All Chapters of Menantu Kaya Dipuja, Menantu Miskin Dihina: Chapter 111 - Chapter 120

224 Chapters

Bab 2

“Lika! Sudahlah! Minta maaf sama Papa, biar masalah ini cepat kelar! Jangan ngejawab terus” sahut Mama. Hah? Mama memang seperti itu kalau di depan Papa. Mama selalu menampakkan sikap manisnya di depan Papa. “Ma, Papa ini membela Mbak Rasti, bukan membela anaknya sendiri,” jawabku. “Papa tidak membela Rasti, Lika! Papa membela kebenaran! Kamu selalu membuat kebohongan baru untuk menutupi kebohongan lamamu, Papa benar-benar nggak nyangka kamu selicik itu,” Papa membentakku lagi.Rasanya tak terima dengan bentakkan dan tamparan Papa. Aku ingin Mbak Rasti juga merasakan, yang aku rasakan saat ini. Aku benar-benar nggak rela, melihat Mbak Rasti bahagia. Bukan hanya Mbak Rasti, Mas Toni juga, aku juga nggak mau melihat dia bahagia dengan Naila. Semoga saja Naila tak akan bangun dari komanya. Mati sekalian, biar Mas Toni bisa kembali lagi denganku.“Lika, Papa benar-benar kecewa sama kamu, Papa nggak nyangka kamu bisa melakukan perbuatan sekeji itu,” sungut Papa lagi. “Pa ...,” “Cukup,
Read more

Bab 3

Di rumah ini aku merasa sendirian. Gimana tidak? Papa dan Mama mendiamkanku. Aku seperti tak ada di rumah ini. Memang mungkin di anggap nggak ada. Aku juga masih berusaha mendekati Mama. Responnya hanya bikin sakit hati saja. Apa lagi Papa. Rumah ini sudah seperti di neraka. Sudah tak aku rasakan kenyamanan lagi.“Ma, Masak apa?” tanyaku pada Mama, mencoba basa basi ingin mendekati. “Goreng tempe,” sahut Mama ketos dan simple. Terus tak ada lagi balik tanya. “Ma, Lika laper ni,” aku masih berusaha mendekati Mama.“Makan,” jawab Mama sangat simple. Jujur sungguh membuatku sakit hati sebenarnya di perlakukan seperti ini.Biasanya Mama selalu banyak menjawabnya. Aku bertanya sedikit, Mama menjawabnya bisa kemana-kemana. Kalau lagi nggak marah, pasti jawabnya gini, ‘Makan, itu lauknya banyak, kesukaanmu. Mama ambilinya! Kamu harus banyak makannya. Biar nggak sakit. Mau lauk apa sayang? Ada tempe goreng, sambal ikan teri ada gulai daun ubi,’ ah, aku merindukan itu. Nggak enak di diamin k
Read more

Bab 4

“Mbak?!” Bu Harti melambaikan tangannya tepat di wajahku. Reflek aku tersadar dari lamunanku.“Oh, eh, iya, Bu, Maaf,” jawabku gagap. Segera aku mengeluarkan uang bengsin seliter itu dari dompet. Segera menyodorkan kepada Bu Harti.“Syukuran pernikahan siapa, Mbak?” tanya Bu Harti lagi. Benar-benar aku malas menjawabnya. Halah, paling Bu Harti ini juga sudah tahu pernikahan siapa. Mungkin dia sengaja bertanya kayak itu, memberi tahu pernikahan Mas Toni secara nggak langsung.“Saya juga nggak tahu, ya, Bu, terimakasih,” jawabku. “Lo, masak iya menantunya tidak tahu kegiatan mertuanya?” sahut dan tanya Bu Harti sungguh membuatku kesal.“Ya, memang saya tidak tahu, Bu! Permisi!” jawabku, seraya pergi meninggalkan Bu Harti yang hanya melongo saja.Dasar emak-emak sukanya buat gosip. Mungkin sehari saja tidak ngegosip, bibirnya sariawan. Ada saja yang jadi bahan gosipan. Jelek maupun buruk tetap saja jadi gosipan.Apakah benar syukuran pernikahan Mas Toni yang di bilang ibu tadi? Ah, rasa
Read more

Bab 5

Sampai juga akhirnya di rumah Mbak Juwariah. Aku lihat rumahnya tutup. Tapi, aku tetap turun dari motor. Mencoba mendekati rumah tutup itu. Bergembok, kemana Mbak Juwariah ini.Aku berusaha mengetuk pintu rumah Mbak Juwariah, siapa tahu ada orang di dalam. Mengetuk pintu itu seraya salam. Tapi, taka ada jawaban. Ah, kemana dia? Di saat seperti ini dia juga menghilang nggak jelas. Aku ambil gawai dari dalam tas. Mencari nama kontak atas nama Mbak Juwariah.Sial. Nomornya nggak aktiv, benar-benar sengaja dia mau menghilang dariku. Katanya teman? Teman kayak apa seperi ini? benar-benar tak bisa di jadikan teman ini orang. Setelah aku hancur berantakkan, dia menghilang begitu saja.Aku masih berusaha menghubungi nomor Mbak Juwariah terus. Berharap terhubung dan ingin sekali memakinya. Tapi, tetap saja tak terhubung. Hati ini benar-benar di buat geram. Ingin rasanya membanting gawai ini. “Maaf, Mbak. Mencari siapa, ya?” tiba-tiba ada suara perempuan bertanya padaku. Aku langsung menoleh k
Read more

Bab 6

“Nggak usah repot-repot, Mbak. Saya nggak lama, kok, di sini,” jawabku cepat. Nggak mungkin juga kan, nunggu sampai suaminya pulang kerja nanti sore?“Owh, gitu. Emang ada masalah apa dengan Mbak Juwariah?” tanyanya. Seakan juga penasaran.“Kenalkan dulu, Mbak. Nama saya Lika,” ucapku, seraya mengulurkan tangan. “Owh, iya, sampai lupa kenalan, ya, nama saya Sarah,” jawabnya seraya sedikit tertawa. Aku juga membalas tawanya. Biar semakin akrab. Kalau suaminya bukan saudara dari Mbak Juwariah, aku malas juga kenalan. Suatu saat nanti aku pasti membutuhkan dia.“Saya memang ada sedikit masalah dengan Mbak Juwariah, tapi maaf, ya, saya nggak bisa cerita,” ucapku lagi. Dia mengangguk seakan memahami.“Owh, iya, Mbak. Saya bisa mengerti,” jawabnya. “Mbak, boleh minta no hapenya? Biar lebih kenal gitu, biar bisa jadi teman,” pintaku. “Owh, bisa mbak. Bentar saya ambilkan hape saya dulu, nggak hafal soalnya,” jawabnya seraya beranjak masuk. Tak lama kemudian, dia keluar seraya mengutak ati
Read more

Bab 7

“Mbak Rasti, pucat banget mukanya?” tanya Mak Rida. Aku menggunakan masker, untuk masuk ke warung Mak Rida. Aku ingin mendengar obrolan mereka dulu. Seraya pura-pura milih belanjaan. Lagian warung Mak Rida lumayan ramai. Nggak mungkin aku mau langsung menyerang Mbak Rasti.“Iya, loo, Ti, kamu pucat banget,” sahut Mak Mak yang lain lagi. Entahlah, siapa namanya aku nggak tahu.“Alhamdulillah, Mak, bawaan bayi,” jawab Mbak Rasti. Cukup membuat gelegar panas di telinga dan hati. Mbak Rasti hamil lagi? Beruntung sekali dia. Sedangkan aku sampai di belain, mengikuti ide gila Mbak Juwariah juga nggak berhasil. Pasti ibu semakin sayang sama Mbak Rasti. Hati ini terasa benar-benar bergemuruh.“Kamu hamil? Wah, syukurlah, selamat, ya,” ucap Mak Rida.“Iya, Ti, selamat ya, Yuda bentar lagi punya adik, jadi ikut seneng,” jawab Mak yang satunya.“Alhamdulillah, bawaannya masih teler, Mak,” jawab Mbak Rasti, yang menurutku lebay. Halah, paling juga di lemes-lemesin badannya, biar dapat perhatian d
Read more

Bab 8

“Tadi udah Rasti bayarkan? Rasti permisi dulu, ya!” ucap Mbak Rasti pamit.“Udah, Mbak Rasti. Di jaga baik-baik ya, kandungannya. Lancar sampai persalinan.” Sahut Mak Rida.“Iya, Ti, di jaga baik-baik kandungannya. Semoga anak saya juga segera ketularan. Udah pengen nimang cucu,” sahut emak yang lainnya.“Aamiin, terimakasih ya, doanya. Semoga anak emak segera hamil ya, biar cepat nimang cucu,” jawab Mbak Rasti sok ramah. Benar-benar gatal rasanya telingaku mendengar mbak Rasti di baik-baiki sama orang.“Saya juga pamit, ya, Mak Rida. Ini uang belanjaan saya, pas kan?” sahut, emak-emak itu.“Owh, iya mak, pas kok,” jawab Mak Rida. Kemudian semua berlalu. Warung sudah sepi. Aku mendekat ke Mak Rida. Niat hati ingin memberi Mbak Rasti pahitnya Kopi, ternyata warung ini lumayan ramai. Tapi biarlah, bisa kapan-kapan. Lagian rumah Mbak Rasti juga belum pindah. Bisa kapan saja aku ke sana melancarkan aksiku.Setidaknya aku bisa tahu tentang info Mas Toni, yang memang beneran sudah menikah l
Read more

Bab 9

Akhirnya sampai juga di alamat yang di berikan Mak Rida. Lumayan jauh, tapi demi rasa penasaran dengan Mbak Juwariah, aku datangi alamat itu. Kenapa dia berbuat seperti denganku? Jahat sekali dia.Perjalanan sekitar dua puluh menit naik motor dengan laju sedang. Jalan yang di lewati juga bagus, tak ada menemui jalan yang rusak. Rumahnyapun di jalan poros, jadi gampang mencarinya. Tapi, walau jalan menuju rumahnya berliku akan tetap aku tempuh. Terlalu sakit dia meninggalkan bekas luka.Motor ini sudah berada di halaman alamat rumah yang di kasih Mak Rida tadi. Semoga nggak salah alamat. Aku lihat lagi secarik tulisan di kertas. Pas, sesuai juga dengan nomor rumahnya. Dengan langkah pasti aku mendekati rumah itu. Pintu rumahnya terbuka. Semoga saja Mbak Ria ada di rumah. Tidak lagi keluyuran. “Assalamualaikum,” salamku, aku melongokkan kepala. Pintu rumah terbuka, tapi tak ada sahutan. “Assalamualaikum,” aku mengulangi lagi ucapan salam. Seraya semakin meninggikan nada suara. berhar
Read more

Bab 10

Mendengar usirannya. Aku semakin merebahkan badan di sandaran kursinya. Aku ingin membuat ibu hamil ini semakin kacau pikirannya. Balas dendam tak perlu jambak-jambakkan rambut atau cakar-cakaran. Cukup balas dengan santai, dia sendiri yang merasa sakit.“Kalau aku nggak mau pergi, Gimana?” tanyaku seraya memainkan gawai dengan santai. Wajahnya semakin terlihat geram.“Maumu itu apa, Lika?” bentaknya lagi.“Tenang dong, selow, ibu hamil nggak boleh marah-marah, walau itu anak haram. Ops,” ucapku, seraya membungkam bibir dengan gaya kemayu. Sengaja ingin membuat dia semakin geram.Dia terlihat sedang mengatur nafasnya. Di pegang dadanya yang naik turun. Mencoba mengatur emosinya. Dia akhirnya duduk kembali di tempat semula.“Bukannya ini semua rencana, Mbak. Niat awal ingin menghancurkan rumah tangga Mbak Rasti, kan? Berujung rumah tanggaku yang hancur. Tapi nggak masalah, untung udah bosen sama Mas Toni,” jawabku masih dengan nada biasa saja. Bahkan nada bersyukur yang aku gunakan. Pa
Read more

Bab 11

Badan ini terasa nggak nyaman di ranjang. Hanya gulang guling saja dari tadi. Padahal malam semakin larut. Tapi mata ini belum bisa terpejam. Akhirnya memilih mengambil gawai lagi, yang sudah aku letakkan di meja. Ya, dari tadi aku hanya main gawai membuka-buka sosial media.Karena bingung mau ngapain lagi, terpaksa aku berselancar lagi di dunia maya. Aku masih penasaran dengan pernikahan Mas Toni sebenarnya. Kalau belum lihat sendiri dia menikah denga Naila, aku masih belum percaya.Akhirnya aku mencari mengetik nama Toni Maulana di pencarian. Mata ini menyipit saat melihat photo profilnya berubah. Dia memasang photo mereka berdua. Photo yang sangat romantis membuat hati ini cemburu. Seketika aku penasaran dengan isi komentar. Aku langsung mengkliknya. Benar saja ratusan komentar membanjiri. Ada yang mengucapkan selamat, doa kebaikan, ada juga yang bertanya-tanya. Tak terasa air mata ini menetes dari sudut mata. Seakan tak percaya kalau Mas Toni sudah benar-benar melupakanku. Kenap
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
23
DMCA.com Protection Status