Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 201 - Chapter 210

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 201 - Chapter 210

224 Chapters

Bab 19

"Kan ada Gibran. Jadi aku sengaja nggak main dan sengaja juga tidak telepon kamu, karena aku tidak mau ganggu kalian. Kalau ada aku nanti, kamu tidak leluasa ngobrol dengan Gibran. Kalian tidak puas ngobrolnya kalau ada aku. Jadi aku sengaja memberikan kalian waktu untuk berdua. Apalagi kalian baru saja ketemu, setelah sekian lama tidak bertemu." Sengaja aku menanggapi seperti itu. Karena memang itulah yang terjadi padaku. Aku tak enak hati, jika mengganggu waktu mereka. "Kamu sweet banget, sih. Kamu memang teman yang baik. Tapi aku ingin ketemu kamu lo, boleh nggak?" Hatiku semakin tersayat sayat rasanya. Orang sebaik Azkia, tapi aku masih saja cemburu dengan kehidupannya. Aku iri dengan takdir hidupnya. Kenapa aku harus iri dengan dia? Alina, Alina, harusnya kamu bersyukur memiliki teman seperti Azkia, bukan malah iri dengan hidupnya. Aku sadar aku iri dengan Azkia, tapi aku juga terus mengingatkan diriku sendiri, untuk tidak terus-menerus iri dengan hidup Azkia. Karena aku tidak
Read more

Bab 20

Permintaan Gibran untuk mengajak ketemuan bertiga bersama Alina, Cukup membuatku galau sebenarnya. Tapi ya sudahlah, aku turuti saja permintaan Gibran. Di dalam hati ini, aku yakin kalau Alina adalah teman yang baik. Sebenarnya penjelasan Gibran, cukup membuatku tercengang. Antara percaya dan tidak percaya. Tapi nggak mungkin kan Gibran bohong denganku?Atau nggak mungkin kan, Alina tega denganku. Entahlah aku sama-sama nggak yakin, kalau mereka tega denganku karena aku menganggap mereka semua baik. Akhirnya aku sudah menghubungi Alina. Cukup membuatku sedikit lega. Kayaknya Alina tidak ada berpikiran apa-apa tentang aku. Nada suaranya tetap terdengar santai di telinga ini. Mudah-mudahan nanti apa yang disampaikan Gibran, tidak membuat aku dan Alina menjauh. Karena selama ini, aku memang tidak ada masalah dengan Alina. Tidak ada suatu masalah serius dengan Alina. Kami baik-baik saja dan aku berharap akan terus seperti itu. Jadi pengakuan Gibran kemarin, cukup membuatku tercengang.
Read more

Bab 21

"Kalian sama-sama penting dalam hidupku. Aku tidak bisa memilih, karena kamu teman di masa kecilku hingga detik ini. Sedangkan Alina, memang bukan teman dari kecil. Tapi semenjak aku kenal dengan dia, dialah yang selalu ada, saat aku lagi sedang ada masalah. Begitu juga sebaliknya, jika Alina sedang ada masalah, aku berusaha menjadi teman terbaik, yang bisa mendengarkan semua cerita dia. Agar uneg-unegnya bisa ia lepaskan dengan sempurna. Agar tak begitu merasakan sakit. Tapi aku juga nggak nyangka kalau ternyata kalian ...."Sengaja tak aku lanjutkan ucapanku. Karena rasanya lidah ini terasa kelu. Sungguh, rasanya tak kuasa. Gibran kemudian meraih tanganku. Meremas tangan ini pelan. Aku merasakan dia sangat tulus denganku. Aku tahu kalau Gibran tulus denganku, tapi aku juga yakin kalau Aliina juga tulus denganku. Juga tulus selama menjadi sahabatku. "Hatimu dari kecil sampai detik ini tidak berubah. Kamu tetap baik dan tetap tidak enakan dengan orang. Itu yang membuatku sakit denga
Read more

Bab 22

"Ini minuman untukmu." Azkia menyodorkan minuman yang ia pesankan untukku. Aku melempar senyum, kemudian menganggukkan kepala ini. Tetap berusaha untuk terlihat tenang. Selama Azkia memesankan minuman, aku hanya berdua saja dengan Gibran. Rasanya aku salah tingkah saat berada di depannya. Mudah-mudahan Azka tidak membaca ini. Karena aku yakin, daei kejauhan, Azkia pasti memperhatikan aku. Bukan hanya Azkia saja, tapi aku juga berharap, mudah-mudahan Gibran tidak menilai tingkahku ini. Aku nggak tahu, mereka bisa menilainya atau tidak. Tapi aku berusaha untuk biasa saja. Berusaha seolah tidak pernah terjadi apa-apa. "Terima kasih, ya." Aku menanggapi minuman yang disodorkan oleh Azkia. "Sama-sama!" Kemudian Azkia kembali duduk di tempatnya. Aku melihat Gibran, sedang meraih minuman yang ia pesan. Kemudian menyeruput minumannya itu. Nggak tahu ini hanya perasaanku saja atau bagaimana, aku merasa bahwa Gibran juga merasakan, apa yang sedang aku rasakan sekarang. Salah tingkah. "Ali
Read more

Bab 23

Ya Allah ya Allah ... Ternyata benar kata orang. Sekali berbohong, akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan yang lainnya. Maafkan aku Azkia. Tak ada niat ingin membohongi kamu. Tapi mau tak mau memang aku harus berbohong seperti ini.Aku melirik ke arah Gibran. Kali ini dia sudah Terlihat agak tenang. Tidak seperti tadi, yang aku menilainya seolah dia juga salah tingkah. "Owh, nggak sengaja ketemu. Kirain aku memang sengaja chat-chatan gitu atau telepon-teleponan gitu untuk ketemuan. Kalau memang itu terjadi, berarti kamu sudah punya teman dekat lelaki dong. Aku kok merasa gimana gitu, karena kamu nggak ada cerita. Ternyata aku salah paham." Aku hanya bisa nyengir saja, mendengar tanggapan dari Azkia. "Enggak, hanya kebetulan saja. Pulang dari cafe itu, aku rebahan di kamar, terus kamu nelpon ingin ngajak ketemuan. Ya, maaf kalau kucel dan terlihat tertekan gitu." Ini menjadi alasan yang kuat menurutku, agar mereka tidak menilaiku yang bagaimana bagaimana. Azkia terlihat mang
Read more

Bab 24

POV Ratih (Mamanya Azkia)"Kamu sangat yakin melepaskan Azkia, yang akan pergi ke Malaysia bersama Gibran?" tanya Mas Maftuh padaku. Aku anggukkan kepala ini. Hatiku sangat yakin Gibran adalah lelaki yang baik. Bisa menjaga Azkia. Aku pun sangat yakin kepada Gibran, kalau dia bisa melindungi dan menjaga Azkia selama di Malaysia. Aku sangat yakin, didikan dari Ibu Putri pasti sangatlah baik. "Kalau Gibran itu bukan anak yang baik, dia tidak akan ke sini menjemput Azkia dan ijin dengan sangat sopan. Lagian kita juga tahu bagaimana Bu Putri dan Pak Aksa. Kita sudah mengenal mereka sangat lama bukan? Jadi aku sangat percaya dengan mereka, kalau Azkia akan baik-baik saja bersama mereka." Mas Maftuh kemudian menundukkan kepalanya. Beliau memang bukan ayah kandung Azkia. Tapi rasa sayangnya kepada Azkia aku bisa merasakan. Tidak terlihat sebagai ayah tiri. Bagi orang yang tidak tahu, seolah Mas Maftuh ini adalah ayah kandung dari Azkia. Sungguh aku sangat bersyukur memiliki lelaki yang sa
Read more

Bab 25

Dia terlihat salah tingkah, saat aku tanya seperti itu. Sedangkan Gibran sendiri, wajahnya juga terlihat tegang. Mereka habis kelar bareng, bukannya terlihat bahagia, tapi justru sebaliknya. "Siapa yang habis menangis, Ma, hanya kelilipan aja ini." Azkia menjawabnya seperti itu. Tapi jawaban Azkia tidak membuat hati ini tenang. Aku merasa seolah dia berbohong. Tapi, entahlah."Kamu yakin hanya kelilipan?" tanyaku lagi untuk lebih memastikan. Bibirnya terlihat mengulas senyum. Tapi, aku melihatnya itu senyum memaksa yang ia berikan."Yakin, Ma. Ya udah Azkia menuju ke kamar dulu, ya." Balas Azkia terlihat memaksakan diri untuk tenang. Ya, aku menilainya seperti itu. "Yaudah kamu cuci muka dulu, ya, biar mata kamu itu nggak merah kayak gitu." Pesanku kepada Azkia, dia terlihat menganggukan kepalanya. "Gibran juga ke kamar ya, Tante, Om?" Gibran juga pamit untuk menuju kamarnya. Segera aku anggukkan kepala ini. Nggak tahu, ini perasaanku saja atau bagaimana, antara Gibran dan Azkia t
Read more

Ban 26

"Apa yang harus dijelaskan? Apa yang harus di jelaskan, kita kan juga baru ketemu? Jadi aku bingung, minta penjelasan seperti apa?" ucap Alina saat menanggapi perkataan dari Gibran. Aku berusaha tetap tenang. Aku berusaha untuk tetap mendengarkan, apa yang akan mereka katakan. Aku melirik ke arah Gibran. Dia mengusap wajahnya. Ekspresinya terlihat sangat kusut. Aku nggak tahu siapa yang benar. Di saat sudah bertemu seperti ini, aku tentu saja semakin bingung. "Sebenarnya apa yang kalian tutupi dari aku?" tanyaku kepada mereka. Aku menatap Gibran dan Alina bergantian. Ekspresi mereka sama-sama tidak nyaman. Aku sangat bisa menilai itu dari mereka. Alina terlihat salah tingkah dan kebingungan. Kalau Gibran, dia walaupun nampak tidak nyaman, tapi nampaknya dia masih bisa menguasai dirinya. "Azkia, kamu tuh ngomong apa, aku nggak paham. Nggak ada, kok, yang aku tutupi dari kamu. Kan kita ke sini niatnya mau happy-happy, kenapa malah jadi canggung kayak gini, sih? Nggak enak banget tah
Read more

Bab 27

Alina sampai terkejut karena aku berbicara dengan nada lantang. Mungkin ini untuk pertama kalinya dia mendengar, aku ngomong dengan nada tinggi seperti ini. Karena biasanya, aku memang tidak pernah berbicara dengan nada tinggi. Nggak tahu kenapa, ini refleks begitu saja. Rasanya aku cemburu dan iri. Alina dan Gibran adalah temanku. Orang yang aku anggap penting dalam hidupku. Tapi kenapa mereka menyembunyikan suatu hal, yang seolah aku tidak boleh tahu. "Maafkan aku Azkia, aku memang memotong ucapan Gibran dari tadi. Karena memang kami tidak ada apa-apa. Gibran aja itu yang ngaco. Ada-ada saja dia itu." Aku melihat, semakin Alina berusaha untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi, semakin dia berusaha santai, di situlah aku semakin yakin kalau ada hal yang memang mereka tutupi dariku. Dada ini terasa naik turun.. Begitu juga dengan napas ini yang memburu. Segera aku raih minuman yang sudah aku pesan. Meneguknya hingga tak tersisa. "Katanya kalian menganggap aku teman. Katanya kali
Read more

Bab 28

"Azkia, kamu masih marah sama aku? Udah ratusan kali lah aku nelpon kamu, baru kamu angkat ini." Alina sekarang menelponku. Memang sudah ratusan kali dia menelpon, tapi memang tidak aku angkat. Sengaja. Gibran juga seperti itu. Panggilan masuk dan pesan singkat, juga tidak aku tanggapi darinya, walaupun aku dan dia satu rumah. Kalau pas ketemu di meja makan, aku berusaha biasa saja, agar Mama tidak curiga. "Ada apa?" tanya aku singkat dengan nada ketus. Nggak tau kenapa, aku memang lagi malas dihubungi oleh Alina. Bukan hanya Alina saja, tapi juga dengan Gibran. Walau satu rumah, hanya di depan orang tuaku saja aku seolah tidak ada apa-apa. "Iya aku pengen teleponan sama kamu, seperti biasanya. Kan emang setiap hari kita sering teleponan. Jangan hanya gara-gara kemarin, kita jadi seperti ini." Seperti itulah tanggapan dari Alina, cukup membuat dada ini sesak, bahkan semakin sesak. Hanya gara-gara katanya. Entahlah, kata-kata itu seolah terdengar tak sopan di telinga ini. Kutarik p
Read more
PREV
1
...
181920212223
DMCA.com Protection Status