Semua Bab Kamu Berulah, Waspadalah!: Bab 131 - Bab 140

224 Bab

Next 55

"Itukan masalah umur, Ma. Kalau masalah wajah dan body, wajah Mama itu nggak banyak berubah. Tetap saja kelihatan muda di mata Kia," jelas Kia. Cukup membuatku tertawa mendengarnya. "Kamu bisa aja ... ini muji Mama, pasti kamu ada mau, mau minta sesuatu kan?" terkaku lagi, seraya sedikit meledeknya. Azkia terlihat sedikit memonyongkan bibirnya. Mungkin memang ada yang ingin disampaikan. Tapi mungkin malu atau tak berani. Atau bisa juga dia masih merancang dan merangkai kata-kata. "Hayo, ngaku sama Mama! Kamu kenapa? Mau minta apa?" tanyaku lagi. Azkia terlihat menghela napas panjang. Kemudian semakin terlihat nyengir. "Emm, anaknya Bu Putri baik, ya, Ma," balas Azkia. Benar-benar nggak nyambung dengan pertanyaanku. Nggak tahu apa maksudnya. Mungkin dia ingin membahas Gibran? Tapi susah dan malu untuk memulai. Bisa jadi, kan?Tapi, ok, lah. Aku harus menanggapinya. Aku tahu dan merasa kalau dia mengalihkan pembicaraan. Tapi biarlah. Dari pada nanti dia malah menjauh dan tak mau ber
Baca selengkapnya

Terkejut. 56

Bab 56Terkejut"Gimana caranya aku bisa dapat uang dengan cepat?" gerutuku ngomong sendiri. Karena memang tak ada teman. Di saat kere seperti ini, benar-benar tak ada orang yang mau mendekat. Seolah pada pura-pura tak kenal. Ya, aku benar-benar merasa sendiri. Sungguh sangat sepi. Pusing dengan kehidupanku sekarang. Miris sekali. Aku pusing memikirkan bagaimana caraku untuk membayar hutang ke Mami Marka. Hanya itu sebenarnya. Sungguh dunia ini aku rasakan tak adil. Sangat tak adil. Kenapa hidup orang lain enak-enak saja. Sedangkan hidupku seperti ini rasanya? Nelangsa. Untuk bertahan hidup saja, harus minjem ke rentenir. Astaga ... sungguh aku benar-benar kesal. Sangat kesal. Kesal dengan takdir hidupku ini. Ingin marah tapi nggak tahu mau marah sama siapa. Cukup membuat semakin sesak. Tapi, sebenarnya aku sangat ingin marah dengan Ratih. Gara-gara dia aku tak bisa ketemu dengan anakku. Andaikan aku bisa ketemu Azkia, mungkin aku bisa sedikit memanfaatkan dia. Setidaknya bisa aku
Baca selengkapnya

Next. 57

Aku tinggal di rumah lama. Rumah yang sangat kusam karena sama sekali tak pernah tersentuh renovasi. Warna cat dinding sudah sangat kusam. Karena memang belum pernah aku cat ulang lagi. Jangankan mikir untuk renovasi rumah, untuk makan saja aku bingung. Harus berhutang dan berhemat sedemikian rupa. Karena kalau tak punya duit sama sekali, benar-benar tak enak sama sekali. Rumah yang dulu terlihat bagus, sekarang seperti rumah tak berpenghuni. Dulu di rumah ini, walau hanya nasi putih selalu ada. Sekarang? Perabotan dapur sebagian sudah pada berkarat. Jadi tak bisa di gunakan lagi. Rumah ini sekarang hampa, sepi dan senyap. Tak ada kepulan asap masakan dapur. Tak ada suara gesekan lantai dan sapu. Tiba-tiba aku merindukan itu. Rindu? Ya aku sangat merindukan kenangan di masa lalu. Ingin sekali aku putar kembali. Sekarang aku hidup sendiri. Terkadang jika malam datang, hanya di temani oleh suara-suara hewan yang di rumah ini. ********************************Waktunya makan malam. A
Baca selengkapnya

Permintaan. 58

Bab 58Permintaan"Bran, yakin nggak ingin tinggal sama kakek di sini? Yakin nggak mau kenal lebih dekat lagi sama cewek secantik Azkia? Beneran yakin?" ledek Papa. Cukup membuatku terkejut Papa bertanya seperti itu ke cucunya. Kuperhatikan Gibran. Yang ditanya terlihat nyengir. Nampaknya dia sedang menutupi rasa malu. Karana wajahnya terlihat memerah. Tak seperti biasanya. "Ish ... Kakek ini apaan, lah ...." sahut Gibran. Kemudian dia membenahi posisinya. Kemudian ekspresinya terlihat berbeda. "Loh, bukanya tadi kalian sangat ....""Kakek! Please!" potong Gibran gitu saja. Cukup membuatku penasaran akut. "Ok! ok!" balas Papa. Ekspresinya memang terlihat berbeda. Jelas dia seolah sedang meledek cucunya. Tapi masalah apa?Hah? Ada apa? Ada apa antara Gibran dengan Azkia? Aku nampaknya ketinggalan info. Apa karena aku tadi kelamaan di kamar Ratih? Jadi aku tau tahu bagaimana keadaan di luar kamar. Aku asyik dengan Ratih. Aku asyik dengan diriku sendiri. Masa' iya begitu?"Ada apa, s
Baca selengkapnya

Bab 59

Bang Thomas itu emang baik, tapi dia memang seperti itu. Memang harus sering-sering diarahkan, agar bisa saling berbasa-basi sejenak. Karena dia tipikal orang yang langsung to the point saja. "Papa sehat," jawabku singkat, seraya aku menatap ke cermin. Mihat wajahku sendiri. Kutempelkan gawia ini di telingaku. "Kalau Gibran, dia baik-baik saja, kan?" tanyanya lagi. Dia memang sangat perlu untuk diajarkan berbasa-basi terlebih dahulu. Memang ada sebagian orang tak suka basa-basi. Tapi tidak denganku sekarang."Alhamdulillah sehat juga. Aku sendiri juga sehat, Abang sendiri bagaimana keadaannya? Sudah makan?" jawab dan tanyaku balik. Dia memang belum ada tanya kabar dan keadaanku. Tapi biarlah seperti itu. "Sudah tadi," jawabnya singkat. Kuhela panjang napas ini. Manusia di dunia ini memang tak ada yang sempurna. Kalau menginginkan suami yang baik, pengertian, romantis, perhatian, tampan dan tajir, mungkin seribu satu. Itu pun belum tentu ada juga. Begitu juga dengan Bang Thomas.
Baca selengkapnya

Syarat. 60

Bab 60SyaratTanpa buang waktu lagi, aku segera melangkah mendekati perempuan yang aku bilang mirip dengan Sukma. Tapi aku sangat yakin kalau perempuan itu adalah sukma. Siapa tau ketemu dia, hidupku tak sengsara banget. Walau tak bisa dia membayari hutang-hutangku, setidaknya aku bisa lepas untuk makan. Tak memikirkan bagaimana untuk terus bisa mengganjal perut. Bisa nebeng makan dengan dia. Walau hidup Sukma miris, tapi nampaknya tak semiris hidupku lah. Dia masih tetap bisa makan tanpa harus berhutang. Tak seperti denganku ini?Sabar! Sebentar lagi aku tak pusing mikirin masalah makan. Secara aku tahu kelemahan Sukma. Semoga perempuan yang aku lihat ini, benar-benar Sukma. Jadi aku bisa sedikit beraksi untuk melancarkan rencana yang masih tertunda ini. "Sukma?" sapaku terlebih dahulu. Ya aku sudah ada didekatnya sekarang. Seketika perempuan itu menoleh ke arahku. Matanya terlihat membelalak. Matanya sangat terlihat membulat sempurna. "Kamu???" balasnya dengan telunjuk tangan,
Baca selengkapnya

Next. 61

Siang ini aku sengaja menunggu di gerbang sekolah Azkia. Ya, beberapa hari ini aku ada membuntuti Ratih saat mengantar Azkia sekolah. Azkia di sekolahkan di sekolah terfavorit di sini. Ratih ternyata sangat mampu. Bagus sekali nasib dia. Sungguh sangat jauh berbeda dengan nasibku.Nasib Ratih bagus, karena dia dinikahi oleh Pak Maftuh. Jika tidak, mungkin sama-sama seperti nasibku ini. Kalau nasib Ratih tak bagus, tak mungkin dia mampu menyekolahkan Azkia di sekolah terfavorit. Jadi menyesal aku dulu meninggalkan Ratih, justru memilih Sukma. Karena faktanya, Sukma sama sekali tak setia denganku. Arrgghh ... kala itu aku hanya menuruti nafsu saja. Sungguh aku menyesal. Sangat menyesal. Jika waktu bisa diputar kembali, sungguh aku ingin memutarnya. Aku ingin setia kepada Ratih. Aku tak ingin juga bermain api dengan Sukma. Kesalahan terbodoh di masa lalu adalah, bermain api dengan Sukma. Aku memandang pintu gerbang sekolah. Masih sepi belum ada satu pun siswa yang keluar. Tapi seben
Baca selengkapnya

Cerita Azkia. 62

Bab 62Cerita Azkia"Menurutmu, bagaimana dengan Gibran? Dia baik?" tanyaku balik. Azkia manggut-manggut. Bingung mau ngomong apa lagi. "Sangat Baik, Ma, bahkan dia juga asyik kok. Nggak ngebosenin juga," balasnya. Kugigit bibir bawah ini. Sumpah aku menyesal rasanya nggak melihat mereka pendekatan. "Terus?" tanyaku untuk lebih tahu informasi lagi. Azkia melirikku. "Terus apanya?" dengan polosnya Azkia tanya seperti itu. Kutelan ludah ini sejenak. Hemm ... Azkia memang masih sangat polos."Ya terus apa yang kalian obrolkan?" jelasku. Azkia terlihat mengulas senyum, terlihat jelas kalau dia lagi malu-malu. "Ih, Mama kepo ...." balas Azkia dengan entengnya. Cukup membuatku sedikit menganga Azkia jawab seperti itu. Astaga ... sungguh aku nyesal sekali tadi terlalu lama ngobrol di dalam bersama Bu Putri. "Terus Mama nggak boleh tahu?" tanyaku balik. Azkia terlihat menggigit bibir bawahnya. "Kalau Kia cerita, Mama mau janji sesuatu nggak?" tanya balik Azkia. Seolah mengajukan syarat
Baca selengkapnya

Bab 63

Pagi ini aku sudah mempersiapkan untuk sarapan anak dan suami. Walau ada asisten rumah tangga, tapi aku tetap ikut terjun. Tak puas rasanya, kalau badan ini tak langsung ikut terjun. "Azkia ingin ke Malaysia," ucapku pagi ini seraya menikmati segelas teh hangat. Aku lihat keningnya melipat. Mungkin dia sedang mencerna. "Hah?" balasnya. Mungkin dia tak percaya dengan apa yang aku sampaikan. Ku seruput lagi teh hangat ini. Dia pun juga. Ekspresinya terlihat sedikit berbeda. "Iya, Azkia ingin tahu Malaysia," ucapku lagi, seraya meletakan gelas ini ke meja. "Kenapa dia ingin ke sana?" tanya balik Mas Maftuh. Kuhela sejenak napas ini. "Katanya sih di ceritain sama Gibran, eh, Gibran menawari untuk Kia main ke sana, dia tertarik. Menurut Mas gimana?" jelas dan tanyaku balik. Mas Maftuh terlihat menelan ludah sejenak. Kemudian dia menyeruput lagi teh hangatnya. "Kalau sama keluarga Bu Putri, Mas sangat percaya, karena mereka memiliki rasa tanggung jawab penuh, nggak akan mungkin bera
Baca selengkapnya

Hama 64

Bab 38Hama"Ngapain di sini?" tanya Ratih dengan nada suara yang terdengar sangat ketus. Kutelan ludah ini sejenak. Terus mengontrol diri sendiri."Emm, aku menunggu Azkia, aku sangat rindu dan ijinkan aku untuk ngobrol dengan Azkia sebentar saja!" jawabku. Terus berusaha merendah. Terus berusaha menundukkan kepala. Karena aku memang sudah berniat ingin mendekati Azkia terlebih dahulu.Bibirnya terlihat mengulas senyum menjatuhkan. Sungguh jika aku punya duit banyak, ingin sekali aku membalas senyuman menjatuhkan seperti yang ia lakukan itu saat ini. Sungguh menyebalkan sekali."Kamu mau ketemu Azkia? Hah? Aku nggak salah dengar?" ucapnya. Nada suaranya sangat terdengar meledek.Sedikit aku tarik napas ini sejenak. Terus mengontrol diri, karena degub jantung terasa berdegub tak menentu. Ingin sekali marah, tapi aku masih mati-matian menahan amarah."Aku tahu kamu marah sama aku, Ratih! Tapi kamu tak ada hak untuk memisahkan aku dengan Azkia. Azkia anakku, darah dagingku," balasku, be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
23
DMCA.com Protection Status