Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 161 - Chapter 170

224 Chapters

Saran dari Lastri. 85

Bab 85Saran dari LastriMasalah yang terjadi dalam hidup, memang tak bisa di pikirkan sendirian. Tetap membutuhkan orang lain, untuk saling berbagi pendapat dan saling sharing. Tentunya orang yang sangat bisa di percaya. Bukan sembarangan orang.Jika salah memilih teman curhat, bukan jalan keluar yang kita dapat, tapi sebaliknya, masalah akan semakin runyam. Itu yang aku alami saat ini. Saat ini pikiran dan hati sama-sama kalut. Nggak tahu kenapa kelicikan Mas Bima itu seolah aku bisa rasakan. Walau aku sendiri belum tahu, rencana apa yang Mas Bima pikirkan sekarang. Karena dia terlihat lugu dan polos. Mungkin orang lain bisa terberdaya, tapi tidak denganku.Tapi aku sangat yakin jika dia belum berubah. Dia masih jahat dan licik. Itu yang aku nilai dari mantan suamiku sekarang. Aku tahu dia sudah tak sebergaya dulu, tapi aku sangat yakin, walau nampaknya dia tulus tapi di dalam sini belum yakin kalau dia itu benar-benar bisa tulus. Entahlah! Susah aku menjelaskan. *****************
Read more

Next 86

Lastri selama ini juga sudah menganggap Azkia anak kandungnya. Walau hanya keponakan tapi dia sangat care dengan Azkia. Bukan dia saja tapi suaminya juga sama. Sama-sama Sayang dengan keponakannya ini. "Masukan Azkia di asrama, Mbak. Jadi tidak satu rumah dengan Bu Putri. Bukannya tak percaya dengan Bu Putri, tapi kita menjaga kebaikan hubungan kita selama ini, jangan sampai gara-gara masalah ini semuanya jadi kurang baik, apalagi Bu Putri kan juga punya anak laki-laki, jadi menurutku kok kurang pas gitu," jelas Lastri. Kutelan ludah ini sejenak. Mengatur terus diri ini. Setelah Lastri menjelaskan seperti itu, hati ini berkemelut hebat. Sangat hebat. Aku menoleh ke Lastri kemudian menoleh ke Emak secara bergantian. Ingin tahu reaksi ke duanya. Mereka terlihat sama-sama tulus. Ya, aku percaya seribu persen kalau mereka memang sangat tulus dengan aku dan anak-anakku. "Iya, Emak setuju dengan saran dari Lastri. Jadi tidak satu rumah dengan Bu Putri. Tak masalah Azkia di sekolahkan di
Read more

Saran dari Maftuh. 87

Bab 87Reaksi Maftuh"Kalau seperti saran Lastri, Mas setuju. Jadi kita tak melepas begitu saja. Maksudnya tak jadi tanggung jawab Bu Putri, tetap tanggung jawab kita," ucap Mas Maftuh. Aku mengangguk mendengarnya. Ya, aku telah menceritakan tentang saran dari Lastri dan juga Emak. Aku hanya manggut-manggut sejenak. Paham maksud tujuan mereka."Iya, Mas. Aku tapi nggak enak sama Bu Putri, karena beliau sudah senang banget saat aku ngomong kalau Azkia aku titipkan ke beliau. Bu Putri nampaknya sangat senang sekali," jelasku. Ya, saat ini itu yang aku rasakan. Sudah terlanjur ngomong sama Bu Putri. Nggak tahu nanti akan bagaimana reaksinya, jika aku ceritakan masalah ini. Mas Maftuh terlihat menghela napas panjang. Kemudian dia mengusap pelan wajahnya sendiri. Kami sekarang ada di dalam kamar. Sudah selesai makan malam juga. Anak-anak pada belajar di kamarnya masing-masing. "Lebih baik nggak enak sekarang, tapi hati kita sama-sama lega, dari pada nggak enak di belakang," ucap Mas Maf
Read more

Next 88

"Teh ku habis, bisa minta tolong buatin lagi? Mau tidur juga belum ngantuk," jawab mas Maftuh. Seketika bibir ini mengembang. Masya Allah ... cuma minta tolong buatkan teh saja, rasanya kok sweet sekali. Hi hi hi. "Ok, aku buatkan dulu, ya! Tunggu sebentar," balasku dengan penuh semangat. Sungguh sangat ikhlas sekali. Kalau Mas Bima dulu, sudah terasa babu aku dibuatnya. Kalau ini, Alhamdulillah ... dia membuatku nyaman, jadi kalaupun dia meminta tolong, hati ini sangat ikhlas melakukannya. "Iya, terimakasih!" balas Mas Maftuh, sungguh suaranya sangat bikin hati adem sekali. Hanya aku tanggapi dengan senyuman saja. Kemudian aku segera beranjak dan segera melangkah menuju ke dapur. Untuk membuatkan teh hangat untuk suami tercinta.*************************************"Mas aku telpon Bu Putri sekarang aja, ya?" ucapku, meminta saran kepada suami. Karena aku pun juga belum ngantuk. Pun Mas Maftuh. Aku lihat dia juga belum mengantuk. Mas Maftuh melirik ke arah jam dinding. Pun aku men
Read more

pekerjaan itu 89

Bab 89Pekerjaan Itu"Eh, Bima!!! Mau ke mana kamu?" telinga ini tiba-tiba mendengar suara perempuan dengan nada lantang. Segera aku menoleh ke asal suara, ternyata Mami Marka. Astaga ... ini kan belum ada sebulan? Kenapa dia sudah mencariku? Apa dia mau menagih? Ah, kalau ketemu Mami Marka memang bawaannya horor banget. "Eh, Mami Marka," ucapku basa basi hanya untuk menanggapinya saja seraya menggaruk kepalaku yang tak gatal sebenarnya. Dia terlihat melangkah mendekat. Seperti biasa dia ke mana-mana selalu dilindungi oleh bodyguardnya. Bikin serem saja. Aku sekarang sedang di jalan. Jalan kaki mau ke pangkalan ojek. Mau naik ojek ingin segera ke rumah Ali. Seperti yang sudah aku pikirkan, aku iyakan dulu saja pekerjaan dari Ali. Dari pada nggak ada kerjaan dan aku bingung mau makan apa jika uang ini habis. Setidaknya ikut Ali, aku sudah tak mikir makan lagi. Gaji pun utuh. Hanya untuk batu lompatan saja. "Mau ke mana?" tanya Mami Marka ketus. Kutelan ludah ini sejenak. Melihat B
Read more

Bab 90

"Owh ... Bos Ali kebetulan ada di dalam. Apakah sebelumnya sudah ada janji?" tanyanya tegas. Kutelan ludah ini sejenak. Buat janji? Sudah kayak orang penting saja si Ali. Hem ... tapi ok lah ... mungkin memang Ali sangatlah sukses. Satpam ini memanggil Ali dengan sebutan Bos Ali? Keren banget hidup Ali. Benar-benar diluar dugaanku pokoknya. Nampaknya dia juga sangat dihormati sekali. Pokoknya benar-benar diluar dugaanku. "Sudah kemarin," jawabku santai. Ya singkat begitu saja. Kalaupun satpam ini nelpon Ali, pasti Ali nggak kaget aku datang ke sini. "Bentar, saya telpon Bos Ali dulu. Siapa nama anda?" tanya balik satpam itu. Kan, benar dugaanku, pasti satpam ini akan telpon Ali. Itu artinya rumah ini, tak boleh asal masuk orang. Benar-benar penjagaan ketat. "Bima!" jawabku tegas. Hem ... udah kayak ketemu sama presiden saja rasanya. Harus ada janji dan harus di pastikan siapa yang datang. Kerenlah pokoknya. "Bos, ini ada orang bernama Bima, mau ketemu sama Bos!" ucap satpam itu.
Read more

Jawab Telpon. 91

Bab 91Jawab TelponTapi tumben Bu Putri tak angkat telpon dariku. Biasanya walau ngantuk pun, tetap saja dia angkat. Karena Bu Putri orangnya gampang sekali bangun dari tidur. Tak susah. Intinya gampang sekali bangun. Mudah-mudahan Bu Putri baik-baik saja. Tak ada yang terjadi apa-apa dengan beliau. Dreet! Dreet! Dreet!Gawaiku terasa bergetar. Tak berselang lama berbunyi. Segera aku meraih gawaiku ini. "Mungkin dari Bu Putri," ucap Mas Maftuh. Setelah gawai ada di tangan segera aku cek. Ternyata benar. Memang dari Bu Putri. "Iya, Mas, Memang telpon dari Bu Putri," ucapku. Mas Maftuh terlihat mengulas senyum. Segera aku mengangkat telpon dari Bu Putri. "Hallo ... Tih?" terdengar suara khas Bu Putri dari seberang. "Iya, Bu," balasku singkat. "Ada apa tadi nelpon? Aku lagi ...." Bu Putri menghentikan suaranya. Cukup membuat kening ini melipat. Kenapa dia menghentikan ucapannya? Benar-benar tak seperti biasanya. "Emm, Bu Putri lagi sibuk?" tanyaku untuk lebih memastikan. Karena
Read more

Next 92

Komunikasi terputus, aku yang memutuskan. Segera aku meletakkan gawai di tempat semula. Kuhela panjang napas ini. Kemudian aku mendekat ke arah Mas Maftuh. Mas Maftuh sendiri terlihat membenahi posisi. Nampaknya juga terlihat bingung. Bingung? Ya, terlihat dari raut wajahnya. Aku pun juga. Apalagi mendengar nada suaranya yang sangat bahagia itu. Ya Allah ...."Sumpah aku nggak tega, Mas," ucapku. Mas Maftuh terlihat menghela napas panjang. "Kita tidur dulu saja, ya! Kita bahas besok lagi, ya! Badan kita juga butuh istirahat," pinta Mas Maftuh. Sebenarnya aku sangat ingin membahas ini. Tapi, aku juga tak bisa memaksa. Karena ucapannya ada benarnya juga. Karena memang sudah waktunya untuk istirahat. Badan juga sudah terasa lelah. Bukan hanya badan saja yang lelah, tapi pikiran juga. "Ok. Kita istirahat dulu," balasku akhirnya. Walau hati ini berkemelut hebat, tapi aku juga tak bisa memaksakan kehendak. Karena aku juga tak mau ada keributan adu mulut gara-gara ini. Ya Allah ... sem
Read more

Rejeki 93

Bab 93RejekiPagi ini Mas Maftuh yang antar anak-anak ke sekolah. Mudah-mudahan tak ketemu dengan Mas Bima. Kalau sampai ketemu, entah apa yang akan terjadi. Kalau Mas Bima nekad, bisa saja tetap kekeuh ingin ketemu lagi dengan Azkia. Tapi kalau dia kemarin hanya cari simpati saja, mungkin hari ini tak ke sekolahan Azkia lagi. Cari simpati? Ya, seperti itulah aku menilai Mas Bima. Entahlah, mau dia jujur sekali pun, hati ini sudah terlanjur tak percaya. Jadi memang sudah sangat susah membuat hati ini, untuk bisa saling percaya lagi dengan semua ucapannya.Bagiku semuanya yang terlihat baik, menurutku hanya mencari simpati saja, untuk mendapatkan keuntungan dan kebaikan untuk dirinya sendiri. Bukan untuk kebaikan Azkia. Aku yakin itu. Aku sendiri sudah bersiap. Ya, karena pesan Mas Maftuh tadi, memang aku dimintanya bersiap, mumpung dia yang antar anak-anak sekolah. Jadi aku bersiap terlebih dahulu, karena memang aku yang lumayan lama bersiap-siap dibandingkan dia jika mau pergi.
Read more

Next 94

Komunikasi terputus, aku yang memutuskan. Dapat panggilan dari Emak terasa bingung, tapi emang harus segera di jelaskan. Segera aku merapikan diri. Segera menuju ke ruang tamu, sambil menunggu Mas Maftuh pulang antar anak-anak ke sekolah. Ya, pesan Emak memang sangatlah pas. Karena jujur saja aku pun takut, jika ucapanku ini nanti, membuat hati Bu Putri sakit. Atau intinya terjadi salah paham gitulah diantara kami. Mudah-mudahan saja tidak tejadi salah paham atau yang lainnya. Amiin. ***************************"Sudah siap?" tanya Mas Maftuh. Dia baru saja sampai rumah. Aku duduk santai di ruang tamu. Sengaja memang menunggunya. "Sudah," jawabku. Karena memang aku sudah menunggu. Sudah siap meluncur ke rumah Bu Putri. Karena ingin segera membahas ini, biar hati ini sedikit lega. "Yok, berangkat!" ajak Mas Maftuh. "Yok!" balasku penuh semangat. Pokoknya kalau masalah anak, walau capek tetap semangat. Kemudian kami saling beranjak dan melangkah untuk menuju ke mobil. Siap untuk b
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
23
DMCA.com Protection Status