Semua Bab ALASAN SUAMIKU MENDUA: Bab 51 - Bab 60

179 Bab

Part 51. Keinginan yang Sama

"Jujur, Sin, jika bukan kau yang memulai, aku bahkan tak berniat membuka aib kalian pada siapa pun. Tanyakan pada Fira, sahabat yang selalu menemaniku hampir setiap harinya. Apakah aku pernah menceritakan semua ini padanya? Apa aku pernah bercerita buruk tentang kau dan suamimu padanya? Jawabannya, tidak! Aku mengubur kisah ini sejak keluar dari rumah itu, rumah mantan suamiku. Sejak kaki melangkah ke luar, aku memulai kisah baru. Kisah yang tidak ada nama Sintia dan Aiman di dalamnya." Hati Zia mencelos. Nama itu untuk pertama kalinya ia ucapkan setelah beberapa bulan terakhir. "Jadi Sintia, nama perempuan ini. Nggak heran kalau suaminya masih mencintai mantan istrinya. Dianya juga suka kelayapan sama suami orang." Sintia terlihat geram setelah mendengar sebuah suara dari sisi kiri tempat duduknya. Cepat Sintia menoleh ke asal suara. Deg! Jantungnya seakan ingin melompat dari tempatnya. Wajah gadis mermata agak dengan warna kulit putih pucat berkaca mata itu membuatnya teringat pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-12
Baca selengkapnya

Part 52. Pelarian

"Kau tau apa do'aku detik ini, Zi?" tanya Fira dengan tatapan sendu. Zia menggeleng pelan. Senyum lembut itu tak lepas dari bibir tipisnya. "Aku berdo'a hampir di setiap sujud, Zi, do'a itu sama persis dengan do'aku detik ini. Semoga kau berjodoh dengan Bang Farid. Bagaimana pun jalan yang kelak akan kalian tempuh, do'aku tetap sama." Mata Fira berkaca-kaca. Jika saja Zia mengatakan detik ini ia siap dilamar Farid, maka detik ini pula gadis di hadapannya itu akan meminta keluarganya datang menemui Zia. "Kau begitu sempurna di mataku, Zi. Kau sahabat sekaligus guru bagiku. Aku begitu beruntung mengenal dan menjadi sahabat terdekatmu," ucap Fira sungguh-sungguh. Hatinya berdesir. "Apa kau kira, dengan kebersamaan kita selama ini kau bisa mengetahui sifatku 100 persen?" tanya Zia dengan menaikan alis dan tersenyum tipis. "Setidaknya, sebagian besar aku mengetahuinya 'kan? Serius, Zi. Apa pun yang kau katakan tentang dirimu, aku lebih percaya dengan apa yang kulihat. Dan satu lagi, d
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-12
Baca selengkapnya

Part 53. Rencana Sintia

"Aku menemukan foto mantan istri suamiku di ponselnya." Kalimat itu lepas dari bibir Sintia, menelusup ke gendnag telinga laki-laki yang kini di belakangnya itu. Wisnu tersenyum simpul. Kalimat Sintia barusan memberinya celah untuk kembali meraih hati karyawan tercantik di kantornya itu. "Duduklah di sini, Sin. Tuangkan semua sesak agar kau bisa lebih tenang." Wisnu menepuk dudukan sofa di sampingnya. Lelaki dengan postur tubuh atletis itu menatap penuh makna punggung Sintia. Beberapa saat kembali hening. Sintia masih enggan beranjak. Namun, ucapan Wisnu barusan menurutnya memang benar. Ia tak memiliki tempat untuk berbagi selain laki-laki itu. Dulu ia sering bercerita tentang pahitnya hidup pada Tante Erna. Namun, setelah ia bertemu Aiman dan membatalkan pertunangannya dengan Dika, ia tak lagi memiliki keberanian untuk menemui perempuan itu. Untuk berbagi pada Tiara, ia tak menemukan jawaban yang sesuia dengan keinginannya lagi. Jika dulu Tiara selalu berada di pihaknya, kini be
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-12
Baca selengkapnya

Part 54. Kecewa

"Zia nggak bisa dateng?" tanya Farid bernada kecewa."Nggak, Bang. Katanya mau jenguk mantan mertuanya." Fira menjawab jujur. Ia tahu jika abangnya itu akan kecewa. Sebisa mungkin ia ingin membuatnya terhibur. "Jika memang Abang ingin memantapkan hati pada Zia, saran Fira Abang memang harus sabar. Luka yang Zia rasakan membuatnya sulit untuk mempercayai setiap laki-laki yang datang padanya." Fira menatap sendu wajah Farid. Laki-laki itu menatap lurus aspal yang hitam memanjang di hadapannya dengan perasaan gusar. "Apa Abang akan punya kesempatan, Ra?" tanya Farid sedikit ragu. Ada kekhawatiran di hatinya. Khawatir setelah menghabiskan banyak waktu untuk menunggu kesiapan Zia, Zia malah menambatkan hati pada laki-laki lain. "Bukankah Zia pernah mengatakan, jika Abang harus sabar menunggu lukanya untuk sembuh?" tanya Fira. Farid memang sempat menceritakan pembicaraannya dengan Zia waktu di rumah sakit beberapa waktu lalu. Farid mengangguk pelan. Ingatannya kembali pada kalimat di ma
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-12
Baca selengkapnya

Part 55. Kemarahan Aiman

"Sin, apa kita akan terus seperti ini? Apa tak ada maaf untuk kesalahan sekecil itu?" Aiman tak tahan lagi dengan sikap Sintia yang seolah tak lagi menganggapnya ada. Sintia bangkit dari posisi semula, kini ia duduk dengan menyandarkan kepala di sandaran ranjang. "Kesalahan kecil menurut, Abang?" Sintia tersenyum sinis. "Apakah jika aku melakukan hal serupa, Abang akan memakluminya?" Sintia mulai kesal. "Sin, itu tak seperti yang kau bayangkan!" Aiman berucap pelan. Ia tak ingin Sintia kembali marah-marah seperti sebelumnya. "Sudahlah, aku sedang tak ingin berdebat. Sekarang, tinggalkan aku sendiri!""Sin, ku mohon! Apa tak bisa lagi kita perbaiki semua ini?" tanya Aiman lemah. Semua cara sudah ia lakukan untuk meluluhkan hati Sintia. Namun, hasilnya nihil. Sintia bergeming. Ia seolah tidak mendengar pertanyaan Aiman barusan. "Sin, tolong jawab Abang, Sin!" Aiman memelas. Ia kehabisan cara untuk menahan luapan rasa yang membuat sesak dadanya. Sintia masih membatu. Tak sedikit pu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-12
Baca selengkapnya

Part 56. Talak Untuk Sintia

"Ternyata kau selama ini telah banyak membohongiku. Aku benci kamu, Sintia! Detik ini pula kamu Sintia Nur Insani, kau bukan lagi istriku dan aku lepaskan ikatan yang selama ini membuat kita halal satu sama lain dengan talak satu." Lidah Aiman bergetar, membuat tsekujur tubuhnya ikut bergetar. Sintia tersenyum penuh kemenangan. Ia tak perlu susah-susah mencari alasan untuk bisa lepas dari laki-laki itu. Sedangkan Aiman, laki-laki itu menunduk dalam. Rasanya seperti baru saja bermimpi buruk. Dua kali sudah lisan laki-laki itu mengucap ikrar talak pada perempuan yang berbeda. Ada luka yang tiba-tiba kembali terasa. Luka karena pernah mentalak istri sebaik Zia demi mempertahankan perempuan seperti Sintia. Aiman bangkit, meraih koper miliknya yang tersusun rapi di sisi lemari. Tangannya sigap membereskan pakaiannya, memasukkan ke dalam koper tanpa peduli dengan apa yang dilakukan perempuan yang kini berstatus mantan istrinya. Sintia bergeming. Segurat ada rasa bersalah, ada pula secui
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-12
Baca selengkapnya

Part 57. Zia Datang

Ibu Ana sudah sejak tadi mengetahui kedatangan Aiman. Batinnya mengatakan anak sulungnya itu sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia tetap tak ingin bertanya lebih dulu karena nalurinya mengatakan penyebabnya adalah Sintia. Aiman mencium takzim punggung tangan sang Ibu dengan dada yang penuh sesak. Ingin sekali ia menumpahkan semuanya, sayangnya ia tak punya banyak keberanian. "Aiman menginap di sini, Bu," lirih Aiman. Ibu Ana menatap sendu pada putranya itu. Ada kesal dan iba yang kini melebur jadi satu. "Besok Zia akan datang, Ibu harap kau bisa menjaga perasaan Zia."Aiman tersentak. Apakah ini kesempatannya untuk bisa menatap senyum lembut itu lagi. "Jangan berharap lebih! Ibu hanya meminta Zia datang untuk membicarakan pembagian harta gono-gini bagian Zia. Ibu tak ingin berbuat dzalim. Bukankah hingga saat ini, kau belum memberikan sedikit pun bagian harta bersama untuk Zia. Ibu tak ingin Zia kesulitan keuangan." Ibu Ana mendudukkan bobot tubuhnya di sofa ruang tamu, Aiman me
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-13
Baca selengkapnya

Part 58. Luahan Hati Ibu Ana

Dengan memantapkan hati, Zia membelokkan kendaraannya memasuki halaman rumah luas di hadapannya. Ibu Ana yang tengah merawat tanaman hias di taman samping rumah langsung beranjak, ketika mengetahui Zia datang. Rumah berlantai dua dengan halaman luas itu terlihat begitu lengang, hanya 3 mobil dan 2 unit motor yang berjajar rapi di halaman depan dan garasi. Cepat Ibu Ana memeluk Zia. Pelukan yang telah lama Zia rindukan. Jika dulu Zia akan meminta Aiman untuk sering-sering mengunjungi orang tuanya agar Zia bisa merasakan kebahagiaan dengan seorang ibu, kini jauh berbeda. Berhari-hari Zia hanya menghabiskan waktu sendiri di kamar kosnya sepulang mengajar, jika Fira tak bersamanya. Tak ada lagi cerita mengunjungi mertua di saat suaminya libur kerja, semua sirna oleh satu kesalahan, pengkhianatan. "Sendiri? Kenapa nggak ngajak temen, Zi?" tanya Ibu Ana seraya melepaskan pelukan di antara mereka berdua. "Iya, Bu. Nggak papa, lagian jalanan ramai juga," jawab Zia seraya mengikuti langka
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-13
Baca selengkapnya

Part 59. Ini Hakmu

"Ibu terlalu sulit mengikhlaskanmu, meski Ibu tak mungkin memintamu kembali," lirih Ibu Ana hampir tak terdengar. Zia tersenyum kecut. Apa jadinya jika dia sampai kembali dengan Aiman, melihat Aiman masih menyimpan rasa padanya saja, Sintia sampai mengamuk. Pikir Zia. "Doakan saja, Bu, semoga Sintia bisa menjadi istri yang baik, menjadi menantu yang baik untuk Ibu. Bukankah, kita tak pernah tahu tentang masa depan?!" Zia berusaha menyemangati. Ibu Ana menggeleng pelan. "Mereka bahkan sudah berpisah, Zi."Kilimat lirih bernada sesal itu berhasil membuat Zia tersentak. Ada sedikit kekhawatiran di sudut hatinya."Apa maksud Ibu?" tanya Zia seolah tak paham. "Iya, Zi. Semalam Aiman ke sini, dan mengatakan jika mereka sudah berpisah." Ibu Ana memperjelas kalimatnya. Aiman menunduk, tangan kanannya menutup wajah seolah tengah menahan malu pada Zia, meski kenyataannya Zia sama sekali tak melihat keberadaannya. Zia memaksa bibirnya untuk tersenyum. Nafsu manusianya ingin sekali menertaw
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-13
Baca selengkapnya

Part 60. Bertemu Aiman

Mata sayu Ibu Ana kini berkaca-kaca, membuat Zia tak sanggup lagi menolaknya. "Bu …," panggil Zia lembut. "Ibu ikhlas kalau Zia memanfaatkannya untuk umat?" lanjutnya dengan suara pelan. Senyuman terbit di bibir yang mulai ditumbuhi keriput. Hatinya lega mendengar pertanyaan Zia barusan. "Ikhlas, Zi. Bahkan sangat ikhlas. Ibu berharap kau bisa memanfaatkannya dengan baik, Nak." Bulir bening itu luruh di pipi Ibu Ana. "Baiklah, Bu. Sebagian akan Zia belikan mushaf qur'an untuk dibagikan kepada para santri di tempat Zia mengajar, sekaligus untuk tambahan biaya renovasi ruang kelasnya juga. Dan insya Allah akan Zia niatkan pahalanya untuk Ibu dan Ayah juga almarhum orang tua Zia." Zia menunduk. Bulir bening berjejalan ke luar. Ia bersedih karena belum mampu beramal lewat harta lebih banyak lagi untuk kedua orang tuanya. Selama ini hanya do'a yang mampu ia kirimkan lewat senyapnya malam, atau gemericik hujan. Ibu Ana merangkul Zia, membawanya dalam pelukannya. Hatinya luruh mendengar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-13
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
18
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status