"Ibu terlalu sulit mengikhlaskanmu, meski Ibu tak mungkin memintamu kembali," lirih Ibu Ana hampir tak terdengar. Zia tersenyum kecut. Apa jadinya jika dia sampai kembali dengan Aiman, melihat Aiman masih menyimpan rasa padanya saja, Sintia sampai mengamuk. Pikir Zia. "Doakan saja, Bu, semoga Sintia bisa menjadi istri yang baik, menjadi menantu yang baik untuk Ibu. Bukankah, kita tak pernah tahu tentang masa depan?!" Zia berusaha menyemangati. Ibu Ana menggeleng pelan. "Mereka bahkan sudah berpisah, Zi."Kilimat lirih bernada sesal itu berhasil membuat Zia tersentak. Ada sedikit kekhawatiran di sudut hatinya."Apa maksud Ibu?" tanya Zia seolah tak paham. "Iya, Zi. Semalam Aiman ke sini, dan mengatakan jika mereka sudah berpisah." Ibu Ana memperjelas kalimatnya. Aiman menunduk, tangan kanannya menutup wajah seolah tengah menahan malu pada Zia, meski kenyataannya Zia sama sekali tak melihat keberadaannya. Zia memaksa bibirnya untuk tersenyum. Nafsu manusianya ingin sekali menertaw
Terakhir Diperbarui : 2022-07-13 Baca selengkapnya