Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 211 - Chapter 220

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 211 - Chapter 220

224 Chapters

Bab 29

Tit!Komunikasi kami terputus begitu saja. Alina yang memutuskan komunikasi ini. Tanpa menunggu persetujuan dariku. Segera aku tarik gawaiku ini, dari telinga kananku. Tak ada niat untuk menghubungi dia lagi. Terserahlah, jika dia mau ke sini terserah dia. Sudah tidak ada rasa antusias, atas kedatangannya ke sini. Benar-benar sudah terasa jauh berbeda. Mungkin jika Alina dan Gibran menceritakan apa adanya, apa yang sudah mereka lakukan di belakangku selama ini, walaupun aku tahu mereka belum pernah berjumpa, mungkin rasa sakit di hatiku, tidak separah ini. Selama ini aku mengenal Gibran, yang aku tahu dia tidak mengenal Alina. Begitu juga sebaliknya. Aku mengenal Alina, setahuku dia tidak mengenal Gibran. Bahkan aku menceritakan, bagaimanapun perasaanku ini pada Gibran kepada Alina. Tapi faktanya, mereka ada sesuatu di belakangku. Rasanya benar-benar sangat sakit. "Assalamualaikum." Tok tok tok.Tiba-tiba telinga ini mendengar suara salam dan ketukan pintu kamar. Suara yang Tentu
Read more

Bab 30

"Jadi seperti itu, Ma, ceritanya." Akhirnya aku sudah menceritakan semuanya kepada Mama. Mama terlihat tenang. Ya, wajah mama terlihat tenang. Tapi nggak tahu isi hatinya bagaimana. Mama memang paling bisa menenangkan hatiku.Mama tak langsung menanggapi. Entah apa yang sedang mama mikirkan sekarang. Tapi ekspresi wajahnya, memang terlihat sangat tenang. Membuat hatiku ini tentu saja ikut tenang. Mama kemudian menatapku. Meraih tangan ini mengelus punggung tangan ini pelan. Membuat hati ini semakin merasa tenang, semakin merasa bersyukur, karena aku telah terlahir dari seorang perempuan yang sangat baik. "Mama juga sebenarnya bingung mendengar cerita kamu. Tapi mama yakin, antara Gibran dan Alina, itu tidak sama seperti kamu dan Gibran. Entah apa yang menjadi tanda tanya, tapi kamu nggak boleh seperti ini. Kamu tetap harus baik sama mereka. Walaupun nanti, akan terdengar kabar yang memang tidak diinginkan, ingat ya Gibran itu bukan milik kamu, Sayang. Kalian hanya teman atau sahabat
Read more

Bab 31

"Mama juga beruntung memiliki kamu, Sayang. Mama juga sangat beruntung, kamu dititipkan untuk lahir ke dunia ini melalui rahim Mama. Bukan kamu aja yang beruntung, tapi mama juga sangat beruntung memiliki kamu." Lagi, seketika aku memeluk mama lagi. Tumpah lagi air mata ini. Ya, tak bisa aku bendung air mata ini. Mama pun memeluk erat pelukan ini. Hingga tubuhku terasa terguncang. Karena aku juga merasakan, bukan aku saja yang menangis, tapi Mama juga menangis. Ya Allah ... tak bisa aku bayangkan bagaimana hidupku tanpa Mama. Tolong ya Allah ... tolong lindungi Mama. Tolong terus berikan Mama kesehatan beserta umur yang panjang. Berikan rezeki yang terus-menerus mengalir lancar, hingga batasnya untuk hidup di dunia ini sudah mencapai titiknya. Tak bisa aku bayangkan bagaimana hidupku tanpa Mama. Jika aku bayangkan jika mama sudah mencapai titiknya untuk menemaniku, apa yang akan aku lakukan? Aku bisa apa? Kalau aku boleh meminta ya Allah, ambil dulu nyawaku, sebelum engkau mengambi
Read more

Bab 32

"Azkia kamu masih marah denganku?" tanyaku pada Azkia. Aku sudah ada di kamarnya sekarang. Azkia menatapku dengan senyuman. Kali ini aku melihat dia nampaknya memang sudah tidak marah denganku. Senyumnya terlihat tulus. Itu yang aku rasakan."Memang nggak seharusnya aku marah sama kamu, kan? Setelah aku pikir-pikir, buat apa juga marah sama kamu." Sungguh tak menyangka jika jawabannya akan seperti itu. Aku cukup terkejut mendengar jawabannya itu. "Kamu baik-baik saja?" tanya aku lagi, hanya untuk memastikan. Dia mengulas senyum lagi. Kemudian dia menganggukkan kepalanya. "Aku baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat, apakah terlihat aku sakit?" Kutelan ludah ini sejenak. Walau terlihat sangat tulus senyumnya itu, tapi nggak tahu kenapa, hati ini terasa lebih segan sama Azkia. Biasanya aku suka bercanda ria dengan dia, tapi kali ini terasa ada batasan. Nggak tahu ini hanya perasaanku saja, atau memang Azkia sedang membatasi. "Syukurlah kalau kamu mau baik-baik saja. Nggak enak rasan
Read more

Bab 33

"Alhamdulillahirobbilalamin. Nikmat sekali, ya, makan bertiga seperti ini. Karena suasananya memang lagi sedang enak juga, ya." Azkia berkata seperti itu, setelah kami selesai makan. Aku nggak tahu kenapa Azkia seperti ini. Aku merasa janggal saja. Kenapa aku merasa janggal? Padahal kondisi saat ini menurutku sedang tidak baik-baik saja. Aku dari tadi diam, begitu juga dengan Gibran. Aku hanya bisa lirik-lirik saja kepada Gibran. Menatap langsung rasanya tak berani, karena aku takut jika Azkia melihat itu. "Ya udah sini, piring-piringnya biar aku cuci." Aku hanya bisa menanggapi seperti itu, kemudian aku segera beranjak dan mengambil piring-piring yang kotor. Gibran terlihat kayak salah tingkah. Dia meneguk segelas air putih. Dia pun banyak diamnya. Azkia juga ikut beranjak untuk membereskan meja makan. "Emm, kalau gitu aku ke depan dulu." Gibran perkata seperti itu. Nada suaranya terdengar seolah sedang salah tingkah dan kebingungan. "Kamu nunggu di ruang TV aja. Kita nanti ngo
Read more

Bab 34

"Sudah enakan perutnya?" tanya Azkia setelah aku sampai di ruang TV. Segera aku anggukkan kepala ini. Sebelum aku masuk ke ruang tv, aku melihat Azkia dan Gibran sedang bercanda. Tanpa adanya aku, mereka terlihat sangat baik-baik saja. Bahkan ada rasa iri juga menyelimuti hati ini. Tapi aku juga harus sadar diri, kalau aku memang bukan siapa-siapa. Gibran dari kecil memang teman Azkia. Kalau denganku, mungkin hanya suatu kebetulan saja. Aku segera duduk tak jauh dari Azkia. Tak mungkin juga aku duduk di dekat Gibran. Aku datang mereka terdiam. Rasanya aku semakin tak enak hati. "Ini tadi aku buatkan es. Kayaknya cuacanya sangat mendukung sekali jika minum es. Sambil ngobrol-ngobrol ringan gitu." Azkia terlihat sangat happy. Itu yang bisa aku rasakan saat ini. Biasanya kalau Azkia happy seperti ini, aku lebih happy lagi. Tapi kenapa tidak untukku kali ini? Kali ini aku merasa ada batasan. Ya, kali ini aku merasa benar-benar ada batasan antara Aku dan Azkia. Aku melihat Gibran seda
Read more

Bab 35

"Tante Aku sudah di rumah makan yang aku sebutkan tadi." Ucapku lewat sambungan telepon, aku yang menelpon Tante Ratih, karena aku memang sudah sampai dan Tante Ratih belum. "Iya Alina, Tante lagi di jalan, bentar lagi juga sampai kok, kamu tunggu saja ya, sebentar." Seperti itulah tanggapan dari Tante Ratih. Suaranya cukup lembut sekali, itu yang aku suka dari Tante Ratih. Mudah-mudahan kelak, jika aku menjadi orang tua, aku bisa seperti Tante Ratih, yang sangat bisa mengerti keadaan anaknya. Bisa menjadi teman dan ibu untuk anaknya. Jadi, anak tidak merasa kesepian dan tidak sungkan juga, untuk menceritakan apa pun yang sedang terjadi pada dirinya. Kalau anak mungkin biasanya akan mendambakan ibu kandungnya sendiri, untuk menjadi sosoknya kelak, tapi mungkin berbeda denganku. Aku justru mendambakan ibunya orang lain, yang aku idolakan atau akan aku jadikan panutan nantinya."Ya Tante aku cuma ngabarin aja kok. Tante hati-hati ya di jalan." Seperti itulah tanggapanku. "Iya Alina,
Read more

Bab 36

"Sudah selesai kan kita makannya. Jadi apa yang ingin kamu sampaikan sama Tante?" tanya Tante Ratih kepadaku.Kami memang sengaja diam terlebih dahulu. Lebih tepatnya, Tante Ratih memintaku untuk makan dulu. Katanya, beliau juga sedang lapar. Makanya lebih baik makan dulu, baru menceritakan semuanya. Mungkin Tante Ratih tahu, kalau bercerita terlebih dahulu, nafsu makan akan hilang. Jadi lebih baik, makan dulu baru bercerita. Ini bisa jadi pelajaran buat aku, bagaimana caranya nanti, jika aku komunikasi dengan anakku kelak. Tidak seperti mamaku yang nggak pernah memikirkan aku, aku ini udah makan atau belum. Yang ia tahu, kalau aku punya masalah, harus cerita tapi tak bisa mengambil hatiku. Mengambil hatiku untuk aku mau bercerita dengan sendirinya. Yang ada, aku terpaksa bercerita, karena kalau tidak cerita, Mama akan terus bertanya dan bertanya, hingga aku mau bercerita. Semacam tekanan. Lebih tepatnya memang aku tertekan. "Sebelumnya, Alina ucapkan maaf dan terima kasih dulu Tan
Read more

Bab 37

"Sebenarnya aku sama Azkia tidak ada masalah apa-apa Tante. Yang menjadi masalah adalah Gibran. Tapi aku memang tidak tahu kalau Azkia jangan Gibran itu ada hubungan dari kecil. Karena memang mereka tidak pernah bercerita apapun kepada Alina." Seperti itu dulu, untuk aku mengawali cerita ini. Tante Ratih terlihat mengerutkan keningnya. Mungkin Tante Ratih masih bingung, dengan apa yang aku katakan. "Jadi kamu sama Gibran sudah saling mengenal? Bukannya Gibran ada di Malaysia, sedangkan kamu ada di sini? Yang menjadi pertanyaan Tante, kok, bisa saling mengenal kalian? Kenal lewat mana? Apa sebelumnya Gibran pernah datang ke Indonesia untuk menemui kamu atau bagaimana?" Ternyata dari ucapan awalku itu, sudah menjadi banyak pertanyaan di benak Tante Ratih. Tapi aku cukup memaklumi, jika Tante Ratih banyak pertanyaan seperti itu. Karena memang sungguh sulit dipahami. Kutelan terlebih dahulu ludah ini. Rasanya tenggorokan ini tercekat. Terus aku atur hati ini, agar tetap aku bisa mengua
Read more

Bab 38

"Azkia kamu baik-baik saja?" tanya Gibran padaku. Cukup membuatku mengerutkan kening dengan pertanyaan seperti itu. "Apakah di matamu aku terlihat tidak baik-baik saja?" Aku sengaja bertanya balik. Karena aku memang ingin menjalankan saran dari mama, agar aku terlihat baik-baik saja. Apa mungkin ekspresiku tidak meyakinkan, hingga dia bertanya seperti itu?"Kamu terlihat memaksa untuk baik-baik saja, itu yang aku lihat dari kamu Azkia." Aku tetap memancarkan senyum, saat mendengar jawaban itu dari Gibran. Tetap berusaha untuk tenang agar dia tetap merasa kalau aku memang baik-baik saja. "Itu hanya perasaanmu saja. Aku baik-baik saja. Aku tidak kenapa-napa." Sengaja aku menanggapi seperti itu. Gibran terlihat sedang mengatur napasnya."Terasa ada yang berbeda. Apakah kamu sudah tidak nyaman aku berada di sini?" Aku menggelengkan kepala pelan. Hingga bola mata kami saling beradu pandang. Jujur saja, jika bola mata kami saling beradu pandang seperti ini, aku merasakan kenyamanan. Ya,
Read more
PREV
1
...
181920212223
DMCA.com Protection Status