All Chapters of Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina: Chapter 151 - Chapter 160

224 Chapters

Bab 42

“Iya, Tante!” ucapku dengan nada lembut. Di lembut-lembutkan, aku nggak mau juga namaku jelek di mata anak-anak panti ini. Astaga! benar-benar nggak penting sekali,Aku mengambil piring-piring yang di perintahkan Tante Lexa. Pikiranku melayang-layang. Kalau aku masih di sini, bagaimana balas dendamku kepada Mbak Rasti dan Mbak Juwariyem. Aku juga nggak rela melihat Mas Toni dan Nayla hidup bahagia. Semakin buntu dan jauh saja rasanya, ingin menjalankan rencana balas dendam ini.“Lika, kamu kenapa? Kok, tante lihat dari tadi kamu diam saja?” tanya Tante Lexa. Bisa di akali ini biar aku segera keluar dari dapur ini.“Nggak apa-apa Tante. Cuma pusing saja,” jawabku selow dan lembut.“Kamu sakit?” tanya Tante Lexa lagi.“Nggak Tante, mungkin kurang tidur saja,” jawabku dengan nada lelah.“Emang tadi malam nggak tidur?” tanya Tante Lexa. Aku lihat dia sedang mengaduk-aduk sayur yang dia masak.“Nggak bisa tidur Tante,” jawabku selow. Mengambil selah hatinya.“Kenapa nggak bisa tidur? Apaka
Read more

Bab 43

Aku berkeliling di belakang rumah Tante Lexa. Menikmati indahnya taman kecil yang sangat rapi dan bersih. Anak-anak Panti juga pada berlarian. Bersendau gurau dengan teman-temannya. Melihat mereka merasa kasihan. Anak sekecil itu sudah harus kehilang ke dua orang tuanya. Betapa bersyukurnya aku. Aku duduk di kursi yang tak jauh dari jejeran bunga-bunga bermekaran. Sungguh asyik sekali. Di belakang rumah mewah Tante Lexa, siapa sangka akan menemukan taman kecil senyaman ini. Terlihat sekali kalau taman ini terawat. Tak ada sampah satupun yang berserak.Anak-anak panti di sini bergiliran membersih kan taman dan panti. Ada jadwal pikietnya. Mereka terlihat sangat bahagia. Tapi tak tahulah bagaimana perasaan hatinya. Aku yakin pasti ada rasa iri dan cemburu, jika melihat anak seusianya di gandeng atau di peluk-peluk Papa dan Mamanya. Aku tak bisa membayangkan.Masih menjadi tanda tanya besar buatku. Kenapa aku di suruh kesini? Di suruh ikut Tante Lexa? Entah kenapa aku nggak percaya begi
Read more

Bab 44

Untung saja aku tak keluar. Kalau sempat aku keluar waktu itu, bisa-bisa aku gagal ingin mendekati dia. Secara dia nggak akan mau kenalan denganku lebih. Mungkin maulah kenalan, tapi hanya sekedar kenal saja. Jadi, aku akan menutupi siapa aku sebenarnya. Biarkan dia terpesona dulu denganku. Kalaupun ujung-ujungnya ketahuan, tapikan dia sudah ada rasa denganku.Aku beranjak berusaha mendekat. Ingin aku buat menabrak dia secara nggak sengaja. Persis kayak di sinetron-sinetron yang aku lihat. Dan aku akan mempraktekkannya untuk pertama kali. Semoga nggak malu-maluin.Bruuugghhhhhh. Sukses aku menabrak dia. “Eh, Maaf, Mbak,” ucapnya. Aku yang nabrak dia yang meminta maaf. Berarti nggak ketahuan kalau ini rekayasa saja.“Hati-hati dong, Mas kalau jalan,” ucapku sambil membersihkan bajuku yang kotor karena terjatuh. Hanya pura-pura. Jago juga aku akting ternyata.“Iya, Mbak, Maaf. Tadi saya asik lihatin anak-anak,” jawabnya. Aku mengangguk saja. Tak ada aku tampakkan wajah senyum. Ecek-ece
Read more

Bab 45

“Mas aku pengen rujak, isinya mangga muda, jambu air sama timun,” ucap Naila kepada Toni. Iya, dia nggak hamil, Rasti yang hamil. Tapi, nggak tahu kenapa dia yang merasakan nyidamnya. Apa mungkin karena udah janji Rasti ke Naila, ya? waktu dia belum menikah dengan Toni. Entahlah.Toni tinggal di rumah mertuanya. Rumah yang dia tinggali bersama Lika dulu sudah di jual. Karena dia nggak mau mengenangnya lagi. Sebenarnya bisa saja Toni membeli rumah lagi untuk di tempati bersama Naila, tapi dia memikirkan nasib Naila. Dia nggak mau Naila kenapa-kanapa. Karena menurut Toni, dia akan merasa tenang saat bekerja, kalau Naila tinggal di rumah orang tuanya. Jadi mending dia yang mengalah. Nggak apa-apa satu rumah dengan mertua. Walau sebenarnya bagi dia sebagai lelaki itu pantangan. Tapi dia membuang semuanya, membuang rasa gengsinya, demi kenyamanan istrinya.“Mbak Rasti yang hamil, aku yang nyidam,” ucap Naila lagi. Toni tersenyum.“Nggak apa-apa, kita deliveri aja, ya, ada ini di efbe yang
Read more

Bab 46

“Walaikum salam,” Rasti menjawab salam Naila. Kemudian membukakan pintu.“Mbak,” ucap Naila seraya mencium punggung tangan Rasti. Dia merasa kecil, merasa adik, makanya dia mencium punggung tangan Rasti.“Eh, Tante Naila,” jawab Rasti, sengaja memanggil Tante, membahasakan Yuda.“Ayo masuk!” perintah Rasti sangat ramah. Kehadiran Naila selama ini membuat keluarganya adem ayem. Tak pernah ada masalah lagi dari ibu.“Aku bawa rujak, aku pengen banget soalnya,” ucap Naila saat sudah duduk di sofa ruang tamu.“Wah, banyak sekali, kebetulan, Mbak baru saja membatin pengen rujak, eh, sudah datang saja,” balas Rasti. Naila tersenyum. Kemudian mengelus perut Rasti. “Hai, sayang, sehat-sehat, ya, kami semua menunggumu,” ucap Naila dengan nada gemes. Rasti tersenyum medengar ucapan Naila.“Iya, lo, Mbak, Naila yang ngidam,” ucap Toni.“Nggak apa-apa, berarti dedeknya nyatu dengan hati Mama Naila,” sahut Rasti. Mendengar Rasti ngomong seperti itu Naila merasa terharu, sungguh merasa terharu. Dia
Read more

Bab 47

“Lika, kamu ngimpi apa?” tanya Tante Lexa, seakan mengintrogasi. Mengucek mata, karena baru terbuka. Aku melirik jam dinding. Setengah satu siang. Lama juga aku tidur.“Ngimpi ketemu kawan, Tante,” jawabku asal saja. Kok, bisa-bisanya aku bermimpi Halim. Kata orang kalau kita ngimpiin orang itu, dia juga lagi mikirin kita. Apa bener? Tapi, kayaknya salah, deh. Kenapa aku bilang salah? Karena Halim belum pernah melihatku. Hanya aku yang sudah pernah melihatnya. Ah, mungkin aku hanya terbayang-bayang wajahnya yang tampan itu. Kenapa harus pacarnya Tante Nova, sih? Huft.“Yaudah, kamu cuci muka dulu! Kamu juga belum makan dari pagi, karena waktu tante cek tadi, mau anter makanan, kamu lagi pules-pulesnya,” ucap dan perintah Tante Lexa. Perut juga sudah merasa melilit. Iya, aku baru sadar kalau aku belum makan.“Iya, Tante,” jawabku kemudian beranjak dari kasur. “Yaudah, Tante tunggu di rumah, ya. Kamu makan di rumah Tante aja,” ucap tante Lexa juga ikutan beranjak. Aku mengambil handuk
Read more

Bab 48

Belum lagi teriakkan dari Papa dan Mama. Yalah, setidaknya telinga ini tenang dulu. Juga menenangkan degub jantung. Bukannya nggak bergetar ini jantung saat mendapatkan bentakkan. Tapi, memang aku buat santai.“Makan yang banyak, jangan sampai kurus hidup di sini,” ucap Tante Lexa. Aku tersenyum. Tante Lexa sangat baik. Dia nggak pernah berbicara kasar dan keras. Dia juga terlihat sangat sayang dengan anak-anak panti. Perhatian, cocok memang kalau dia memang pemilik panti.“Siap, Tante. Makanannya enak gini nggak mungkin sedikit makannya, pasti tambuh-tambuh,” sahutku seraya mengambil nasi, kemudian menyiduk gulai pucuk daun ubi itu.“Ini tempenya,” Tante lexa menyodorkan tempe goreng itu, agar lebih dekat kepadaku.“Maaksih, Tante,” sahutku. Tante Lexa tersenyum. Kemudian kami menikmati makan siang itu dengan santai.“Kamu betah nggak di sini?” tanya Tante Lexa. Setelah selesai makan. Baru saja mengelap mulutnya dengan tisue. Aku juga sudah selesai makan.“Dibetah-betahin sajalah Tan
Read more

Bab 49

Naila dan Rasti sangat akur. Naila hampir setiap hari mendatangi rumah Rasti. Membantu pekerjaan Rasti. Karena Naila nggak tega Rasti capek sendirian. Apalagi dia hamil, yang mana besok anak itu akan di kasihkan Naila. Mertua mereka sekarang juga sudah sadar. Nggak membeda-bedak mantu. Sudah bisa menerima Naila sepenuh hati. Karena mau gimana lagi? anak lanangnya cinta mati sama Naila. Tak mau ikut campur terlalu dalam urusan rumah tangga anak-anaknya. Hampir setiap hari juga mereka bermain ke rumah ibunya. “Nai, jangan capek-capek, kamu istirahat saja,” ucap Rasti kepada Naila yang sedang cuci piring.“Capek apa lo, Mbak, cuma cuci piring ini,” jawab Naila biasa saja. Memang sama sekali tak merasa terbebani membantu pekerjaan rumah Rasti. Malah Naila ingin serumah dengan Rasti, tak Toni yang nggak mau. Karena gimana-gimana nggak enak serumah dengan ipar.“Makan dulu, Nai!” perintah Rasti kepada adik iparnya itu.“Masih kenyang, Mbak,” jawab Naila jujur. Karena sebelum datang ke rum
Read more

Bab 50

Rasti juga melihat Naila baik orangnya. Sholatnya juga rajin dan juga sangat apa adanya. Tidak bermuka dua kayak Lika dulu. “Sudah masuk belum kiriman fotonya, Mbak?” tanya Naila kepada Rasti. Karena dia baru saja mengirimkan foto USG itu ke WA Rasti.“Udah, Nai, baru saja masuk,” jawab Rasti seraya memandang gawainya. Kemudian juga ikut mengupload foto itu di sosial medianya. Belum lama mereka berdua upload, banyak sekali like dan komentar yang berdatangan. Hingga mereka senyum-senyum sendiri melihat gawai masing-masing.“Mbak, besok yang ngasih nama anak itu, siapa? Mbak apa aku?” tanya Naila polos. Rasti tersenyum mendapati pertanyaan Naila.“Kamu sama Toni aja yang kasih nama, kan, kalian yang akan merawatnya,” jawab Rasti. Jawaban Rasti seperti ini, membuat Naila melebarkan senyumnya.“Makasih banget, ya, Mbak udah baik sama aku,” ucap Naila seraya memeluk kakak iparnya itu. Rasti membalas pelukkan itu dengan hangat.“Sama-sama Naila, Mbak percaya dan sayang sama kamu dan Toni.
Read more

Bab 51

“Lika, tante boleh minta tolong?” ucap Tante Lexa masuk ke kamarku. Aku lagi membereskan kamar. Menata baju-bajuku di dalam lemari. Karena baju-bajuku masih di dalam koper.“Minta tolong apa, Tante?” tanyaku kepada Tante Lexa seraya memandangnya. “Belanja kebutuhan panti, Tante mau belanja ini udah ada janji sama salah satu donatur,” jawab Tante Lexa. Belanja kebutuhan panti? Kalau belanja kebutuhan aku sendiri sendir atau belanja baju gitu, sih, dengan senang hati. “Gimana, bisakan?” tanya Tante Lexa. Tanya saja begitu, ‘Bisa kan?’ Bukannya, ‘bisa nggak?’ Kalau tanyanya ‘bisakan?’ mau tak mau aku jawabnya bisa.“Iya, Tante, bisa,” jawabku maksa. Tante Lexa tersenyum dan kemudian menyodorkan selembar kertas putih. Segera aku melihatnya. Ternyata isinya daftar-daftar belanja yang harus di beli. Banyak juga ternyata.“Segini banyaknya, Tante?” tanyaku meyakinkan. Bisa gempor kaki harus beli belanjaan segini banyak. Mana belanjaan yang bikin nggak happy lagi.“Iya, namanya juga kebutuh
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
23
DMCA.com Protection Status