Semua Bab Kamu Berulah, Waspadalah!: Bab 191 - Bab 200

224 Bab

Bab 9

Di dekat Azkia, aku memang hanya bisa mengandai-andai saja. Menggandai-andai jika hidupku seperti Azkia. Tapi faktanya, hidupku tak seberuntung hidupnya. Walau di dekat Azkia aku selalu merasa iri dengannya, tapi nggak tahu kenapa, setiap hari aku menghampirinya. Setiap hari aku main ke rumahnya. Walau dengan hati yang sangat berkemelut hebat. Merasa upik abu saat bersama Azkia. Tapi, setiap hari aku selalu mencarinya. Lebih baik aku di rumah Azkia, walaupun aku banyak iri dengan hidupnya. Daripada aku harus tinggal di rumah, yang mana setiap hari telinga ini selalu mendengar pertengkaran kedua orang tua. Itu lebih menyakitkan. Maafkan aku Azkia. Nggak tahu apa yang terjadi, jika kamu tahu, jika hatiku ini sangat iri dan cemburu dengan kehidupan yang kamu miliki. ********Kami sudah sampai Bandara dengan selamat. Alhamdulillah. Azkia berkali-kali merapikan dirinya. Merapikan pakaiannya. Seolah dia memang ingin terlihat cantik di depan Gibran. Tapi, kalau aku bicara jujur seperti
Baca selengkapnya

Bab 10

"Alina sini!" Askia memanggilku dengan melambaikan tangannya, pertanda meminta aku untuk segera mendekat padanya. Seketika panggilan Azkia barusan membuyarkan lamunanku. Segera aku tanggapi dengan anggukan kepala, pertanda aku memang hendak menghampiri mereka.Lelaki yang bernama Gibran tersebut, barusan juga menoleh ke arahku. Dengan langkah kaki yang terpaksa, aku melangkah mendekati Azkia dan temannya itu. "Ini yang namanya Gibran. Kenalan dulu!" ucap Azkia. Dia terlihat sangat bahagia. Azkia nampak sangat bahagia, sangat jauh berbeda sebelum Gibran datang. Dengan ragu, aku menganggukan kepala ini. Lelaki bernama Gibran tersebut, mengulurkan tangannya. Dengan tangan gemetar, aku membalas uluran tangan dari Gibran. "Gibran.""Alina."Kemudian kami saling melepaskan jabatan tangan ini. Setelah itu, aku menundukkan kepala lagi. Rasa gerogi di dalam hati, sangat aku rasakan. Mudah-mudahan Azkia tak mencurigaiku. "Tanganmu dingin sekali kamu habis dari mana?" tanya Gibran. Ditanya
Baca selengkapnya

Bab 11

"Kamu lama kan di sini?" tanya Azkia. Kami sudah berada di rumah makan. Aku merasa menjadi obat nyamuk di antara mereka. Merasa tersisihkan dan bingung juga mau ikut masuk dalam obrolan mereka. Pokoknya aku banyak diamnya."Mungkin satu mingguan. Nanti kamu harus ikut aku pulang ke Malaysia. Harus satu mingguan juga di sana. Aku datang ke sini karena jemput kamu. Bukan hanya sekedar datang aja ini." Aku hanya bisa menelan ludah, mendengar percakapan mereka. Terus aku aduk-aduk makanan ini. Rasanya semakin tak selera makan. Aku melirik ke arah Azkia. Dia terlihat mengulas senyum. Senyum yang sangat terlihat bahagia. Tatapan mata mereka menyiratkan cinta. Itu yang aku nilai dari mereka. Bukan hanya sekedar teman atau sahabat. "Kamu harus ijin dulu dengan ke dua orang tuaku." Azkia seolah memberikan tantangan. Gibran terlihat manggut-manggut masih dengan ekspresi senangnya. Tantangan yang diberikan Azkia, seolah tak ada apa-apa bagi Gibran. Justru dengan senang hati, seolah Gibran mene
Baca selengkapnya

Bab 12

Hari ini hatiku cukup sesak, melihat bagaimana kedekatan Azkia dan Gibran. Rasanya semakin iri dan semakin cemburu. Tapi aku bisa apa kecuali diam. Mereka memang sudah berteman sejak lama. Sedangkan aku?Karena semakin sesak dada ini, aku memutuskan untuk pulang. Walau aku sangat tahu, sampai di rumah pun mungkin dada ini semakin sesak, karena mungkin bisa mendengar pertengkaran mama dan papa. Tapi ya sudahlah, memang seperti ini takdir hidupku. Sebelum ada Gibran aku tenang di rumah Azkia. Keluarga mereka adalah keluarga idaman yang aku impikan. Adanya Gibran nggak tahu kenapa, hati ini semakin tak nyaman. Apalagi melihat kedekatan mereka yang sangat membuat orang iri melihatnya. Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar. Sengaja aku mengunci pintu kamar ini. Kalaupun nanti ada mama dan papa bertengkar, aku tak begitu mendengarnya. Azkia maafkan aku. Maafkan aku yang selalu cemburu dan iri dengan kehidupanmu. Padahal kamu adalah teman yang sangat baik. Bahkan detik ini pun, k
Baca selengkapnya

Bab 13

"Kamu ngapain di sini?" Tiba-tiba telinga ini mendengar suara seorang laki-laki. Karena penasaran aku segera menoleh ke arah suara tersebut. "Dion?" Ternyata Dion yang menyapaku. Dia kemudian duduk tak jauh dari kursiku."Tumben sendirian nggak sama Azkia?" Seketika aku menarik napas ini. Apakah dia datang karena aku sendirian? Atau dia datang karena mencari Azkia? Selalu Azkia pemenangnya."Iya, lagi pengen sendiri aja. Kenapa, kamu mencari Azkia?" jawab dan tanyaku balik. "Iya sih aku mencari Azkia. Perempuan cantik yang cukup mencuri perhatian banyak lelaki, termasuk diriku." Jleb!Ucapan Dion barusan, cukup membuatku merasa semakin tak ada apa-apanya dibanding dengan Azkia. Aku yang selalu kemana-mana bersama Azkia, seolah aku hanyalah pelayannya saja. Berarti semua lelaki menoleh ke arahnya, bukan menoleh ke arahku. "Iya Azkia memang cantik." Hanya aku tanggapi seperti itu. Lelaki bernama Dion tersebut, terlihat manggut-manggut seolah membenarkan apa yang aku katakan. Kutari
Baca selengkapnya

Bab 14

Permintaan Dion Cukup membuatku bimbang. Aku memang teman dekatnya Azkia. Tapi aku tidak mungkin memenuhi permintaan Dion. Kalau aku penuhi permintaan Dion, bisa jadi Azkia yang marah denganku. Tapi nggak tahu kenapa, aku juga nggak tega sama Dion.Aku belum menyanggupi permintaan Dion. Aku meminta waktu untuk memikirkan ini semua. Sekarang aku seorang diri di dalam kamar. Kamar yang menurutku cukup luas ini. Adanya Gibran bermain ke Indonesia untuk menemui Azkia, cukup membuatku kesepian. Karena aku tak berani mengganggu waktu mereka. Tak berani main ke rumah Azkia. Harusnya ada Gibran, harusnya nambah temen. Harusnya aku tak merasa kesepian seperti ini. Tapi yang terjadi sebaliknya. Lebih baik nggak usah ada Gibran sekalian. Jadi aku bisa bermain dengan Azkia sepuasku dan semauku.Sebenarnya Azkia juga tidak melarangku untuk main ke rumahnya. Cuma aku saja yang tak enak hati dengannya, karena dia sudah sangat lama sekali tidak bertemu dengan Gibran. Apalagi mereka sudah terpisah
Baca selengkapnya

Bab 15

"Akhirnya kamu miscall aku juga. Cuci tangan aja kok lama banget, ya. Mau aku telepon kok takut ganggu. Jadi ya memang nunggu miscall dari kamu." Seperti itu ucapan Dion saat aku mengangkat telepon darinya. Memang cukup lama telepon kami tadi mati. Walau sebenarnya hanya cuci tangan alasannya, tapi sebenarnya aku sedang menata hati. Karena memang tidak habis selesai makan."Iya maaf, ya, kalau lama. Tadi ada sesuatu hal yang tak bisa ku jelaskan." Hanya aku bisa tanggapi seperti itu. Aku masih di kamar, cuma sekarang aku duduk di sofa. Sofa mini yang tak jauh dari ranjangku. "Nggak masalah. Kamu mau mengangkat teleponku saja, aku sudah senang banget. Udah nggak sabar ingin tahu jawaban kamu, mau nggak nolong aku." Aku terus menguasai diriku sendiri. Nampaknya teleponan dengan laki-laki, tapi yang dibahas perempuan lain. Azkia, sahabatku sendiri. "Sejujurnya aku bingung sama posisiku. Mau nolong kamu, tapi Azka itu teman dekatku, aku takut dia kecewa karena merasa aku khianati. Tapi
Baca selengkapnya

Bab 16

POV Azkia"Aku senang banget bisa bertemu dengan kamu lagi." Ucapan Gibran barusan, cukup membuatku tersenyum. Karena sebenarnya aku sendiri juga sangat senang bisa bertemu lagi dengan Gibran lagi. "Sama, begitu juga denganku. Aku juga sangat senang banget bisa ketemu kamu lagi. Kita sudah cukup lama tak bertemu." Aku pun menanggapi ucapan Gibran dengan hati yang sangat senang. Bibir ini pokoknya selalu melempar senyum. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku ini terhadap Gibran. Yang aku tahu, aku nyaman dengannya. Yang aku tahu, waktu terasa cepat berputar saat berada di sisinya. Aku dan Gibran hanya berdua saja sekarang. Kami sengaja keluar dari rumah, nongkrong santai karena ingin meluapkan apa yang ingin di luapkan. Yang jelas Mama dan Papa sudah puas ngobrol dengan Gibran. Sudah puas juga tanya-tanya bagaimana kabar Tante Putri dan papanya."Aku sudah lama menunggu ini. Menunggu pertemuan kita ini. Entahlah, walaupun sudah terpisah lama, hanya komunikasi lewat sambungan telepon,
Baca selengkapnya

Bab 17

"Kamu itu sudah lama, ya, dekat sama Alina?" Ketika aku mengerutkan kening, karena Gibran tanya seperti itu. "Sudah lumayan, sih. Emangnya kenapa?" jawabku dan sengaja tanya balik. Gibran melemparkan senyum tipisnya. "Aku tanya aja. Tapi nggak tahu kenapa, aku merasa gimana gitu, kamu dekat dengan dia." Tentu saja aku semakin penasaran dengan ucapan Gibran barusan. Berusaha mencerna lebih. "Emang Kamu ngerasa gimana? Alina anaknya baik kok selama ini. Selama ini dia juga tidak pernah dekat dengan laki-laki. Emang kamu merasakan gimana, sih?" Tentu saja rasa penasaran semakin menjadi. Karena nggak tahu kenapa, hati ini merasa bagaimana gitu, saat Gibran menyebut nama Alina. "Aku kalau ngomong apa adanya, nanti kamu gimana gitu sama aku." Aku menelan ludah ini sejenak. "Ya nggaklah. Emang kenapa dengan Alina? Yang aku tahu dia sangat baik. Selama ini, dia juga nggak neko-neko." Aku berusaha meyakinkan kepada Gibran, kalau aku akan tetap bisa menguasai diriku, apapun yang akan dia k
Baca selengkapnya

Bab 18

"Bagaimana, apakah kamu setuju dengan saranku?" tanyaku kepada Dion. Sudah aku jelaskan bagaimana saran yang menurutku itu terbaik. Menurutku memang terbaik, tapi nggak tahu kalau menurut Dion. Dion tidak langsung menanggapi. Terlihat dia mengusap wajahnya terlebih dahulu. Mungkin dia galau dengan apa yang baru saja aku sampaikan. Entahlah, aku semakin bingung di posisi ini. Pikiran ini rasa terpecah. Begitu juga dengan hati yang semakin kacau rasanya."Aku kurang srek." Aku tarik nafas ini sejenak. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Karena yang namanya saran juga tidak bisa dipaksakan. Kalau yang diberi saran mau, ya syukur, tapi kalau tidak mau, ya juga tidak bisa dipaksakan.Mungkin menurutku saran dariku itu cukup bagus. Tapi bagi Dion itu tidak. Tapi kalau aku menjalankan apa keinginan Dion, aku tidak setuju. Tapi saat aku beri saran, ternyata justru Dion yang gantian tidak srek. Cukup semakin membuat tak enak hati. "Semua terserah kamu Dion. Aku tak bisa membantu lebih. Karena
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
181920212223
DMCA.com Protection Status