Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 171 - Chapter 180

224 Chapters

Suatu Kerjasama. 95

Bab 95Suatu kerjasama"Yakin mau kerja jadi tukang kebun?" tanya Ali, mungkin memastikan, atau memang mau merendahkan. Entahlah!"Iya, aku yakin," jawabku. Kalau benar-benar tak butuh pekerjaan, aku pun tak mau jadi tukang kebun. Tapi dari pada nanti aku dikejar-kejar Mami Marka lebih baik aku jadi tukang kebun dulu saat ini, tak masalah, yang penting aku dapat uang. "Ok! Sebelumnya kita ngobrol dulu sejenak!" ucapnya. Cukup membuat keningku melipat. "Ok," balasku sok santai. Ya, aku memang berusaha sesantai mungkin. Agar tak terlihat gugup. "Sebenarnya aku tak menawarkan kerjaan tukang kebun untukmu. Kala itu kita ada di warung makan, tak mungkin aku katakan yang sejujurnya di sana, yang penting kamu datang dulu," ucap Ali. Cukup membuatku semakin melipat kening. Karena bingung. "Lalu? Kerjaan apa yang akan kami berikan?" tanyaku penasaran. Dia terlihat mengulas senyum. Senyum yang tak bisa aku artikan. "Ya, aku sengaja menyebut tukang kebun, karena aku juga ingin tahu, kamu se
Read more

Bab 96

Ali terlihat memainkan rokoknya. Ya, habis makan kami memang merokok. Sungguh nikmat sekali rasanya. Andaikan setiap hari bisa seperti ini, aku tak akan mendekati dan mengemis untuk bisa dekat dengan Azkia. Kurang ajar memang si Ratih. Berani dia memisahkan aku dengan anak kandungku sendiri. Dosa besar sekali dia!"Katamu kan, kamu mantan narapidana. Dulu bisa masuk penjara gara-gara apa?" jelas Ali. Seketika bibir ini sedikit menganga. Owh ... ternyata ke situ arah pembicaraan ini. Mungkin dia mulai penasaran dengan hidupku yang tragis ini. Ya, masa laluku memang tragis, bahkan tragisnya sampai sekarang masih aku rasakan. "Panjang sekali kisahnya," jawabku singkat. Karena jujur saja aku malas jika disuruh untuk bercerita. "Panjang? Persingkat saja! Ceritakan intinya!" pinta Ali. Kuhela sejenak napas ini. Nampaknya dia memang benar-benar penasaran. Sudahlah aku ceritakan saja. Hitung-hitung ucapan terima kasih karena telah ngajak aku makan dengan lauk yang sangat enak sekali Hari i
Read more

Tersampaikan Juga 97

Bab 97 Tersampaikan juga"Emak kok nggak diajak ke sini?" tanya Bu Putri setelah aku dan Mas Maftuh sudah sampai. Aku dan Mas Maftuh saling beradu pandang sejenak. Mungkin Bu Putri hanya basa-basi saja. Dari pada diam. He he he. "Nggak, Bu, Emak memang agak susah kalau diajak keluar," jawabku. Ya, memang Emak seperti itu faktanya. Kalau tak penting banget dia tak mau ikut. Kalau pun dia mau ikut, pasti dia minta ikut. Tapi tadi aku memang tak menawarkan agar Emak ikut. Badan Emak juga sudah tua. Jadi biarkan Emak di rumah saja. Naik mobil pun Emak kurang suka. Lebih baik naik motor. Karena sedikit kliyengan jika naik mobil. Kasihan juga. "Owh," jawabnya seraya manggut-manggut. "Duduk dulu!" pinta Bu Putri. Ya kami memang baru saja sampai. Belum sampai duduk, masih melangkah pelan menuju ke kursi ruang tamu. "Iya," jawabku sopan. Sesopan mungkin. Walau kami sangat dekat, tapi sopan santun tetap harus di jaga. Saling menghargai dan menghormati itu memang sangat penting. Biar hubun
Read more

Next 98

"Emm ... gimana sudah ngurus surat pindah untuk Azkia?" tanya Bu Putri, setelah kami ngobrol hal nggak penting sebelumnya. Bahas hal-hal yang menarik dan cukup membuat ledak tawa. Biar tak hening dan tegang. Sambil menikmati apa yang disuguhkan. Ya, sambil menikmati minuman dingin dan camilan yang di sediakan Bu Putri, akhirnya beliau tanya hal itu. Karena cukup membuat bingung mau memulai. Tapi, akhirnya Bu Putri menanyakan hal itu juga. Jadi mungkin ini waktu yang pas dan tepat. Semoga saja seperti itu. Semoga saja sesuai dengan apa yang diharapkan. Tak meleset. Aku dan Mas Maftuh saling beradu pandang. Jujur saja jantungku ini berdegub nggak nyaman. Jika membahas Azkia pokoknya jantung ini merasa tak nyaman saja. Entahlah!"Kenapa?" tanya Bu Putri melihatku dan Mas Maftuh bergantian. Kutelan ludah ini sejenak. Seolah beliau sedang menilai ekspresi kami. "Nggak, Bu, kami ke sini niatnya memang mau membahas Azkia, membahas tentang sekolahnya," jawabku hati-hati. Bu Putri terlihat
Read more

Ketinggalan Jaman. 99

Bab 99Ketinggalan Jaman"Kamu nggak ingin menemani Kakek di sini?" tanya Kakek padaku. Cukup membuatku bingung mau menjawab apa. Karena aku juga tak mungkin pisah sama Mama untuk saat ini. Aku sangat tahu bagaimana Mama. Tapi, sebenarnya juga kasihan sama Kakek. "Iya, Bran. Kasihan Kakek," sahut Mbak Lita. Kutelan ludah ini sejenak. Aku memang lagi keluar sekarang. Ingin membeli sepatu. Ditemani Mbak Lita dan Kakek. Sepatuku sebenarnya masih sangat bagus, tapi aku memang sengaja ingin beli baru. Hitung-hitung ingin keluar juga. Bosen di rumah terus. "Gibran masih harus menyelesaikan sekolah dulu," jawabku akhirnya. Kakek terlihat manggut-manggut. Kemudian dia mengulas senyum. Senyumnya sangatlah tulus. Cukup membuat nyaman sekali jika didekat Kakek. "Emm ... kalau sudah lulus sekolah, mau temani kakek?" tanya Kakek lagi. Nampaknya memang sangat berharap untuk aku tinggal di sini. Gantian aku yang mengulas senyum."Emm, insyallah, Kek, semoga kita diberi umur panjang ya, Kek," jaw
Read more

Bima. 100

POV Bima*************************"Lalu, pekerjaan apa yang ingin kamu tawarkan, selain tukang kebun?" tanyaku untuk lebih memastikan lagi. Aku sudah cukup banyak bicara. Sudah waktunya aku tahu, pekerjaan apa yang akan ia berikan. Semoga saja lebih layak lagi. Biar aku bisa segera bangkit dari keterpurukan ini. "Sabar! Tenang! Sellow!" jawabnya seolah meledek. Sialan memang! Kalau nggak karena aku butuh, sebenarnya malas banget. Ya, karena aku butuh saja, makanya aku turuti semua keinginan dia. Sabar Bima! Sabar! Yakinlah, kalau Ali akan memberikan kamu pekerjaan yang sangat layak. Jadi kamu bisa membungkam mulut orang-orang yang sekarang meremehkan dan merendahkanmu. "Ok," hanya itu tanggapan dariku. Terserah dialah maunya bagaimana. Aku turuti saja dulu. Biar dia puas dengan permainan yang sedang ia jalankan.Permainan? Ya, aku sangat yakin memang dia sedang menjalankan suatu permainan. Aku ikuti saja. Ikuti dengan pasti! Ya, pelan tapi pasti. "Ikut denganku!" pinta Ali. Kenin
Read more

Akhirnya. 101

Bab 101Akhirnya"Kalau itu memang keputusan kalian, saya juga tak hak untuk melarang," ucapku akhirnya. Setelah sekian menit terdiam. Karena memang sedang mencerna. Mereka ngomong baik-baik, maka aku juga harus menanggapinya dengan baik-baik juga. Biar tak ada hati yang saling terlukai. Karena lidah itu lebih tajam dari pada pedang. Sebenarnya mendengar Azkia mau dimasukan ke asrama, aku kurang setuju. Karena sebenernya aku sangat ingin Azkia ikut satu rumah denganku. Tapi, jelas mereka ngomong seperti itu, sudah mereka rundingkan dan pikir matang-matang. Karena mereka tetap menginginkan yang terbaik buat Azkia. Tetap mereka memikirkan yang terbaik untuk semuanya. Mungkin sudah panjang mereka mencerna dan menimbang. Aku lihat Ratih dan Mas Maftuh saling beradu pandang sejenak. Aku sangat yakin mau menyampaikan ini pun mereka juga berat. Pasti juga memaksakan diri untuk berani bicara. Aku yakin itu, karena aku sangat tahu bagaimana mereka. "Ibu tak marah?" tanya Ratih. Mungkin dia
Read more

jebakan. 102

Bab 102Jebakan"Di ruangan itu kamu akan tahu," ucap Ali seraya menunjuk. Mataku segera mengikuti tangan Ali menunjuk. Cukup membuatku semakin penasaran. Hingga aku gigit bibir bawah ini, agar tetap terlihat santai. "Emm ....""Ayok masuk! Biar kamu tahu! Dari situ lah kamu akan tahu, pekerjaan apa yang akan aku berikan padamu," ucap Ali. Ku tarik kuat-kuat napas ini, kemudian mengembuskan pelan. Nggak tahu kenapa, rasa penasaran semakin menyeruak, tapi rasa deg-degan juga semakin menjadi. Semoga bukan pekerjaan yang akan menggiringku untuk masuk penjara lagi. Aku benar-benar harus waspada. Karena hati ini sudah merasa tak nyaman. Entahlah!Ali terlihat melangkahkan kaki lagi. Karena biar tak penasaran, akhirnya aku juga mengikuti langkah kaki Ali lagi. Ingin tahu apa sebenarnya isi ruangan yang telah dibuka itu. Ingin tahu juga aku harus bekerja sebagai apa. Saat kaki ini sudah berada di ambang pintu, Ali membentangkan ke dua tangannya dengan gagahnya. Aku hanya bisa terdiam denga
Read more

Next 103

"Aku tahu, tapi biarkan itu menjadi urusanku," jawabku untuk lebih meyakinkan. "Ok, kalau memang itu keputusanmu. Tapi ingat! Jangan sampai orang di luar sana tahu. Kalau sampai ada tahu, apalagi polisi, kamu orang pertama yang akan aku cari!" ucap Ali, seolah dengan nada mengancam. Kuulas bibir ini sejenak. "Kamu tenang saja! Aku akan tutup mulut. Tapi ingat cepat atau lambat bau bangkai pasti akan tercium juga," balasku. Dia terlihat menyeringai kecut. Kemudian mengangkat kedua bahunya. Entah apa maksudnya. "Aku sudah lama menjalan kan bisnis ini, selama ini akan. Tapi setelah aku bawa kamu ke sini dan kalau sampai ada yang tahu, berarti kamu pelakunya," balas Ali dengan nada santainya. Tenang! Tenang! Tenang! Aku yakin ini hanya gertakan dia saja. Tenang! Santai! Jangan terbawa alur! Dia itu berarti sudah bukan Ali yang polos dulu! Kalau dia berani menjalankan bisnis ini, berarti dia licik! "Ok, terimakasih! Aku mau pulang dulu!" pamitku kemudian beranjak. Sengaja aku jawab se
Read more

Keputusan Akhir. 104

Bab 104Keputusan Akhir"Di mana?" tanya Mas Budi dari seberang. Ya, tumben kakak lelakiku ini nelpon aku. Bisanya juga sangat jarang sekali. Kalau telpon pasti ada hal penting yang akan dia sampaikan. "Di rumah, kenapa, Mas?" jawab dan tanyaku balik. "Aku mau ketemu, ada yang mau aku omongkan," jawab Mas Budi. Cukup membuat kening ini melipat. Nada suaranya terdengar sangat serius. Cukup membuat deg-degan saja. "Tentang apa?" tanyaku penasaran. "Azkia," jawabnya singkat. Astaga ... tentang Azkia? Ya memang dia tak aku ajak rundingan masalah Azkia. Apa dia sakit hati karena dengar dari Emak atau Lastri? Atau ada hal lain selain memindahkan Azkia? Entahlah!"Owh ... ok," jawabku santai. Lebih tepatnya sok santai. Karena mendengar nada suara Mas Budi dia sangat serius sekali. "Ada siapa di rumah?" tanya Mas Budi. "Komplit. Anak-anak dan suami ada di rumah semua," jawabku. Ya memang saat ini komplit. Mereka semua ada di rumah. "Bagus kalau gitu. Aku siap ke sana," ucap Mas Budi.
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
23
DMCA.com Protection Status