Semua Bab Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina: Bab 131 - Bab 140

224 Bab

Bab 22

Kuedarkan pandang ke kamar ini. Mungkin untuk yang terakhir kali aku akan melihat kamar ini. Kamar ini juga saksi bisu malam pertamaku dengan Mas Toni. Malam pertama yang indah, yang tak akan mudah di lupakan. Sekarang dia sudah di miliki perempuan lain.Kukemas bajuku dengan linangan air mata. Berat sekali meninggalkan desa ini. Aku masih ingin di sini beberapa hari lagi. Masih banyak yang harus aku lakukan. Aku benar-benar nggak rela mereka-meraka yang telah membuatku sengsara, berakhir bahagia.“Lika, kamu nangis?” tanya Mama. Mungkin Mama mendengar aku menyedot ingus. Aku terdiam, malas menanggapi ucapan Mama.“Lika?” Mama memanggil namaku seraya menepuk pelan pundakku. Air mata ini semakin berjatuhan saat Mama menepuk pundakku. Jleb. Mama memelukku. Entah sudah berapa lama, semenjak kejadian itu Mama tak pernah memelukku. Setiap hari hanya marah-marah yang aku dapatkan.“Maafkan Mama, Lika. Mama nggak bisa membantu membujuk Papa membatalkan niatnya, turuti saja kemauan Papamu,”
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-02
Baca selengkapnya

Bab 23

Semua kebutuhanku sudah tertata dalam koper. Aku ikuti saja keinginan mereka. Lagiankan Mama dan Papa juga mengantarku sampai sana. Biakan saja dulu, nanti aku akan buat mereka tak akan tega meninggalkan aku di rumah nenek Rumana.“Sudah nggak ada yang ketinggalan?” tanya Papa sedikit berteriak.“Kayaknya sudah masuk semua, Pa,” jawab Mama. Aku diam saja. Tetap aku tunjukkan wajah nggak setujuku berangkat ke rumah nenek Rumana.Kami semua masuk ke dalam mobil. Mobil ini hanya akan mengantar kami menuju bandara saja. Karena naik pesawat menuju ke jogjanya. Mama duduk di depan, di sebelah Papa. Sedangkan aku duduk di belakang. Otak ini masih berputar untuk menjalankan aksi saat sampai Jogja nanti. Semoga berhasil rencana ini. Aku yakin pasti berhasil.“Lika, Papa harap kamu nggak bikin malu Papa lagi di sana, nggak bikin ulah aneh-aneh di sana,” ucap Papa sambil mengemudikan mobilnya. “Iya, Lika, kami melakukan ini karena sayang dengan kamu,” ucap Mama juga ikut menimpali.“Iya, Lika t
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-03
Baca selengkapnya

Bab 24

Sampai juga aku di rumah Nenek Rumana. Rumah Nenek Rumana masih belum berubah. Warna cat rumahnya juga masih sama. Rumah yang sangat sederhana. Tapi bersih dan kinclong. Pertanda yang punya sangat rapi. Bayanganku langsung kemana-kemana saat kaki menginjak rumah nenek Rumana. Nggak bayangin setiap hari di suruh beres-beres. Ah, melelahkan.“Akhirnya kalian sampai sini juga,” ucap nenek Rumana.“Iya, Bu. ibu bagaimana kabarnya sehat?” sahut Papa seraya menanyakan kabar.“Alhamdulillah sehat, seperti yang kalian lihat,” jawab nenek Rumana tegas.“Syukurlah, Bu,” balas Mama ikut bergabung dalam obrolan. Nenek Rumana tersenyum, kemudian melihat ke arahku.“Lika, nenek sangat nggak percaya mendengar kabar tentang kamu, sangat kecewa tentunya,” jleb. Belum apa-apa Nenek Rumana sudah membahas tentang itu. Aih, benar-benar menyebalkan.“Nek, semuanya sudah terjadi, jadi tolong jangan di bahas lagi,” ucapku. Kulihat mata Nenek Rumana langsung melotot mendengar jawabanku. Begitu juga dengan Pa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-03
Baca selengkapnya

Bab 25

Nenek Rumana memang tak ada basa basinya. Langsung membahas masalaluku dengan Mas Toni. Nggak bisakah basa basi dulu, setidaknya memelukku atau gimana gitu? Segitunyakah Nenek Rumana kecewa denganku?“Hai, keponakan sudah datang,” teriak tante tiba-tiba memelukku. Aku juga menyambut pelukkannya. Walau dia tanteku, tapi jarak umur kami cuma selisih enam tahun. Tua Tante Nova.“Gimana kabarnya?” tanya Tante Nova seraya menarikku duduk di tepi ranjang. Karena tadi posisiku lagi berdiri menghadap cermin.“Seperti inilah Tante, tante sendiri gimana?” balas dan tanyaku.“Baik makin gemuk malah,” jawabnya, seraya tertawa lebar. Iya, Tante Nova memang terlihat makin gemuk. Kok, bisa kuat dia bertahan dengan Nenek Rumana? Ah, tapi memang dia anaknya nenek Rumana.“Iya, Tante makin gemuk sekarang, Tante kerja apa?” balas dan tanyaku. “Iya, dong! Makin gemuk, tenang pikirannya. Emmm, Tante buka usaha laundry, kerja sama dengan teman,” jawabnya. Aku hanya manggut-manggut.“Keren, ya, buka usaha
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-04
Baca selengkapnya

Bab 26

Ingin rasanya aku berteriak, untuk meluapkan kekesalan di hati ini. Hati ini terasa sesak dan mendidih. Kenapa mereka sangat bahagia. Sedangkan aku? ah, aku merasa duniaku semakin hancur dan menghitam. Nggak tahu kapan akan terlihat cerah lagi.“Hai, keluar yok, ngobrol sama Mama, Papamu,” ucap Tante Nova yang sudah menggunakan baju tidur.“Lika capek Tante, pengen istirahat, Tante saja yang keluar,” ucapku mencari alasan. Karena aku malas, gabung bersama merak.“Owh, gitu, yaudah, kamu istirahat besok bangun pagi, kita masak, Tante mau keluar dulu, ngobrol dulu bentar sama Mama dan Papamu,” sahut Tante Nova. Aku jawab dengan anggukkan.Besok harus bangun pagi dan masak? Mendengar kata itu saja membuatku sudah terbebani. Setahuku paginya nenek Rumana, masih malam menurutku. Aku terbiasa bangun jam enam, di sini hari bangun jam setengah lima. Mengerjakan semua pekerjaan rumah. Membayangkannya saja aku sudah merasa pusing dan mual.Kembali lagi ke Mas Toni dan Naila. Nggak tahu kenapa,
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-04
Baca selengkapnya

Bab 27

Setelah memastikan Tante Nova keluar dari kamar, aku segera mengambil gawai. Suara getar dan dering gawai juga sudah berhenti. Ada panggilan tak terjawab. Nomor baru, siapa? Karena penasaran aku menelpon balik nomor itu. Tersambung.[Hallo, Mbak Lika] terdengar suara dari seberang. Suara yang nggak asing. Suara Mbak Sarah. Ngapain dia menelponku? Pakai nomor baru lagi.[Siapa ini?] tanyaku basa basi. Biar dia nggak nggak kepedean, kalau aku menghafal suaranya yang baru sekali ketemu dan sekali telpon.[Ini saya Sarah] jawabnya. Suara cemprengnya itu nggak asing di telingaku. Suara lembut polos, ternyata ingkar janji juga.[Owh, nomor baru] ucapku singkat.[Ini nomor suami saya, Mbak,] halah, nggak nanya. [Ada apa ya?] tanyaku basa basi saja. Penasaran juga ngapain telpon. Berani juga setelah ingkar janji.[Saya telpon karena mau meminta maaf, Mbak Lika. Kemarin nggak bisa datang, karena tiba-tiba terdengar kabar duka, tetangga ada yang meninggal, jadi nggak enak mau pergi,] jawabnya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-05
Baca selengkapnya

Bab 28

Bayangan Mas Toni, Naila dan Mbak Rasti kembali teringat. Teringat foto-foto mereka di akun sosail medianya. Mereka terlihat sangat bahagia. Mereka juga sama-sama hamil. Enak sekali hidup mereka. Mas Toni pasti menjadikan Naila Ratu. Apalagi sekarang Naila lagi hamil. Ah, beruntung sekali Naila. “Lika, geser, dong!” Tante Nova menggoyang tubuhku. Aku di dalam selimut sekarang. Diam sajalah. Biar dia mengira aku sudah tidur.“Lika, geser dong, mana tidurmu menuhin kasur lagi,” ucap Tante Nova lagi. Aku memang sengaja tidur di tengah-tengah. Sengaja juga memenuhi kasur ini. “Lika!!! Ngebo banget, sih, kamu tidurnya,” ucap tante Nova lagi. Masih menggoyang-goyang tubuhku. Aku sengaja diam udah kayak mayat hidup. Sengaja, biar dia tidur di bawah, atau tidur bareng nenek.Aku mendengar Tante Nova membuka lemari. Mungkin dia mengambil selimut, secara selimutnya sudah aku pakai. Kemudian menutup dengan pelan pintu lemari itu. Terdengar juga langkah kaki, dia beranjak keluar dari kamar. Kem
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-05
Baca selengkapnya

Bab 29

“Kamu nggak mandi sekalian, Lika?” tanya Nenek Rumana saat aku menuju ke dapur. Aku lihat Tante Nova memang sudah seger badannya. Mama dan Papa juga.“Nggak, Nek masih terlalu pagi dingin,” jawabku.“Emang kamu mau sholat subuh tak mandi dulu?” tanya Nenek Rumana agak sedikit terdengar judes.“Udahlah, Nek. Cuma masalah mandi nggak usah di bahas. Nanti siangan dikit juga mandi,” sahutku. Dengan nada yang memang sengaja terdengar kesal.“Kamu kalau di bilangin bantah terus, mandi pagi itu bagus buat kesehatanmu. Siang bisa mandi lagi, air juga nggak beli ini,” cerocos Nenek Rumana. Astaga! ini itu masih pagi. Sudah di cerocosin kayak gini. Peraturan apa ini? yang pentingkan mandi pagi. Sebelum lebih dari jam sepuluh siang. Peraturan konyol.Aku neloyor keluar dari dapur. Niat hati ingin membantu malah di ceramahin nggak jelas. Dengan pikiran kacau aku keluar. Sepagi ini sudah dapat kultum dari nenek? Astaga!“Saya nyusul Lila dulu, Bu,” terdengar suara Mama pamit kepada nenek untuk men
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-06
Baca selengkapnya

Bab 30

“Cukup, Samsul! Jangan main tangan di rumah Ibu. ibu nggak suka,” teriak Nenek Rumana, mendengar suaranya seakan membelaku.“Santi, ajak anakmu masuk, nggak enak di lihat tetangga!” perintah Nenek Rumana.“Iya, Bu!” ucapan Ibu terdengar sangat sopan. Ibu benar-benar nurut sama nenek. Nurut dengan perintah nenek. “Tampar lagi saja, Pa! Bukannya Papa belum puas kalau baru sekali menampar Lika!” tandasku, sengaja biar nenek Rumana juga tahu, bagaimana kelakuan anaknya.“Lika! Yang sopan ngomong sama Papa!” teriak Mama juga terdengar geram. Aku hanya bisa memainkan bibirku. “Lika ayo masuk nggak enak sama tetangga!” Ucap Mama lagi seraya menarik pergelangan tanganku. Papa hanya terdiam, kemudian duduk di kursi plastik seraya memijit lembut kepalanya.Mama mengajakku duduk di ruang tamu. Aku ngikut saja, kemana Mama menarik. Akhirnya melabuhkan pantat di kursi sofa ruang tamu. Nenek juga ikutan duduk yang tak jauh dariku. Kalau Tante Nova kayaknya masih berada di dapur.“Lika! Kamu ini s
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-06
Baca selengkapnya

Bab 31

Tahu rasanya keinginan kita tak terpenuhi? Tahu rasanya semua rencana kita gagal? Rencana yang sudah di pikirkan matang-matang. Rencana yang penuh dengan resiko, tapi semua hancur berantakkan. Rasanya ingin hilang dari peradaban. Rasanya ingin memaki semua orang. Rasanya ingin membunuh mereka-mereka yang menggagalkan rencanaku.Hari ini aku harus bersiap. Mau di kenalkan dengan seseorang. Entah siapa yang akan di kenalkan. Tak penting sama sekali. Rencana konyol apalagi yang akan mereka lakukan? Aku akan terus membantah, sampai mereka menyerah.Pipi ini masih merasa panas karena tangan Papa yang mendarat dengan keras. Tapi ini tak akan membuatku menyerah. Semakin mereka mengekang, semakin mereka ingin memaksakan kehendak, semakin kuat pula aku menentang.“Lika, segera bersiap!” bentak Nenek, nggak ada enaknya kalau ngomong. Nggak ada pelannya juga. Membuatku semakin malas untuk beranjak mengikuti maunya.“Lika! Kamu punya kuping nggak?” bentak nenek lagi. Membuat telinga ini terasa be
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-11-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
23
DMCA.com Protection Status