Home / Pernikahan / Kamu Berulah, Waspadalah! / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Kamu Berulah, Waspadalah!: Chapter 141 - Chapter 150

224 Chapters

Bab 65

Sellow Bima! Sellow! Jangan terpancing dan juga jangan nampak kalau kamu tak punya uang. Pokoknya sellow aja. Yakin itu hanya permainan dia."Luar Negeri itu jauh, jika rindu sama anak, harus keluar banyak dana, harus urus ini dan itu, tak mudah," jelasku sellow. Dia malah menyeringai menjatuhkan harga diriku lagi.Benar-benar keterlaluan ini orang. Kalau nggak mikir ada rencana yang mau aku jalankan, ingin sekali aku memakinya dengan kasar."Aku tahu dan aku nggak perduli," balasnya. Simpel tapi mematikan langkahku. Gini amat rasanya orang tak punya duit. Ingin sekali aku berkata kasar rasanya.Gimana tak mematikan langkah? Nampaknya dia sangat tahu bagaimana hidupku sekarang. Sialan!Kuatur napas ini sejenak. Agar bisa menguasai diri. Agar bisa mengontrol emosi. Kalau aku tak bisa meredam ego ini, entahlah apa yang terjadi sekarang ini. Mungkin sudah bertengkar hebat di sini. Saling adu mulut, kencang-kencangan otot."Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanyaku. Tapi tetap aku bisa me
Read more

Curhatan Gibran. 66

Bab 66Curhatan Gibran"Ma," sapa Gibran. Segera aku menoleh ke asal suara. Dia terlihat berdiri di pintu kamarku. Tangannya memegang pintu, pertanda dia memang baru saja membuka pintu kamar, yang memang aku tutup. Hanya ditutup saja tidak aku kunci. "Iya? Ada apa? Masuk sini!" balasku seraya memintanya untuk masuk. Melambaikan tangan agar dia segera melangkah mendekat. Gibran mengulas senyum seraya menganggukan kepalanya pelan. "Tutup lagi pintunya!" pintaku. Tanpa menanggapi Gibran langsung mengikuti apa yang aku minta. Setelah pintu ia tutup, ia segera melangkah mendekat. Gibran duduk di tepian ranjang kamarku. Telponku dengan Bang Thomas baru saja aku akhiri. Gawai juga sudah aku letakan diatas meja. Jadi sekarang aku bisa fokus dengan Gibran. Aku perhatikan ekspresinya, nampaknya dia memang sedang ada yang mau dia sampaikan. "Kenapa?" tanyaku. Karena dia kalau tak ditanya nanti akan diam terus. Ya, seperti itulah anakku. Gibran tak langsung menjawab, dia menatapku sejenak. K
Read more

Next 67

"Emm ... dia kayaknya tertarik dengan cerita Gibran, kalau Gibran ajak Azkia ke Malaysia, Mama ijinkan nggak?" tanyanya balik. Aku sedikit melongo mendengarnya. Kugigit bibir bawah ini sejenak. Terus mencerna. Aku tak mau sampai salah ngomong. Kalau aku sampai salah ngomong, aku takut dia tak mau cerita apa-apa lagi denganku. Aku tak mau itu terjadi. "Kalau Mama ya suka-suka aja sih, kalau Azkia ikut kita. Karena Azkia sudah Mama anggap, seperti anak kandung Mama sendiri. Tapi kan nggak tahu, orang tuanya boleh apa nggak, Azkia kita ajak main ke Malaysia, kalau nggak boleh gimana? Kita nggak bisa memaksakan kehendak, Sayang," jelasku. Bibirnya terlihat mengulas senyum kemudian kepalanya manggut-manggut. Mungkin dia sudah merasa lega. Karena aku merasa welcome dengan ceritanya. "Iya, Ma, boleh minta tolong lagi nggak, Ma?" tanyanya lagi. Kening ini melipat. Dia sudah mulai semakin terbiasa dan mau meminta tolong lagi denganku. Aku suka itu. Karena memang itu yang aku harapkan, hubun
Read more

Gemes Banget. 68

Bab 68Gemes Banget"Bang, boleh nggak aku ajak anaknya Ratih ke Malaysia, Azkia namanya," tanyaku kepada Bang Thomas. Suamiku. Setidaknya meminta saran dan pertimbangan suami dulu. Sebelum ngomong ke Ratih. Ya sambil siap-siap, aku telpon Bang Thomas dulu. Untuk sharing dengannya. Aku sekarang duduk di depan meja rias. Mengamati paras sendiri. Sudah semakin tua saja wajah ini. Yah, namanya anak juga sudah bujang ya. Bentar lagi juga akan punya mantu, kemudian punya cucu. Hi hi hi. Ah, mikirin apa aku ini? Halu banget akhir-akhir ini. Entahlah!"Emang orang tuanya boleh anak perempuannya di bawa ke sini? Jauh looo ...." tanya balik Bang Thomas. Kuhela panjang napas ini. Sambil terus make over wajah sendiri. Biar terlihat sedikit lebih muda. Tetap mengakui kok kalau memang sudah terlihat tua. Biar sedikit fresh gitu. "Nggak tau juga," jawabku. Bang Thomas tak langsung menanggapi. Dia diam dulu. Mungkin di sana dia lagi mencerna ucapanku ini. "Kenapa mau ngajak pulang anak orang? A
Read more

Bab 69

"Kamu sudah siap?" tanyaku pada Gibran. Aku berangkat berdua saja sama Gibran. Tadi aku tanya sama Papa katanya tak mau ikut. Jadi aku juga tak bisa memaksakan kehendak. Mungkin Papa capek. Maklum lah, usia beliau memang sudah tak muda lagi. "Emm, bagus nggak, Ma, pakai baju ini?" tanya Gibran. Emm, sebenarnya dia hanya pakai kaos hitam dan celana Levis. Sederhana, biasanya juga pakai begitu. Tumben dia tanya bagus apa nggak. Biasanya juga cuek-cuek saja. Bahkan tak begitu memperhatikan penampilan. Mungkin cinta monyet sedang dia rasakan. Hi hi hi. Tapi, biar dia puas, kuperhatikan dari atas sampai bawah tubuh dia. Biar dia puas tanya seperti itu. Dengan kening melipat dan mata menyipit. "Bagus, ganteng, cocok. Anak siapa dulu! Anak Mama!" balasku. Wajahnya terlihat memerah. Karena memang dia tak pernah tanya seperti itu padaku. Ini kok sampai meminta perhatian. Apa karena mau ketemu sama Azkia? Ah, nampaknya iya memang seperti itu. "Ish ... Mama!" balas Gibran. Aku mengulas senyu
Read more

Terngiang-ngiang. 70

Bab 70Terngiang-ngiang"Kamu hanya boleh melihatnya dari jauh, tapi nggak usah mendekat apalagi sok kenal. Lihatlah dia puas-puas, karena sebentar lagi akan aku kirim dia ke luar negeri. Tak perlu khawatir, aku tak meminta sepeser pun uang untuk biaya dia pindah sekolah, jangan pikirkan itu!" ucapnya lagi. Cukup membuatku syok. Sangat syok. Setelah ngomong seperti itu, Ratih segera berlalu. Melangkah mendekat ke arah Azkia. Ingin sekali aku ikut mendekati, tapi nyaliku ciut juga dengan semua ucapan Ratih barusan. Sialan! Dia seolah tahu isi kepalaku! Apa yang harus aku lakukan? Aku harus menggagalkan cara Ratih untuk memindahkan Azkia. Harus! Kalau tidak, bisa berantakan rencanaku, bisa semakin mati langkah untuk bertahan hidup!Tapi, apa yang harus aku lakukan?***************************Ucapan Ratih tadi, cukup membuatku kepikiran. Ucapannya terngiang-ngiang. Hati ini benar-benar merasakan sakit dengan ucapannya. Aku merasa dia menginjak-injak harga diriku sebagai seorang laki-l
Read more

Bab 71

"Bima bukan?" tiba-tiba telinga ini mendengar suara yang menerka namaku. Aku seketika menoleh ke asal suara. Mata ini melihat ada sosok laki-laki memakai baju santai. Kaos putih dan celana pendek. Terlihat santai tapi modis. Ah, kalau aku berduit dan ke mana-mana naik mobil, jelas style baju seperti itu juga yang aku pakai. Aku amati orang itu. Aku merasa asing. Karena penampilannya dia sangat keren. Memakai kaca hitam juga. Badannya terlihat bersih. Nampaknya aku tak kenal. Apa karena dia penampilan dia seperti itu, jadi aku yang pangling. Kalau uangku banyak, jelas aku juga terlihat tampan. "Iya saya Bima, maaf siapa?" jawab dan tanyaku balik. Karena walau sudah aku amati tetap asing di mataku. Aku tetap tak mengenali siapa dia di masa laluku. Atau mungkin dia operasi plastik, jadi aku tak bisa mengenali dia lagi. Lelaki itu mengulas senyum. Kemudian mengeluarkan tangannya. Walau agak ragu, aku tetap membalas uluran tangannya. Kami saling berjabat tangan. Ia meremas tanganku kuat
Read more

Jalan Keluar. 72

Bab 72Jalan KeluarGibran sama Azkia lagi duduk santai di teras belakang rumah. Biarlah, lagian di belakang juga ada Bibi yang sedang bersih-bersih di sana. Jadi meraka aman.Mas Maftuh belum pulang. Jadi aku bisa ngobrol santai berdua dengan Bu Putri. Kami sekarang santai di ruang TV. Aku siapkan minuman dingin dan camilan, untuk menemani kami ngobrol. Bukan hanya aku saja, Azkia dan Gibran juga disiapkan Bibi minuman dingin dan camilan. Biarkan mereka saling mengenal lebih. Biar semakin akrab. Kalaupun kelak tak berjodoh untuk menjadi suami istri, bisa menjadi saudara pun tak masalah. Karena jodoh itu mutlak kuasa Allah. Jodoh mutlak takdir dari Allah. Tak bisa dipaksakan. "Ratih, bagaimana dengan Bima?" tanya Bu Putri tiba-tiba menanyakan Mas Bima. Padahal dari tadi kami hanya ngobrol santai saja. Ngobrol ringan lah, tak ada membahas masa lalu. Yang ada bahas-bahas kerjaan di sana dan bagaimana Malaysia. Kalau ditanya Mas Bima, rasanya hati ini sesak. Nggak tahu kenapa. Terasa
Read more

Lanjut Jalan Keluar. 73

Tapi kalau aku tak segera mengambil keputusan, aku takut jika duluan Mas Bima yang bergerak. "Emm ... harus yakin demi kebaikan Azkia. Walau aku sendiri selama ini belum pernah pisah jauh dengan Azkia. Tapi itu pun kalau Ibu tak keberatan. Tapi kalah Bu Putri keberatan, tak usah di paksakan, Bu," jelasku. Bu Putri terlihat menarik napasnya sejenak. Kemudian meraih tanganku ini. Ia meremas tanganku dengan lembut. Sungguh aku merasakan sentuhan seorang kakak perempuan. Aku memang mempun kakak ipar. Mbak Luna. Tapi dia tentu saja tak seperti aku dengan Bu Putri. Kalau sama Mbak Luna hanya sekedar saja. Yang penting dia sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan yang dulu. "Kamu tahu kan, aku sangat menyayangi Azkia? Azkia sudah aku anggap seperti anak kandungku sendiri. Bahkan asal kamu tahu, aku memang menginginkan dia kelak berjodoh dengan Gibran. Kita selalu begurau kalau mereka anak mantu kita, tapi faktanya aku terbawa perasaan Ratih. Aku memang ingin mereka kelak menikah," uca
Read more

Sweet Moment 74

Bab 74Sweet Moment"Emm, kamu nggak ingin mengajakku main-main di sini?" tanyaku kepada Azkia. Yang ditanya nyengir aja. Dia terlihat sangat lugu dan polos. Selain itu dia juga cantik. "Emm ... pengen sih ngajak Kak Gibran main-main, tapi kalau hanya berdua saja, jelas nggak boleh sama Mama," balas Azkia. Aku mengulas senyum. Owh ... itu artinya dia ingin keluar bedua saja denganku. Kalau hanya berdua saja, tentu saja juga tak diijinkan oleh mamaku. "Emm, ya ngajak mamamu juga nggak apa-apa. Terus ngajak mamaku juga. Nanti kalau dibolehkan kamu ke Malaysia, akan aku ajak kamu keliling tempat wisata di sana, pokoknya aku janji kamu nggak nyesal untuk main ke sana," ucapku. Azkia mengulas senyum. Hem ... dia kalau senyum manis juga. Kami duduk santai di teras belakang. Sengaja. Karena katanya Mama mau ngobrol empat mata saja sama Tante Ratih. Makanya Mama ngirim aku pesan ke WA, untuk ajak Azkia ke teras belakang. Karena aku juga tahu, kalau Mama memang mau ngomong serius sama Tant
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
23
DMCA.com Protection Status