Semua Bab ALASAN SUAMIKU MENDUA: Bab 101 - Bab 110

179 Bab

Part 101. Cinta Bermuara

Fira berpelukan dengan Fitri dan Adiba. Tiga sahabat yang semakin jarang bertemu itu kini turut larut dalam rasa yang sama. Bait demi bait do'a dibacakan oleh Ustadz Husni, membuat semua yang hadir larut dalam pinta dan harap yang sama. Tiba di penghujung acara, Zia dipersilakan untuk datang menemuai laki-laki yang kini resmi bergelar suaminya. Laki-laki yang kini duduk lebih dari sepuluh meter dari tempat Zia berada. Beberapa saat Zia memejamkan mata. Detik ini ia merasakan haru yang luar biasa bersamaan dengan rasa bahagia membuncah di dadanya. Ustadzah Hamidah dan Ibu Liana ikut mengantar Zia menemui Farid di pelaminan. Pun Fira dan dua sahabatnya, ketiganya menyusul di belakang. Dengan langkah pelan Zia berjalan anggun dengan kepala sedikit tertunduk, ia masih belum memiliki keberanian penuh untuk menatap wajah laki-laki tampan yang kini tepat berada di hadapannya. Sedetik pandangan keduanya bertemu, menciptakan getaran hebat dari rindu yang selama ini sekuat tenaga mereka p
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 102. Ketika Kau Halal Untukku

Farid mengunci pintu kamar setelah keduanya masuk. Zia mematung di atas sofa panjang tepat di hadapan Farid. Rasa canggung membuatnya tak beranjak dari duduknya. "Zi …," panggil Farid pelan, perasaan laki-laki itu tak jauh berbeda. Berada dalam jarak yang begitu dekat membuat desir hatinya bertambah rapat. Zia mengangkat kepala, menatap sekilas wajah rupawan di hadapannya dengan senyum lembut, kemudian kembali menunduk. "Kita sholat berjamaah," tawar Farid dengan senyum termanisnya. Zia mengangguk pelan. Sudut hati Farid memintanya untuk memuaskan hasrat matanya untuk menatap wajah lembut itu sepuasnya. Namun, waktu dzuhur kian beranjak, membuatnya tak memiliki pilihan lain selain bergegas membersihkan diri untuk melaksanakan kewajibannya sebagai hamba. "Abang akan mandi dan wudhu di kamar atas, biar Zia di sini," ucap Farid, kali ini ia menatap dalam wajah lembut nan cantik dengan polesan make up yang masih tersisa sebelum akhirnya beranjak ke luar membawa hatinya yang disesaki
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 103. Izinkan Aku Memelukmu

Zia mengangkat wajahnya. Pertanyaan terakhir Farid sukses membuatnya tersenyum, senyum dengan wajah sendu. "Sungguh, aku tak memiliki alasan untuk tak bahagia," lirih Zia seraya menggeleng pelan, dadanya masih disesaki haru. Pelan tangan Farid menggenggam jemari yang masih tertutup mukena. Mencium lembut jemari Zia dengan mata tertutup untuk beberapa saat. "Lantas apa yang membuatmu menangis, Zi? Ceritakan, Zi! Abang tak ingin melihat kau bersedih." Farid mengusap lembut pipi Zia, membuat perempuan itu tak sanggup menahan rasa bahagia yang tercipta. "Terima kasih untuk semua yang Abang lakukan untuk Zia," lirih Zia sendu. "Abang boleh memelukmu, Zi?" tanya Farid dengan rasa rindu yang menggebu, rindu yang telah lama ia pendam. Zia mengangguk pelan dengan bibir tersenyum lembut. Farid tak mampu lagi menahan keinginannya. Laki-laki itu memeluk tubuh Zia, mendekapnya erat dengan mata terpejam. Tangan kekarnya merebahkan kepala Zia di dadanya, seolah meminta Zia paham sedalam apa ri
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 104. Cinta Itu Masih Ada

"Istirahatlah, kau kelihatan lelah," ucap Farid akhirnya. Ia tak ingin membuat Zia merasa tak nyaman, meski kenyataannya ia masih ingin berlama-lama bercengkrama dengan istrinya itu. "Makasih, Bang," ucap Zia singkat. Ia memang merasa cukup lelah, setelah semenjak habis subuh tadi langsung bergelut dengan dua perias yang tadi meriasnya. Farid mengusap menurun antara kedua alis Zia, membuat mata itu perlahan terpejam, menikmati usapan lembut hingga tanpa sadar beberapa menit kemudian ia terlelap setelah kantuk perlahan menderanya. Farid tersenyum puas. Mata pekat laki-laki itu menatap lekat wajah damai di hadapannya dengan senyum manis. Menelisik setiap garis wajah Zia, seolah tengah melukis wajah itu dalam benaknya. Sesekali tangannya mengusap lembut kepala Zia, menumpahkan rasa yang menggebu di relung sana lewat tatapan mata, hingga mengalirkan rasa bahagia di lubuk hatinya. "Abang akan membuatmu senyaman mungkin, Zi," lirih Farid seraya mengecup lembut dahi istrinya dengan penu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 105. Patah Hati Terberat

Tiara bergeming. Entah sejak kapan ia merasa tak nyaman saat Sintia membahas tentang Aiman padanya. Yang pasti, ada rasa tak rela di hatinya, jika laki-laki baik itu kembali pada Sintia setelah berkali-kali Sintia mengkhianatinya. "Apa kau yakin Aiman akan kembali padamu, Sin?" tanya Tiara memberanikan diri. Ia berniat menyadarkan Sintia dari permintaannya yang berlebihan. Ya, sangat berlebihan menurut Tiara, di mana berkali-kali ia menyakiti hati laki-laki itu dan kini ia berkeinginan untuk kembali. "Apa salahnya aku berharap, Ti. Mungkin saja 'kan, Bang Aiman bersedia," ucap Sintia dengan wajah memelas. Tiara terlihat menghela napas dalam."Baiklah, akan aku coba, Sin," ucapnya pasrah. *Cahaya matahari kian menguning ketika Aiman keluar dari masjid usai melaksanakan shalat ashar tadi. Sejak kalimat talak diucapkannya di hadapan Sintia malam itu, Aiman lebih rajin shalat berjamaah di masjid. Terlebih ketika rasa sesalnya atas kepergian Zia semakin mengukung jiwanya. Laki-laki i
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 106. Tak Ada Lagi Cinta Untuknya

Malam merayap meninggalkan terang sinar matahari menggantikannya dengan redupnya cahaya rembulan bersamaan angin dingin yang mulai bergerak pelan. Aiman menempati janjinya, selepas isya ia melajukan kendaraan roda empat warna putih miliknua menuju tempat yang ia dan Tiara sepakati untuk bertemu. Tak butuh waktu lama, dalam lima belas menit Aiman sudah memarkirkan mobilnya di depan sebuah cafe yang berada di tengah kota. Cafe dengan konsep out door itu terlihat nampak ramai oleh pengunjung.Aiman berjalan menjejaki paving block yang tersusun rapi di pelatara cafe. Matanya menyapu ke semua sudut mencari sosok Tiara dalam keremangan cahaya lampu yang berjajar di di bawah sinar rembulan. Di sana, di sudut kanan di meja 14, Tiara tengah menatap lurus layar ponselnya. Perempuan itu cukup cantik, tapi hingga usianya menginjak 24 tahun ia masih betah dengan kesendiriannya. Bukan, bukan karena ia tak tertarik dengan lawan jenis, melainkan ia tak terlalu suka pacaran ala anak muda zaman sekara
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 107. Apa Alasanmu Melakukannya?

"Maaf, tujuanku bukan untuk membuatmu membenci Sintia. Aku hanya tak ingin kau kembali merasakan sakit yang lebih dalam lagi. Dan kuharap kau tak mengatakan ini pada Sintia.""Jangan khawatir," jawab Aiman meyakinkan. "Ya, Sintia selalu bersikap sebiasa mungkin di hadapanmu, tapi sangat tak bersahabat ketika bersama Zia," ucap Tiara. Sudut hatinya merasa tak nyaman untuk membicarakan keburukan Sintia pada mantan suaminya itu, tapi sudut lain memintanya untuk jujur. Aiman menggeleng pelan. Sintai benar-benar telah menghancurkan hidupnya. "Bahkan tentang rumahnya yang katanya kemalingan dulu, sebenarnya itu tak pernah terjadi. Itu hanya alasan Sintia supaya kau luluh dan membiarkannya untuk tinggal bersama kalian. Dan Sintia menemukan celah untuk menyingkirkan Zia dari hidupmu."Aiman lagi-lagi menggeleng pelan. Fakta tentang Sintia yang baru ia ketahui sekarang membuat rasa bencinya pada Sintia semakin tersulut dan rasa bersalahnya pada Zia semakin menggunung. Ingatannya kembali pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 108. Ambil Hakmu Atasku

Dua kali Aiman menjenguk Sintia di rumah sakit. Dapat ia rasakan sepeduli apa Tiara terhadap Sintia. Bahkan yang Aiman rasakan, Tiara tak ubah seperti seorang adik merawat kakaknya, atau sebaliknya. Tiara terdiam beberapa saat. Pertanyaan Aiman membuatnya menghela napas panjang. "Sintia sebatang kara, dan aku tak jauh lebih baik darinya. Aku masih memiliki ayah, meski pada kenyataannya seperti tak memiliki siapa-siapa. Itu lah alasanku berlaku demikian terhadap Sintia. Aku sangat paham bagaimana rasanya hidup sendiri tanpa ada yang bisa diandalkan." Tiara tersenyum kecut. Bayangan sang Ayah yang sibuk dengan keluarga barunya membuat hatinya sedikit nyeri. "Maksudmu?" tanya Aiman sedikit tak paham. "Ibuku meninggal saat aku masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Tak lama setelah Ibu meninggal, ayahku menikah lagi dan sekarang hidup bahagia dengan keluarga barunya." Tiara tersenyum getir. Aiman tercekat. Tak ia sangka jika perempuan di hadapannya itu juga tidak sebaik dan sebahagia
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 109. Surga Dunia di Malam Pengantin

"Lakukan saja apa yang menjadi hak Abang atasku, aku tak memiliki alasan untuk merasa keberatan sedikit pun," ucap Zia dengan wajah merona. Farid tersenyum lembut. Mata laki-laki itu berbinar bahagia. Kalimat yang baru saja Zia ucapkan berhasil membuat gairahnya sebagai laki-laki dewasa semakin menggebu. "Kau yakin, Zi?" tanya Farid meyakinkan, pelan ia labuhkan kecupan lembut di kening Zia, tempat pelampiasan rindu tertahannya sejak siang tadi. Farid bahkan belum berani mengunjungi tempat lain sebagai sasaran selanjutnya. Seolah mendapat dorongan kuat dari dalam sana, tanpa aba-aba Farid mengangkat tubuh Zia hingga dalam posisi berbaring di ranjang. Dengan gerakan perlahan laki-laki itu merapatkan tubuhnya mendekat tubuh Zia. Zia mengangguk pelan dengan senyum lembut terlukis di bibir tipisnya. Dapat ia rasakan deru napas memburu menerpa wajahnya, napas yang tak mampu lagi menahan hasrat kelelakiannya. Pelan kecupan hangat mendarat di pucuk kepala Zia, sehangat hati keduanya sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya

Part 110. Apa Alasanmu Memilihku?

Mama nggak akan mempermasalahkan hal sesepele ini," ucap Farid seraya membawa Zia dalam dekapannya. Zia hanya menanggapi dengan senyum lembut seraya membenamkan wajahnya di dada bidang Farid. "Sudah laper?" tanya Farid dengan dagu ia letakkan di pucuk kepala Zia. "Bentar lagi aja. Abang udah laper?" Zia balik bertanya. "Masih betah peluk istri Abang," jawab Farid dengan tawa renyah seraya mengeratkan pelukannya di tubuh istrinya. "Apa alasan Abang memilih Zia?" tanya Zia pelan. Pertanyaan yang Ia sendiri tak pernah terpikir sebelumnya. Farid merenggangkan pelukan di tubuh Zia, matanya menatap tepat pada mata teduh Zia. "Semua berawal dari rasa kagum, Zi." Farid memulai kalimatnya dengan suara pelan. "Saat Abang mengantarmu untuk pertama kalinya dan waktu itu melihat suamimu bersama perempuan itu, detik itu lah rasa kagum itu muncul. Abang tak pernah melihat perempuan seteguh dirimu sebelumnya." Farid terdiam sejenak, tangannya sibuk merapikan anak rambut yang menutupi wajah ca
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-14
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
18
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status