangat mengenal keluarga Nak Farid. Semoga semuanya berjalan s
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 84. Berlutut

Hati Wisnu tercubit, ada luka yang mulai terasa perih, luka yang tercipta akibat kebodohannya sendiri. Pelan matanya terbuka dengan lidah yang terasa kelu. Ditatapnya wajah polos yang kini bergelayut manja di tubuhnya. Hatinya mengatakan semakin tak ingin jauh dari mereka. Cukup lama Wisnu membeku, sedangkan kedua putranya seolah berebutan memeluknya. Dengan gerakan perlahan Wisnu merenggangkan pelukan kedua anak laki-lakinya, menatap lekat wajah sendu tanpa dosa milik keduanya bergantian. Ada ragu perlahan menyelinap menjadikan hatinya gamang. "Nak, Papa nggak akan ke mana-mana, kita tetap akan di sini menghabiskan waktu sama-sama sampai kapan pun," ucap Wisnu dengan susah payah. Semua yang ia katakan murni dari hatinya sendiri. Hati yang semakin sesak oleh rasa perih. Kedua bocah itu kompak terdiam kemudian saling tatap. Keduanya heran kala jawaban dari sang ayah dan ibunya berbeda. "Tapi kata Mama, nanti kami akan tinggal di rumah Nenek, aku akan sekolah di tempat baru dan be
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 85. Telah Kembali

Setitik cahaya terbit di hati Wisnu. Gusarnya sedikit mereda seiring secercah harapan yang timbul seketika bersamaan dengan kalimat Lusi barusan. Pelan kepala Wisnu terangkat mendongak menatap perempuan dengan rambut sebahu yang terurai rapi ke belakang. Ada harapan yang pelan-pelan menelusup relung hatinya, harapan salahnya akan menemukan maaf. "Apa pun syarat yang kau ajukan, aku sangat berharap aku mampu menunaikannya," ucap Wisnu dengan mengiba. Tekadnya begitu kuat untuk mengabdikan cintanya pada keluarganya. Suasana kembali hening, bahkan detak jantung masing-masing terdengar seolah tengah berlompatan. Lusi memejamkan mata beberapa saat, menghirup napas panjang, berharap dapat mengurai sesak di dadanya. Meski hatinya kembali muak dengan sikap Wisnu, keseriusan yang Wisnu tampilkan mampu membuatnya berpikir ulang untuk pergi. Ya, anak-anak lah yang menjadi pertimbangan utama. Sepanjang yang ia lihat dan ia dengar, ketika suami istri memilih bercerai, maka anak lah yang akan
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 86. Kembali Membuka Hati

Wisnu berpikir sesaat, kemudian bibir dengan kumis tipis itu tersenyum yakin. "Jangan khawatir, aku akan mengatakan langsung pada Sintia jika aku ingin mempertahankan pernikahan kita, dan akan membatalkan rencana pernikahan dengannya." Wisnu terdengar mantap. Lusi bergeming, ia belum sepenuhnya percaya pada sang suami. "Bagaimana jika aku ikut?" tanya Lusi bermakna permintaan. "Baiklah, besok akan aku kabari kapan dan di mana." Wisnu tersenyum hangat, tangannya merangkul mesra bahu sang istri. Malam ini menjadi saksi cinta yang hambar itu kembali tumbuh subur dan berbunga, menguar aroma rindu yang berlabuh pada hasrat yang diridhoi. *Di dalam kamar di lantai dua rumah mewah milik keluarga Darmawan, laki-laki itu duduk mematung menatap kalender meja di tangannya.Tiga hari lagi acara pernikahan Fira akan dilaksanakan, itu artinya masih lebih dari satu bulan gilirannya menjadikan Zia halal baginya. Itu membuat Farid berharap waktu lekas berlalu. Entahlah, kali ini ia merasa waktu
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 87. Patah Hati

Dengan terpaksa Sintia menerima jabat tangan Lusi. Ia masih berpikir kedepannya ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Belum sempat tangan Sintia menjabat tangannya, Lusi menurunkan tangannya. Ia merasa tak sudi bersentuhan tangan dengan perempuan yang ia anggap murahan itu. Wisnu hanya diam, ia tak memiliki keberanian cukup untuk menghentikan sikap tak Lusi yang membuat Sintia tak nyaman. Baginya, meraih kata maaf dari Lusi saja sudah sangat beruntung, ia tak ingin membuat perempuan itu kembali pada keputusan pertamanya. Sintia menahan emosi yang semakin memuncak. Emosi pada Wisnu yang tak sedikit pun membelanya. Emosi pada Wisnu yang di matanya ternyata laki-laki takut istri. "Oh ya, kapan kalian akan bercerai?" tanya Sintia langsung pada titik masalah. Ia tak ingin lebih lama lagi bersandiwara di depan Lusi. Lusi tersenyum sinis, sekuat tenaga ia tahan sumpah serapah yang sejak tadi ingin tumpah. Ia tak ingin mempermalukan diri sendiri di muka umum karena niat awal hanya in
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 88. Kecelakaan

Suara benturan keras yang terdengar begitu kuat membuat orang-orang di sekitar seketika menghentikan aktifitas masing-masing. Semua mendekat, mengerumuni tempat kejadian. Sintia terkapar di jalan dalam keadaan tak sadarkan diri, luka di kaki kanan terlihat sangat parah, serta luka di bagian kepala yang kini berlumuran darah. Sedangkan pengemudi motor mengalami luka lecet di beberapa bagian tubuhnya. Wisnu lari tergopoh-gopoh, Lusi menyusul di belakangnya. Berusaha keras ia menembus kerumunan karena firasatnya yang tak nyaman. Dilihatnya Sintia dalam keadaan mengenaskan, jiwa manusianya merasa tak tega. Wisnu mematung dengan kaki gemetaran, wajahnya terlihat pias, hingga beberapa detik kemudian Lusi menyusul dan berdiri di sampingnya. "Bawa dia ke rumah sakit!" ucap Lusi dengan lutut terasa lemas. Ia sendiri tak tega melihat Sintia dalam keadaan seperti sekarang. *Beberapa jam setelah kejadian. Pelan mata itu mengerjap setelah lama tak sadarkan diri. Matanya silau oleh cahaya lam
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Aprt 89. Menjenguk Sintia

"Kaki Sintia remuk dan sekarang sudah diamputasi," lirih Tiara, seketika matanya berkaca-kaca. Aiman memejamkan mata, sesaat kemudian mengusap pelan wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tak berani membayangkan akan sesulit apa hidup Sintia ke depannya. "Aku tak tega melihat Sintia dalam keadaan seperti sekarang," lirih Tiara dengan suara pelan. "Takdir," jawab Aiman singkat. Sepatah kata yang mampu membungkam seluruh prasangka. Hening. Keduanya memilih sibuk dengan isi kepala masing-masing setelah beberapa patah kata sebagai salam jumpa, dan bertanya kabar tentang Sintia. Aiman terlihat mengusap wajahnya perlahan. Kejadian demi kejadian sejak awal hidup bersama Zia hingga detik ini satu persatu melintas, membuat laki-laki dengan berambut sedikit ikal itu merasa hidupnya terasa kacau."Apa kau bisa memaafkan perbuatan Sintia?" Tiba-tiba kalimat itu keluar dari bibir Tiara. Ia tak habis pikir melihat Aiman yang masih bersedia datang menjenguk mantan istrinya. Ketika kebanyakan laki
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more

Part 90. Hadiah Dari Farid

Matahari semakin jauh beranjak ke ufuk barat, menyisakan sinar terang yang mulai menguning. Farid menatap jalanan aspal yang membentang berwarna hitam keabuan memanjang hingga beberapa puluh meter ke depan, bahkan lebih. Zia duduk bersandar di sandaran kursi penumpang, sekilas ia melirik jam di pergelangan tangannya yang sebentar lagi menunjukkan pukul empat sore. Bik Suti memejamkan matanya, perempuan berusia cukup jauh di atas Zia itu terlihat mengantuk. Perjalanan pulang ke kosan Zia mereka lalui dengan banyak diam karena Bik Suti tak lagi banyak bicara seperti waktu berangkat tadi. Farid melirik sekilas lewat spion kecil di plafon mobil. Hanya ingin memastikan jika Zia dalam keadaan nyaman. Bik Suti sejak beberapa menit lalu sudah beranjak ke alam bawah sadar. Farid menepikan mobilnya ketika sampai di hadapan pagar kosan Zia. Tangannya cepat meraih tote bag berbahan karton yang sejak pagi tadi ia letakkan di dalam dashboar mobilnya. "Tunggu sebentar, Zi," ucap Farid, membuat
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
PREV
1
...
7891011
...
18
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status