Home / Rumah Tangga / ALASAN SUAMIKU MENDUA / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of ALASAN SUAMIKU MENDUA: Chapter 61 - Chapter 70

179 Chapters

Part 61. Ingin Kembali

Matanya tak henti menelisik setiap garis wajah Zia. Ia begitu rindu untuk membelai wajah lembut dengan mata teduh itu. Ia rindu menatap senyum dari bibir tipis itu. Ia rindu semua tentang mantan istrinya itu. "Satu hal yang harus kau tahu, Zi, hati ini tak pernah bisa melupakanmu. Hati ini masih saja menginginkanmu untuk kembali, kembali menyatu dalam rasa yang sama. Terserah apa yang akan kau katakan tentangku, Zi. Namun yang pasti, rasa itu masih tetap ada hingga saat ini."Zia tersenyum hambar, sehambar rasanya untuk mantan suaminya itu. "Maaf, kumohon jangan mengulang lagi sesuatu yang telah lalu. Bahkan berada dalam jarak sedekat ini saja mampu membuatku kembali merasa terluka."Zia menggigit bibir bawah cukup kuat, hatinya terlalu sakit mendengar kata demi kata dari bibir Aiman yang tertuju padanya. Kenapa malam itu dirinya seolah begitu tak berharga di mata laki-laki itu, sehingga dengan entengnya Aiman mentalaknya. Namun setelah mereka berpisah, Aiman kembali memohon agar ia
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 62. Haruskah Aku Menerimanya?

Tak ada lagi air mata yang ke luar, air matanya seolah mengering seiring kerapnya luka yang Wisnu ciptakan untuknya. Jika saja bukan karena anak-anak, maka sudah sejak awal ia pergi dari kehidupan laki-laki yang enam tahun lalu resmi menjadi suaminya. "Apa dengan perempuan bernama Sintia?" tanya Lusi dengan nada datar. Bukan, bukan karena ia tak peduli, hanya saja ia tengah berusaha menekan gejolak di dada yang seakan ingin segera meledakkan amarah. "Iya." Wisnu terdengar mantap. Lusi berpikir sejenak, mencari syarat yang tepat agar ia bisa bebas dari laki-laki tak berperasaan seperti Wisnu dengan hati tenang. "Silakan. Aku tak akan menghalangimu, dengan syarat, kau bisa menganggap aku dan ketiga putraku telah mati."Wisnu mematung di tempat, berusaha mencerna apa yang baru saja ia dengar. Lusi bahkan tak lagi menyebutnya dengan panggilan seperti biasanya. Ya, mereka memang sepakat untuk tetap menampakkan kemesraan mereka di depan anak-anak. Hati Wisnu berdesir, bagaimana pun baj
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 63. Rintihan Rindu

Di dalam kamarnya, Farid menghabiskan hari minggunya dengan tiduran. Rindu yang tak mampu ia bendung membuatnya hanya berdiam diri meratapi hati yang tak kunjung berlabuh. Beberapa kali laki-laki berkulit putih dengan alis bertaut itu merubah posisi baringnya di tempat tidur. Sebentar terlentang, beberapa saat kemudian berbaring miring, hingga beberapa menit selanjutnya menjadi terlungkup. Suasana hatinya sangat tak nyaman. Rindunya pada perempuan bermata teduh itu kian menyiksanya. Meninggalkan rasa yang tak mampu ia ceritakan selain pada Rabb-nya. Zia, nama yang tak pernah bosan ia sebut dalam setiap do'a-do'anya. Nama yang selalu ia pinta pada Tuhan-nya untuk dapat membuka hati atas segala rasa yang ia miliki. Nama yang selalu ia langitkan untuk kesembuhan hatinya. Sesuai permintaan sang adik, Farid kini berusaha memantaskan diri untuk perempuan berwajah lembut dengan mata teduh itu. "Sampai kapan, Zi? Sampai kapan kau akan membuka hati untuk menerima lamaranku?" Farid menceng
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 64. Laki-laki yang Mengkhitbahnya

"Zi … sebenarnya, Ustadzah manggil kamu ke sini ada sesuatu yang ingin Ustadzah sampaikan." Ustadzah Khofifah memulai kalimatnya dengan senyum penuh makna. Zia menautkan alis, menatap heran pada istri pimpinan yayasan tempatnya bekerja. Wajah lembut itu semakin terlihat manis saat menampilkan wajah herannya. "Boleh Zia tahu, Ustadzah?" tanya Zia santun. Beberapa saat Ustadzah Khofifah hanya diam, mencari kata yang tepat untuk melanjutkan kalimat yang sudah ia mulai. "Zi, apa kau sudah memiliki calon pendamping?" tanya Ustadzah Khofifah pelan.Deg. Degub jantung Zia berpacu lebih cepat. Kepalanya sibuk mencerna kelanjutan kalimat Ustadzah Khofifah yang baru saja menembus gendang telinganya. Mata teduh itu menatap takzim Ustadzah Khofifah. Detik ini ia merasa jadi serba salah. Sulit baginya menjawab pertanyaan yang keluar dari bibir perempuan di hadapannya kini. "Zi, kau tak perlu ragu. Saya tidak akan memaksamu untuk mengatakan tidak atau sebaliknya." Perempuan bertubuh lebih ber
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 65. Lelahnya Seorang Istri

"Kau mau ke mana?" tanya Wisnu setelah puas menatap perubahan pada diri sang istri. "Ke luar, ada acara ultah temen," jawab Lusi jujur. Perempuan itu tak biasa berbohong meski dengan laki-laki tak berhati di hadapannya itu. "Kenapa acaranya jam segini? Setengah jam lagi magrib, trus nanti kalau anak-anak nyariin gimana?" Wisnu seperti keberatan. Ia tak rela ada laki-laki lain yang akan tertarik dengan istrinya itu meski kini ia telah memiliki Sintia lagi. "Magrib 'kan bisa numpang sholat di masjid atau di mana aja. Kalau masalah anak-anak semuanya udah kelar. Tinggal berangkat." Lusi berucap ringan dengan alis naik turun seolah tak ada beban pada kalimatnya. "Bilang saja kalau mau cari laki-laki penggantiku di luar sana." Wisnu mulai naik darah mendengar jawaban Lusi barusan. Lusi tersenyum sinis. Jika selama ini ia hanya diam dengan memendam luka, namun tidak untuk kali ini. Setelah Wisnu meminta untuk berpisah dan akan menikah dengan Sintia, keberanian di hati perempuan yang bia
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 66. Kembali Terluka

Mata teduh dengan bulu lentik itu menelisik bagian luar map. Hatinya masih bimbang untuk membukanya. Namun, ia tetap tak ingin mengecewakan nasihat Ustadzah Khofifah sore tadi. Baginya, semua nasihat perempuan lembut nan tegas itu benar adanya. Dengan hati berdesir, tangan kanan Zia mulai membukanya. Menatap lembaran dengan deretan huruf abjad yang tertata rapi dalam satu ukuran. Lidah Zia terasa kelu bersamaan dengan desir yang terasa tak biasa di relung sana, manakala pandangannya tertuju pada deretan huruf sebagai perangkai nama laki-laki yang berniat mengkhitbahnya. "Miftah Farid Maulana." Zia tersenyum manis. Ada getar yang tiba-tiba menjalar di relung sana saat tahu siapa pengirim CV yang kini membentang di hadapannya. Foto laki-laki dengan koko kurta putih itu terlihat begitu sempurna. Rambut tebal hitam pekat Farid dengan wajah tirus dan bibir tipisnya, membuat Zia memalingkan pandangan pada deretan huruf-huruf di lembaran lainnya. Tak sanggup rasanya lebih lama lagi mena
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 67. Dia Lebih Berhak Atasmu

Deretan pesan dari nomor yang sama sekali tak ia kenal itu membuat tangan Zia gemetar. Hati Zia berdesir. Ada rasa kecewa yang tiba-tiba menelusup. Sebuah foto sebagai penguat turut dikirim Raline. Foto di mana dirinya tengah bersama keluarga Farid yang diabadikan setahun lalu. Baru beberapa jam rasa itu menguat, kini kembali meredup. Luka pengkhianatan Aiman yang belum mengering, kini bertambah perih, manakala ia tahu Farid sudah memiliki tunangan. Zia tak menyangka laki-laki yang selalu berprilaku santun itu akan setega ini padanya. Jika Aiman menikah lagi dengan alasan telah menyebabkan ayah Sintia meninggal, Farid malah berani berniat melamarnya di atas pertunangannya dengan perempuan lain. Zia tersenyum getir. Hatinya kembali kecewa dengan makhluk bernama laki-laki. Pelan tangannya mengusap wajah. Ada ngilu yang masih terasa ketika wajah tampan berkoko kurta itu melintas di kepalanya. "Sadar, Zi, perempuan itu lebih pantas untuk Farid." Zia seolah berbisik pada diri sendiri
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 68. Tentang Zia

Sepuluh menit berlalu masih sama. Farid menunggu dalam rasa tak pasti. Farid memarkirkan mobilnya di parkiran kampus. Getar ponsel di pangkuannya membuatnya memilih tetap berada di dalam mobil. [Ada perempuan yang lebih berhak atas rasa itu. Mulai sekarang, anggap saja semua seperti dulu, saat rasa itu belum tumbuh. Terima kasih untuk semua.]Farid meremas dadanya yang terasa berdenyut. Jika saja ia perempuan, mungkin air mata bisa menjadi gambaran betapa lemahnya dirinya ketika dihadapkan dengan rasa yang begitu menyiksanya saat ini. Dengan tangan bergetar, ia kembali membalas pesan Zia. Dadanya terlihat naik turun karena sesak yang menghimpit. [Maaf, Zi. Apa yang membuatmu mengatakan demikian? Jika ada sesuatu tentangku yang membuatmu berubah, kumohon ceritakan agar aku bisa tahu di mana salahku.]Pesan yang baru saja Farid kirim centang dua. Bermenit-menit ia menatap layar ponsel, menunggu pesannya dibaca dan berbalas. Namun yang diharapkan tak kunjung datang. Ponselnya masih
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 69. Terurainya Kesalahpahaman

"Apa maksudmu, Ra?" tanya Farid heran. "Ya, aku baru tahu jika suaminya menikah diam-diam dibelakangnya dan membawa istri keduanya tinggal bersama Zia kurang dari dua minggu yang lalu. Itu pun bukan Zia yang sengaja menceritakannya padaku, melainkan keadaan yang mendesaknya karena Sintia melabraknya.""Sintia? Sintia siapa?" tanya Farid dengan rasa penasarannya. "Istri mantan suami Zia."Farid terlihat kesal, tapi kali ini ia tak lagi bertanya, ia sengaja menunggu kalimat selanjutnya yang akan Fira katakan sebagai jawaban rasa penasarannya. "Sintia datang ke kosan Zia, mempermalukan Zia di depan semua penghuni kos, jika Zia telah menggoda suaminya. Saat itu lah Zia buka suara, membeberkan semuanya, yang aku sendiri tak pernah tahu sebelumnya." Fira tersenyum getir. "Satu hal yang harus Abang tau, Zia terlalu pandai menyimpan lukanya."Fira menengadahkan kepalanya. Hatinya berdesir mengingat betapa berat beban hidup sahabatnya itu. Dirinya yang dikaruniai keluarga utuh dengan harta
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more

Part 70. Mencoba Mengikhlaskan

Rasa yang mulai timbuh di hati Zia, kini mulai subur. Diam-diam kekagumannya pada laki-laki itu semakin besar. Beberapa saat Zia mematung. Kepalanya sibuk mencari kalimat sebagai penebus salahnya untuk laki-laki baik itu."Maafkan aku, Ra, maafkan atas kecerobohanku. Jika memang Bang Farid tak terikat dengan siapa pun, maka datanglah pada Ustadz Nasrun dan Ustadzah Hamidah, mereka lah pengganti orang tuaku," ucap Zia pelan dengan kepala tertunduk. Fira merasakan untuk beberapa saat lidahnya terasa kelu, ia masih tak menyangka jika kalimat itu secepat ini akan ia dengardengar dari bibir sahabatnya itu. "Apa kau melakukannya karena merasa terbebani atas semua yang pernah kulakukan untukmu, Zi?" tanya Fira tak enak hati. Pelan kepala Zia menggeleng. Ia bahkan tak terpikirkan tentang hal itu. "Tidak sama sekali, Ra, jangan mengkhawatirkanku!" Fira masih tak puas. Ditatapnya wajah teduh milik sahabatnya itu, tak ia lihat ada keterpaksaan di sana. "Zi, lihat aku!" ucap Fira pelan. Ia
last updateLast Updated : 2022-07-13
Read more
PREV
1
...
56789
...
18
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status