Semua Bab Kamu Berulah, Waspadalah!: Bab 151 - Bab 160

224 Bab

Next 75

"Gibran, pulang yok!" ajak Mama. Seketika aku dan Azkia menoleh ke arah suara. Bukan hanya Mama saja ternyata, ternyata juga Tante Ratih ikut ke teras belakang rumah ini. Mungkin ingin memastikan anaknya baik-baik saja. Diajak Mama pulang kok rasanya males ya? Pokoknya kalau sudah sama Azkia, waktu terasa benar-benar berputar dengan cepat. Padahal masih betah banget di sini. "Nggak mau pulang?" tanya Mama, Karana aku memang belum menanggapi. Ditanya seperti itu, seketika bibir ini nyengir. Kulirik Azkia seketika. "Ya maulah, Ma ...." balasku cepat. "Kok lemes gitu diajak pulang?" ledek Mama. Asyem ... aku yakin Mama ini meledekku. Mama ini bikin aku malu aja di depan Azkia. Mana Azkia nahan senyum lagi. Ah, jadi malu ...."Ish ... apaan sih, Ma?" balasku. Kemudian aku segera beranjak. Segera melangkah mendekati Mama dan Tante Ratih. Pun Azkia. "Nginap di sini juga nggak apa-apa, Bran!" balas Tante Ratih. Amsyooong ... malu sekali rasanya. Kuhela panjang napas ini. "Makasih Tante
Baca selengkapnya

Kerjaan Yang Diberikan 76

Bab 76Kerjaan Yang diberikan"Emm ... yakin? Nggak pekerjaan kantor lo ini," tanyanya, mungkin untuk lebih memastikan dirinya. Seketika aku manggut-manggut cepat saja. Karena aku memang sangat amat butuh pekerjaan saat ini. Karena bulan depan untuk bayar hutang Mami Marka saja aja aku sudah sangat pusing. Tak ada gambaran sama sekali. "Yakin, Li ... sangat yakin ... yang penting bisa untuk menyambung hidup," balasku. Ali terlihat mengulas senyum. "Ok," balasnya, ia terlihat mengusap wajahnya. "Apa? Pekerjaan apa yang bisa aku kerjakan?" tanyaku balik. Karena penasaran juga, kerjaan apa yang akan Ali berikan padaku. Kalau dia tak memberikan pekerjaan aku di kantor, bisa jadi dia memberikan pekerjaan aku di rumah. Jadi sopir pribadi misalnya. Hanya untuk antar jemput dia, dan mengantar dia, kemanapun dia mau pergi. "Emm ... nggak enak mau ngomongnya aku itu, takut nanti dikira meremehkan," ucap Ali. Semakin mengerut saja kening ini. Apa sih kira-kira pekerjaan yang akan di berikan
Baca selengkapnya

Next 77

Akhirnya pelayan itu berlalu. Kuedarkan pandang. Sudah lama aku tak makan di tempat seperti ini. Setelah keluar dari penjara, aku hanya mampu beli makanan di pinggir jalan. Itu pun aku membeli makanan yang harganya sangat murah tapi bisa bikin perut kenyang. Ya, aku sudah tak memikirkan makanan enak lagi. Yang penting aku bisa berhemat dan perut kenyang. Miris sekali pokoknya. Sumpah aku ingin kembali seperti dulu lagi. Sudah tak aku enakkan lagi lidah ini. Pokoknya perut tak melilit saja. Lambung tak merasa perih. "Lama kita tak berjumpa, ya?" ucap Ali. Aku mengulas senyum. Mungkin dia hanya ingin berbasa basi. Dari pada diam saja. "Iya memang sudah lama sekali," balasku. "Selama ini kerja di mana?" tanya Ali. Nggak tahu ini hanya sekedar basa-basi, atau ada niat lain. Atau ... ah entahlah."Aku lama tak bekerja," balasku. Keningnya terlihat melipatkan. Mungkin dia sedang mencerna. "Lama tak bekerja, lalu untuk bertahan hidup gimana? Apa sudah ada uang yang datang dengan sendir
Baca selengkapnya

Tukar Pikiran. 78

Bab 78Tukar PikiranSetelah sharing dengan Bu Putri memang cukup membuat hatiku lega. Tinggal aku memberitahu Mas Maftuh akan hasil sharingku dengan Bu Putri. Menunggu Mas Maftuh pulang terasa sangat lama. Udah nggak sabar ingin cerita ke suami tercinta. Tapi aku yakin Mas Maftuh pasti setuju-setuju saja. Karana selama ini juga dia sangat mendukung apa pun keputusan yang aku ambil. Yang penting tak keluar dari zona aman. Aku sekarang ada di dapur. Membantu bibi untuk masak. Mebantu bibi untuk menyiapkan makan malam. Walau ada asisten rumah tangga, untuk urusan masak memasak, tetap urusanku, aku sendiri yang memasak. Karena aku mau mereka makan makanan hasil memasakku. Bukan makan hasil masakan bibi. Karena aku ingin, jika mereka besok berpisah denganku, karena sekolah atau menikah, anak-anak merindukan masakan mamanya. Hanya itu, simpel sekali keinginanku bukan?**********************************"Tadi aku sudah sharing dengan Bu Putri, Mas, masalah Azkia itu," ucapku memberitahu
Baca selengkapnya

Next 79

"Kan ini ideku, Mas. Bukan ide Mas. Kenapa Mas berpikir kayak gitu. Berpikir sejauh itu. Aku bisa menjelaskan ke orang-orang nanti, apa yang sebenarnya terjadi," jelasku gantian.Aku lihat Mas Maftuh mengusap wajahnya sejenak. Wajahnya memang terlihat kusut. Entah sudah berapa kali dia membuang napas. Itu artinya hatinya juga ia rasakan sesak. "Mas tahu, Sayang. Tapi, belum tentu orang lain berpikir seperti itu. Mas nggak mau dibilang Bapak tiri yang jahat," ucapnya. Semakin membuatku menganga. Kuatur napas ini sejenak. Kemudian kuraih tangan lelaki halalku itu. Meremasnya pelan. Meremas tangan suamiku penuh cinta. Agar hatinya bisa sedikit tenang, karena aku tahu hatinya sekarang sedang tak tenang. Karana dia benar-benar tak seperti biasanya. "Kenapa Mas jadi memikirkan omongan orang? Bukannya Mas sendiri yang bilang, kita nggak usah dengarkan, kita nggak usah pikirkan omongan orang? Karena nggak akan habisnya. Mau baik, mau buruk, akan tetap jadi omongan orang, kenapa Mas sekaran
Baca selengkapnya

Arahan dan Saran. 80

Bab 80Arahan dan Saran"Yang dibilang suamimu itu ada benarnya, Tih, pikir lagi keputusanmu itu, selama ini memang baik sama Nak Ratih, tapi kalau sampai menitipkan anak ke Nak Ratih, kok Emak emang kurang setuju juga," ucap Emak, setelah aku ceritakan semuanya. Ya, masalah Azkia mau aku pindahkan sekolah ke Malaysia sudah aku ceritakan ke Emak. Karena semenjak sharing dengan Mas Maftuh tadi malam cukup membuatku bingung. Cukup membuatku cenat cenut memikirkan masalah ini. Bingung? Ya, aku bingung. Hubungan rumah tanggaku dengan Mas Maftuh selama ini sangatlah baik. Rumah tangga yang sangat aku impikan selama ini. Bahkan bisa dihitung jari kami bertengkar. Ada konflik dalam suatu rumah tangga sudah hal biasa. Tapi, Alhamdulillah tak pernah sampai bertengkar hebat. Aku tak mau juga, hanya gara-gara masalah ini, hubungan rumah tangga kami nanti jadi tak senyaman dulu. Karena aku sangat menyayangi semuanya. Sayang anak juga sayang suami. Setelah Ibu ngomong seperti itu, aku menghel
Baca selengkapnya

lanjutan. 81

"Iya, kamu pikirkan dulu. Apa pun keputusan kalian Emak dukung. Pokoknya jangan sampai rumah tangga jadi nggak nyaman gara-gara ini, hanya itu saja pesan Emak," ucap Emak. Aku menganggukkan kepala ini pelan. Menata hati agar tetap bisa mengontrol diri."Iya, Mak," balasku seraya manggut-manggut. Emak terlihat juga ikut manggut-manggut. Lagi, aku atur napas ini sejenak. Kemudian memejamkan mata. Berharap hatiku bisa sedikit tenang. Tapi tetap saja berguncang nggak jelas. Entahlah, memang susah aku menjelaskan perasaan ini. "Kamu sudah sarapan?" tanya Emak. Aku mengulas senyum. Lebih tepatnya agak memaksa senyum, karena hati dan pikiran memang lagi berkemelut hebat. Lagi tak nyaman, tapi tetap aku berharap nyaman. Memaksa untuk nyaman. "Sudah, Mak. Emak sendiri sudah sarapan belum?" jawab dan tanyaku balik. Emak terlihat juga membalas senyum. Senyum yang cukup membuat hati sedikit tenang. Untung masih ada Emak, kalau Emak menyusul Abah kelak, entah apa yang terjadi denganku. "Sudah
Baca selengkapnya

Tukang Kebun. 82

Bab 82Tukang Kebun"Kamu nggak ngerokok?" tanya Ali. Mungkin dia tak enak merokok sendiri. Kemudian dia menyodorkan rokoknya. Karena dia menyodorkan, akhirnya aku mengambil rokok itu. Menarik satu batang, kemudian segera aku meraih korek di sebelahnya. Menyalakan rokok yang sudah aku tempelkan di bibirku. "Sebenarnya, kamu mau memberikan pekerjaan aku apa?" tanyaku akhirnya. Jujur saja aku sangat penasaran dengan pekerjaan apa yang akan dia tawarkan. Dari tadi diam saja. Kalau memang tak jadi diberikan pekerjaan karena aku mantan nara pidana, aku terima. Yang penting sudah lega. Setelah tanya seperti itu, aku mainkan rokok ini. Setelah makan, merokok, sungguh memang nikmat sekali. Sudah lama memang tak seperti ini. Dia terlihat masih mengisap rokoknya, kemudian dia menghembuskan asap rokok itu di udara. Terlihat sangat menikmati hidupnya. "Tukang kebun di rumahku. Itu pun jika kamu mau, aku tak memaksa," jawabnya. Cukup membuatku menganga. Hah? Tukang kebun? Habis kerja di per
Baca selengkapnya

Next 83

"Ok," hanya itu yang bisa aku katakan. Dia terlihat mengulas senyum dan aku memaksakan bibir untuk membalas senyuman itu. Walau dengan hati yang sangat gondok. Hati ini sangat ngedumel nggak karu-karuan. Ali kemudian berlalu. Dia sudah membayar makanan dan minuman ini. Aku sengaja belum beranjak. Karena masih memikirkan tawaran kerjaaan sebagai tukang kebun itu. Astaga ... sungguh miris sekali nasibku. Dari karyawan perusahaan Mahendra, sekarang menjadi tukang kebun di rumah teman sendiri. Di rumah Ali. Kugigit bibir bawah ini dan terus menenangkan diri sendiri. Mau tidak ya? Tapi kalau tak mau, aku harus kerja apa lagi? Sekarang memang sangat susah mencari pekerjaan. Kalau aku sampai jadi tukang kebun, apakah masih ada perempuan yang mau menikah denganku nanti? Atau Azkia tak malu mengakuiku sebagai bapaknya? Ah, kurasa Azkia malu. Karena dia terbiasa melihat pekerjaan bagus ayah sambungnya. Kutarik kuat-kuat napas ini. Kemudian menghembuskan pelan. Sungguh aku bingung sekali. Ke
Baca selengkapnya

Ternyata 84

Bab 84Ternyata"Ma, sibuk?" tanya Gibran. Aku segera menoleh ke asal suara. Terlihat Gibran berdiri tegap di ambang pintu kamar. Seketika aku mengulas senyum. "Nggak, Sayang! Sini masuk!" pintaku. Gibran terlihat menganggukan kepalanya pelan. Kemudian dia mulai masuk sesuai dengan perintahku. Ya, aku memang sudah sedang berada di kamar sekarang. Berselancar sejenak di dunia maya. Habis teleponan juga dengan Bang Thomas. Walau sebentar telponan dengan suami, sudah lebih dari cukup. Lagian Bang Thomas tak terlalu betah berlama-lama di panggilan telpon. Dia memang seperti itu, dari jaman belum menikah dulu."Iya, Ma," balasnya, kemudian dia melangkah masuk ke dalam kamar. Tak lupa dia menutup kembali pintu kamarku. Melihat Gibran melangkah, aku perhatikan wajahnya terlihat sedikit tegang. Mungkin ada sesuatu yang mau dia sampai atau tanyakan. "Kamu sudah makan?" tanyaku kepada anak semata wayangku ini. Gibran manggut-manggut. Aku melipat kening tipis. Kemudian menata hati dan pikira
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
23
DMCA.com Protection Status