“Aku laper, jadi kita makan dulu,” ucapnya. Jujur saja aku juga laper, jadi ya udahlah nurut saja. Iya, kalau di panti ada makanan yang enak? Kalau nggak? Ah, bisa kelaparan aku. Karena di panti tidak setiap hari makan enak.“Lik, kamu kerja apa?” tanyaku saat di dalam mobi. “Ngerampok,” jawabnya seraya melebarkan tawanya. Tuh, ka? Dia mulai resek, kumat gilanya.“Serius, Lik, aku ini tanyanya,” jawabku. Karena aku penasaran, dia laki-laki sendiri dalam rumahnya. Adiknya masih sekolah dan ibunya juga sakit. Jadi jelas mau tak mau, Malik yang menjadi tulang punggung keluarga.“Aku juga serius, ngerampok kerjaanku,” jawabnya semakin lebar saja tawanya. Semakin dia melebarkan tawa, semakin membuatku kesal. Karena emosi dengernya.“Taulah, gelap,” sungutku sambil mencemberutkan bibir. Dia makin menjadi tawanya. Kemudian mobil berhenti di salah satu rumah makan. Malik segera turun dan aku mengikuti. “Makan di sini kita, ya?” ucap Malik memandangku seraya tersenyum. Aku manggut-manggut sa
Read more