All Chapters of Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina: Chapter 161 - Chapter 170

224 Chapters

Bab 52

“Cepetan, dong! Lama banget di tungguin!” teriak Malik, baru saja kaki ini menginjak pintu keluar. Teriakkan Malika kecap asin sudah berdenting saja. Apalagi kalau seharian ini harus bersama dia? bisa-bisa berdengung ini telinga.“Sabar! Namanya juga cewek,” sungutku.“Halah, mau pakai make up setebel apapun, tetep nggak akan berubah, tetep aja jelek,” sungut Malik juga. isshh, memang benar-benar ngeselin itu anak.Tanpa di komando aku langsung membuka pintu belakang mobil. Hendak duduk di belakang saja. Males banget duduk di depan jejeran sama kecap asin.“Enak saja duduk di belakang, emang aku sopir?” tiba-tiba Malik menarik pergelangan tanganku dan menutup lagi pintu mobil itu.“Ish, apa-apaan, sih,” sungutku seraya menarik tanganku. Tapi percuma genggaman tangannya lebih kuat. Dia tetap menarikku dan membukakan pintu depan. Memaksaku duduk di depan. Dari pada badan sakit semua, karena memberontak, akhirnya aku nurut saja. Dari pada panas ini pergelangan tangan. Benar sajalah, calo
Read more

Bab 53

“Doorrrrrr,” seketika aku terkejut mendengar suara orang yang menepuk pundakku lumayan kuat. Reflek saja langsung mengarah ke asal suara itu. Benar, siapa kalau bukan kecap asin.“Malik, bisa nggak usah bikin darah tinggiku naik,” sungutku. Dia malah tertawa lebar. “Nggak tega juga mau ninggalin Lika liku kehidupan belanja sendirian,” jawabnya nggak nyambung.“Iya, ngapain ke sini?” tanyaku. Aku sudah berada di dalam supermarket. Belanja kebutuhan panti yang lumayan banyak. Bukan lumayan lagi, memang banyak.“Santai, sih, kalau ngomong. Tadi itu sengaja ngerjain kamu,” sahutnya enteng. Enteng banget. Padahal aku udah teriak-teriak manggil namanya udah kayak mau putus ini tenggorokkan.“Ngerjain? Sampai mau putus ini tenggorokkan manggil-manggil kamu tadi, Lik,” sungutku lagi. dia malah ngakak nggak jelas. Gusti! Kenapa harus ketemu lagi sama manusia model begini.“Masih maukan, belum putus,” ucapnya seraya mendorong trolly. Huft, makin dongkol saja ini hati.“Lik, kenapa kamu nggak n
Read more

Bab 54

Mobil langsung berlalu dengan cepat. Kencang dia membawa mobil ini. Entah mau kemana. Aku mau bertanya juga nggak berani. Aku hanya bisa meliriknya. Wajahnya seakan cemas dan khawatir. Kalau tadi dia ngebut saat ngerjain aku, wajahnya santai dan nyengir-nyengir gitu. Ini tidak, dia memang benar-benar lagi mengejar sesuatu, agar cepat sampai tujuan.Akhirnya mobil sampai di halaman rumah yang sederhana. Dia langsung turun tanpa ngomong sepatah katapun dengan ku. Nggak mungkin juga aku bertahan di dalam mobil. Akhirnya aku ikutan turun. Aku lihat rumah itu sepi, cuma ada motor satu yang berada di teras rumahnya. Dengan langkah yang sedikit ragu aku mendekati rumah itu.Pintu rumah itu sudah terbuka, karena saat kami datang memang sudah terbuka. Karena ada motor juga di luar. Setelah mendekat, Malik lagi menggendong seorang perempuan paruh baya, kayaknya menuju kamar mandi.Aku teringat ucapan Tante Lexa. Kalau Malik sedang merawat ibunya yang terkena stroke. Mungkin itu ibunya. Akhirny
Read more

Bab 55

Akhirnya aku sudah bisa merebahkan badanku di ranjang. Seharian belanja kebutuhan panti bersama Malik capek juga. Tapi, lumayan jugalah hari ini, keluar bersama Malik membuatku sedikit bisa menghilangkan stress. Aku tinggal di panti ini saja, sudah stress sebenarnya. Aku yang terbiasa dengan kerjaan yang padat, ke sana ke sini naik motor, ini harus berdiam di dalam panti. Nggak punya teman. Teman-teman yang ada di sini, cuma anak-anak panti yang umurnya jauh di bawahku.Mata ini melihat langit-langit kamar. Membayangkan kejadian hari ini bersama Malik.“Kamu laper?” tanya Malik saat aku merasa ngos-ngoson karena capek juga muter-muter supermarket untuk membeli barang yang belum di beli.“Bukan capek, tapi haus,” jawabku seraya mengerucutkan bibir. Kemudia dia mengacak rambutku. Menyebalkan sekali.“Yaudah, sabar, ya! aku belikan minum dulu,” ucapnya seraya tersenyum. Tumben baik diakan? Biasanya juga nggak perduli.Seraya menunggu Malik membeli air minum, aku memainkan gawaiku. Mengu
Read more

Bab 56

“Aku laper, jadi kita makan dulu,” ucapnya. Jujur saja aku juga laper, jadi ya udahlah nurut saja. Iya, kalau di panti ada makanan yang enak? Kalau nggak? Ah, bisa kelaparan aku. Karena di panti tidak setiap hari makan enak.“Lik, kamu kerja apa?” tanyaku saat di dalam mobi. “Ngerampok,” jawabnya seraya melebarkan tawanya. Tuh, ka? Dia mulai resek, kumat gilanya.“Serius, Lik, aku ini tanyanya,” jawabku. Karena aku penasaran, dia laki-laki sendiri dalam rumahnya. Adiknya masih sekolah dan ibunya juga sakit. Jadi jelas mau tak mau, Malik yang menjadi tulang punggung keluarga.“Aku juga serius, ngerampok kerjaanku,” jawabnya semakin lebar saja tawanya. Semakin dia melebarkan tawa, semakin membuatku kesal. Karena emosi dengernya.“Taulah, gelap,” sungutku sambil mencemberutkan bibir. Dia makin menjadi tawanya. Kemudian mobil berhenti di salah satu rumah makan. Malik segera turun dan aku mengikuti. “Makan di sini kita, ya?” ucap Malik memandangku seraya tersenyum. Aku manggut-manggut sa
Read more

Bab 57

Semakin hari berkutat di panti terasa sangat jenuh. Nggak punya teman, hanya beteman dengan anak-anak panti yang umurnya jauh di bawahku. Mungkin hanya ngobrol dengan Tante Lexa. Itupun kalau Tante Lexanya lagi nggak sibuk. Benar-benar membuat suntuk.Karena suntuk berada di dalam kamar, aku keluar. Duduk-duduk di taman mini, panti ini. memainkan gawai, ingin menelpon Mama. Melihat Malik yang begitu sayang dengan Ibunya yang lagi sakit, membuatku ke ingat Mama. Segera aku mengambil gawai dan mencari nomor kontak Mama. Karenas selama ada di panti ini, aku belum pernah menelpon Mama. Kepikaran Mama aja juga nggak. Jahatnya aku jadi anak. Padahal Mama nggak pernah merepotkanku.Bergetar juga tanganku ingin menghubungi Mama. Hati ini juga berdegub. Entahlah, nggak kayak biasanya. Biasanya kalau telpon ya tinggal telpon saja. Tapi ini perasaanku berbeda. Aku seakan merasakan bersalah. Ya, aku memang banyak salah ke Mama. Sering membuatnya marah dan malu. [Hallo, Nak, apa kabar?] terdenga
Read more

Bab 58

Setelah berganti baju yang layak, dengan cepat aku menuju ke rumah Tante Lexa. Rumah Tante Lexa memang sangat rapi dan bersih. Karena anak-anak panti bergantian membersihkannya. Ada jadwal piketnya gitu. Anak-anak panti memang pada senang jika membersihkan rumah tante Lexa. Nggak tahu kenapa. Bahkan paling semangat jika di suruh membersihkan rumah Tante Lexa. Mungkin mereka merasa membersihkan rumah orang tuanya sendiri. Lagian sama Tante Lexa yang jadwal piket, memang di manjakan. Setelah pekerjaan mereka selesai, di buatkan es dan buah. Membuat anak-anak itu senang. Padahal cuma sekedar es dan buah. Tapi, membuat mereka semangat sekali membersihkan rumah Tante Lexa.Saat kaki sudah menginjak ruang tamu rumah Tante Lexa aku melihat sosok seseorang yang baru aku kenal kemarin. Mahira adik si kecap asin.“Mahira,” sapaku reflek. Dia tersenyum melihatku.“Kalian sudah kenal?” tanya Tante Lexa. Seraya memandang kami bergantian.“Sudah, Tante,” sahutku. Tante Lexa tersenyum.“Sini duduk,
Read more

Bab 59

Mahira, gadis tanggung yang sangat ramah. Wajahnya putih alami dan hidungnya yang nggak begitu mancung. Mempunyai lengsut pipit yang membuatnya manis sekali saat tesenyum/ Walau usianya jauh di bawahku, tapi nyambung kalau di ajak bicara. Nyaman juga berteman dengannya. Aku dan Mahira menuju ke rumah makan milik mereka dengan menggunakan taxi. Karena tadi Mahira hanya di antar Malik, tapi Malik tidak menunggu adiknya. Karena terburu harus segera sampai di rumah makan. Itu penjelasan Mahira.“Mbak Lika, kerja apa?” tanya Mahira, seakan dia memang lagi pedekate denganku. Kami masih di taxi, jadi sambil nunggu sampai ke lokasi, kami ngobrol-ngobro saja biar nggak jenuh.“Emm, Mbak ini Bidan, cuma sekarang masih nganggur,” jawabku. Mau bohong nggak pengangguran, nyatanya memang nganggur sekarang.“Waah, Mbak ini Bidan? Keren Mbak, aku pengen jadi dokter, tapi kalau nggak ke sampaian bidan juga nggak apa-apa,” sahutnya dengan bibir tersenyum. Masih sangat terdengar polos.“Mahira sekarang
Read more

Bab 60

“Mbak udah sampai, turun Yok!” ajak Mahira sangat ramah. Pokoknya membuat yang ada di dekatnya nyaman. Tapi, kenapa Malik nggak kayak Mahira ya, cara ngomongnya? Bentak-bentak mulu. Dasar kecap asin.Mahir beranjak setelah membuka pintu taxi. Kemudian turun, begitu juga denganku. Segera turun dari taxi ini. Mahira yang membiayai taxi ini. Aku jadi nggak enak. Harusnya aku yang bayarin. Tapi, mau bagaimana lagi? aku harus berhemat, iya kalau Papa dan Mama ngirimin duit, kalau nggak? Jadi mulai sekarang harus berhemat sampai aku dapat kerjaan.Setelah membayar, Mahira berjalan menuju rumah makan milik mereka. Aku mengikuti langkahnya. Kemudian Mahira berhenti sejenak dan menoleh ke belakang.“Lupa kalau aku lagi ngajak Mbak Lika, nyelonong aja aku,” ucapnya seraya menutup mulutnya setelah ngomong seperti itu. lucu sekali dia. “Nggak apa-apa, Mbak kan udah gede,” sahutku mengimbangi omongannya.“Ha ha ha, Mbak Lika bisa lucu juga, ya? kirain aku serius terus kalau ngomong. Kalau ada ana
Read more

Bab 61

“Dek, udah sampai kalian?” ucap Malik kepada adiknya. Mahira tersenyum. Aku jadi salah tingkah sendiri.“Udah, Mas,” sahut Mahira manja memeluk kakaknya. Mereka terlihat sangat akur sekali. Malikpun mau membalas pelukkan adiknya.“Mas, ternyata Mbak ini pacarnya? Pantas kemarin udah di ajak makan di sini!” celetuk Mbak Pelayang yang aku nggak tahu namanya. Senyum-senyum melirikku, seakan dia lagi menggoda aku dan Malik. Aku hanya bisa nyengir kuda saja. Begitu juga dengan Malik. Mahira dan Mbak Pelayan itu cekikikan melihat ekpresiku dan Malik.“Pacar? Siapa bilang?” tanya Malik. Tuhkan, bikin malu saja dua orang ini.“Mbak Mahira yang ngomong,” jawab Mbak pelayan itu. Malik nampak mendelik ke arah adiknya. Mahira menutup mulutnya seraya menatap abangnya.“Kamu kecil-kecil suka ngegosip ya! Abangnya sendiri pula yang di gosip!” ucap Malik kepada adiknya.“Siapa tahu gosipnya jadi kenyataan,” sahut Mahira. “Amit-amit!” ucapku dan Malik hampir serentak.“Tuh, kan kompak! Berarti sehat
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
23
DMCA.com Protection Status